Memahami Teori Psikoanalisis Humanistik Berdasarkan Erich Fromm

Memahami Teori Psikoanalisis Humanistik Menurut Erich Fromm - Artikel ini akan menjelaskan mengenai Teori Psikologi Humanistik Eric Fromm. Melalui artikel ini diharapkan dapat memperlihatkan klarifikasi secara tepat dan mendetil.

Kisah Erich Fromm (23 Maret 1900 - 18 Maret 1980)

Pada ketika saya berusia 12 tahun, ada seorang perempuan muda, elok dan berbakat, yang melaksanakan bunuh diri. Wanita muda itu yaitu sahabat dari keluargaku. Aku sangat terguncang ketika mengetahui hal itu, lantaran bagiku tidak ada klarifikasi yang masuk nalar mengenai hal tersebut. Tidak ada orang yang sanggup memahami mengapa perempuan itu menentukan mengakhiri hidupnya dengan cara itu. Peristiwa itu sangat menyentuh hatiku, namun bukanlah hal yang pertama dan terakhir, yang terkait dengan tingkah laris irasional. Mengapa? Baiklah…inilah cerita hidupku….

Memahami Teori Psikoanalisis Humanistik Menurut Erich Fromm Memahami Teori Psikoanalisis Humanistik Menurut Erich Fromm
image source: www.alternet.org
baca juga:

Aku yaitu anak tunggal, dari orangtua yang mengalami kondisi neurotis. Aku tumbuh dalam suatu rumah tangga yang tegang. Ayahku suka murung, cemas, dan muram. Sedangkan ibuku gampang menderita depresi hebat. Masa mudaku dikelilingi oleh pribadi-pribadi yang tidak sehat. Masa kanak-kanak dan masa remajaku merupakan laboratorium hidup untuk saya mengamati tingkah laris neurotis.

Pada usia 14 tahun, saya melihat irasionalitas melanda tanah airku, Jerman. Pada ketika itu, terjadi Perang Dunia I. Aku heran akan adanya kebencian yang melanda negeriku. Aku memperhatikan dengan cemas ketika propaganda mencambuk orang-orang Jerman ke dalam fanatisme histeris. Banyak teman-teman dan kenalanku yang terpengaruh akan hal itu. Seorang guru yang kukagumi pun menjadi seorang fanatik, yang haus akan darah. Adanya kondisi ini menimbulkan banyak saudara dan teman-temanku yang meninggal. Kondisi ini sungguh menggoncangkanku. Aku heran dan bertanya-tanya, mengapa orang yang semula baik dan bijaksana, tiba-tiba menjadi gila?

Semua pengalaman yang membuatku galau ini, membuatku membuatkan harapan untuk memahami kodrat dan sumber dari tingkah laris insan yang irasional. Selain itu, dampak besar lengan berkuasa dari Perang Dunia I kepada orang Jerman memberiku suatu isyarat dimana harus mencari tanggapan akan semua pertanyaanku ini. Tentu saja, saya menerka bahwa hal itu disebabkan oleh kekuatan sosio-ekonomis, politis, dan historis secara besar-besaran yang mensugesti kodrat kepribadian manusia.

Berdasarkan perkiraan tersebut, saya berusaha mencari tanggapan atas pertanyaanku, dengan berguru ilmu psikologi, filsafat, dan sosiologi di Universitas Heidelberg. Disana saya mempelajari karya dari andal terkemuka di bidang ekonomi, sosial, dan politik, khususnya Karl Marx, Max Weber, dan Herbert Spencer. Akhirnya pada tahun 1922 saya memperoleh gelar Ph.D. Setelah itu, saya mengikuti pendidikan psikoanalitis dalam analisis Freud yang ortodoks di Munich dan Berlin. Ketika mempelajari psikoanalisis, saya berpikir bahwa saya sudah menemukan tanggapan atas irasionalitas insan dalam karya Freud. Namun, saya belum menerima tanggapan yang memuaskan darinya.

Pada tahun berikutnya, saya membuatkan sendiri teori mengenai kepribadian, dalam suatu seri buku yang sangat populer. Teori ku menggambarkan kepribadian sebagai “sesuatu yang ditentukan oleh kekuatan sosial dan historis, yang mensugesti individu di masa kanak-kanak dan mensugesti perkembangan spesies manusia”.

Kekuatan sosial dan kultural menciptakan ku yakin bahwa untuk memahami kepribadian individu, perlu menganalisis struktur masyarakat, baik di masa kemudian maupun masa sekarang. Sehingga, kodrat masyarakat yaitu kunci untuk memahami dan mengubah kepribadian manusia. Suatu kepribadian insan itu sehat atau tidak, akan tergantung dari kebudayaannya. Hal ini disebabkan lantaran kebudayaan sanggup membantu atau menghambat pertumbuhan dan perkembangan insan yang positif.

Aku menerima gelar seorang teoritisi kepribadian Marxian, lantaran pandanganku sangat dipengaruhi oleh Karl Marx (Karl Marx sebagai pakar sosial dan filsuf, bukan sebagai pakar politik dan ekonomi). Namun, saya menentukan nama untuk teoriku sendiri yaitu Humanis Dialektif. Hal ini disebabkan lantaran perhatianku ditujukan kepada usaha insan yang tidak mengalah untuk memperoleh martabat dan kebebasan, dalam kaitannya dengan kebutuhan insan untuk berafiliasi dengan orang lain.

Sejujurnya, walau tidak puas dengan Freud, namun saya mencoba menggabungkan teori Freud dengan Marx. Aku yakin bahwa temuan Freud, menyerupai ketidaksadaran merupakan hal yang signifikan untuk memahami kepribadian manusia. Dua kesalahan Freud yaitu terlalu menekankan pada fungsi individu dan mengenai asal mula tingkah laris seksual.

Kondisi Eksistensi Manusia

Dalam filsafat dualisme, semua gerak di dunia disebabkan oleh kontradiksi tesa dan antitesa, yang akan memunculkan sintesa. Sintesa ini intinya merupakan sebuah tesa, yang sanggup memunculkan antitesa, dan seterusnya. Ini yang disebut dinamika yang tidak berhenti bergerak. Fromm meyakini bahwa hakikat insan juga bersifat dualistik. Ada empat dualistik dalam diri manusia, yaitu : (1) Manusia sebagai hewan dan manusia, artinya baik sebagai hewan atau manusia, insan itu mempunyai kebutuhan yang harus dipenuhi. Manusia sebagai hewan mempunyai kebutuhan fisik, menyerupai makan, minum, dan seksual. Manusia sebagai insan mempunyai kebutuhan akan kesadaran diri, berpikir, berimajinasi, dan lain-lain ; (2) Hidup dan mati, artinya insan meyakini akan mengalami kematian, tetapi ada perasaan menolak maut tersebut ; (3) Ketidaksempurnaan dan kesempurnaan, artinya insan meyakini bahwa dalam dirinya terdapat kesempurnaan dan ketidaksempurnaan ; (4) Kesendirian dan kebersamaan, artinya insan menyadari dirinya sebagai individu yang terpisah, namun juga menyadari bahwa kebahagiaan tergantung dari kebersamaan dengan orang lain.

Empat dualisme itu merupakan kondisi dasar eksistensi manusia. Jika kita ingin memahami jiwa manusia, maka kita harus melaksanakan ANALISIS KEBUTUHAN yang berasal dari kondisi eksistensi manusia. Kebutuhan insan berdasar eksistensi dibedakan menjadi dua oleh Fromm, yaitu :

A. Kebutuhan Kebebasan dan Keterikatan
  1. Relatedness, yaitu kebutuhan untuk bergabung dengan makhluk lain yang dicintai dan menjadi pecahan dari sesuatu. Individu yang tidak mempunyai kebutuhan ini umumnya cenderung memusatkan pikiran dan perasaan mereka sendiri. Inilah yang disebut dengan tingkah laris irasional (narsis).
  2. Rootedness, yaitu kebutuhan untuk mempunyai ikatan dalam kehidupan. Misalnya, membangun persaudaraan di masyarakat, atau di lingkungan kerja. 
  3. Transcendency, yaitu kebutuhan untuk mengatasi peranan pasif sebagai ciptaan, dengan menjadi pencipta atau pembentuk aktif dari kehidupannya. Misalnya, kreatif menghasilkan karya seni, ide, dan lain sebagainya. 
  4. Unity, yaitu kebutuhan mempersatukan hakekat hewan dan insan dalam diri seseorang, dengan cara membagi cinta dan kerjasama dengan orang lain. 
  5. Identity, yaitu kebutuhan untuk menyadari bahwa dirinya terpisah dari orang lain. Orang yang mempunyai kebutuhan ini bisa mengendalikan diri sendiri, bisa menciptakan keputusan, dan merasa bahwa hidupnya yaitu miliknya sendiri. Orang yang sehat tidak banyak membutuhkan penyesuaian diri dengan kelompok, hanya biar sanggup diterima oleh kelompok tersebut. Orang yang sehat itu mempunyai perasaan identitas yang otentik. 

B. Kebutuhan Memahami Dunia, Memiliki Tujuan, Memanfaatkan Sifat Unik Manusia. 
  1. Frame of Orientation, yaitu kebutuhan untuk mempunyai contoh yang terperinci mengenai segala hal yang sanggup dilakukan dalam hidup ini, sebagai dasar untuk sanggup sehat secara psikis. 
  2. Frame of Devotion, yaitu kebutuhan untuk mempunyai satu tujuan hidup yang mutlak, sebagai dedikasi hidupnya. Kebutuhan ini yang akan menciptakan seseorang mempunyai makna dalam hidupnya. 
  3. Excitation – Stimulation, yaitu kebutuhan untuk memakai kemampuan otaknya, dengan cara memperoleh stimulus, yang berfungsi sebagai masakan bagi jiwa seseorang. 
  4. Effectivity, yaitu kebutuhan untuk menyadari eksistensi diri, melawan perasaan tidak mampu, dan melatih kemampuannya. 

Fromm menyatakan bahwa orang yang sehat mental yaitu orang yang bisa bekerja produktif sesuai tuntutan lingkungan sosial, dan bisa berpartisipasi dalam kehidupan sosial yang penuh cinta. Dengan perkataan lain, normalitas yaitu keadaan optimal dari pertumbuhan (kemandirian) dan kebahagiaan (kebersamaan) dari individu. Ada dua cara untuk memperoleh makna dan kebersamaan dalam kehidupan, yaitu :
  1. Pendekatan Humanistik, yaitu usaha menyatu dengan orang lain untuk mencapai kebebasan positif, dengan tidak mengorbankan kebebasan atau integritas pribadi, melalui cinta, atau mulut perasaan dan kemampuan intelektual yang tulus.
  2. Pendekatan Mekanisme Pelarian, yaitu usaha menyatu dengan orang lain, dengan cara meninggalkan kebebasan dan integritas diri kepada seseorang yang sanggup memperlihatkan rasa aman. Ada tiga prosedur pelarian, menyerupai : (a) Otoritarianisme, kecenderungan menyerahkan kemandirian diri dan menggabungkannya dengan orang lain, untuk memperoleh kekuatan yang tidak dimiliki. Otoritarianisme ini sanggup berupa masokisme ataupun sadisme ; (b) Destruktif, kecenderungan untuk membangun kekerabatan dengan orang lain, melalui usaha untuk merusak kekuatan orang lain ; (c) Konformitas, kecenderungan berinteraksi dengan orang lain, dengan cara beradaptasi dengan kemauan orang lain. Orang yang memakai cara ini tidak pernah mengekspresikan pendapatnya, menyerahkan diri kepada standar tingkah laris yang diharapkan, dan cenderung tampil diam. 

Tipologi Sosial

Karakter Sosial. Menurut Fromm, huruf insan berkembang tahap demi tahap. Ini artinya bahwa insan harus berguru bagaimana bertingkah laris dan membuatkan karakternya. Peran huruf yaitu memampukan insan untuk berfungsi dalam kehidupan di dunia ini, tanpa harus berhenti memikirkan apa yang harus dilakukan. Misalnya, C yaitu orang yang jujur, maka C tidak perlu berpikir kalau ia dihadapkan pada suatu kondisi yang menuntut beliau untuk jujur. Secara otomatis, C niscaya akan berkata jujur.

Karakter berkembang dan dibuat oleh hukum sosial yang berlaku dimana seseorang tinggal. Jadi, huruf dihasilkan dari tekanan sosial untuk bertingkah laris dengan cara tertentu. Fromm membedakan huruf sosial menjadi dua : (1) Productiveness, yaitu hidup yang berorientasi positif ; (2) Nonproductiveness, yaitu hidup yang berorientasi negatif. Masing-masing jenis itu terdiri dari lima kategori, dimana antar kategori itu sanggup saling berkombinasi. Setiap orang sanggup mempunyai kombinasi kategori tersebut.

Karakter dan Masyarakat. Pada akhirnya, huruf yang berkembang di masyarakat akan mensugesti langsung seseorang. Masyarakat membentuk huruf langsung melalui orangtua dan pendidik, sehingga anak bersedia bertingkah laris menyerupai yang dikehendaki masyarakat. Misalnya, dalam budaya Jawa, seorang anak diajar untuk berbicara sopan kepada lain, biar orang lain mengenal orang Jawa sebagai langsung yang ramah. Di bawah ini akan diperlihatkan tabel huruf sosial.

Productiveness
(Ciri : loving, sharing, creative, independent, reasoning)

Nonproductiveness
(Ciri : narcistic, selfish, conforming, dependent, unreasoning)

Accepting
Percaya dengan kemampuan diri, independen, aktif, berpikir positif, mendapatkan diri dan orang lain apa adanya. 

Receptive
Dependen, pasif, tidak bisa melihat kekerabatan antara perbuatan dengan hasil, suka merengek.

Preserving
Kreatif, memanfaatkan segala sesuatu untuk laba diri sendiri dan orang lain.

Hoarding
Menarik diri, menyimpan hasil kerja untuk diri sendiri, mementingkan diri sendiri, curiga, kikir, semaunya sendiri.

Taking
Bekerjasama dengan orang lain, jujur, rasional.

Exploitative
Mengambil laba dari hasil yang dikerjakan orang lain.

Exchanging
Memperoleh laba tanpa merugikan orang lain, memberi kepuasan dari layanan dan produk yang dijual.

Marketing
Tidak benar-benar peduli pada orang lain, menjaga penampilan biar layak jual.

Biophilous
Mencintai kehidupan, peduli kesejahteraan orang lain, tidak menjauh dari orang lain, selalu bersama orang lain.

Necrophilous
Tertarik dengan kematian, kesakitan, kerusakan, kehancuran, menuntaskan dilema dengan kekerasan. 

Tipe Kepribadian yang Sehat berdasarkan Fromm

Setelah memahami definisi kepribadian, faktor besar lengan berkuasa yang mensugesti terbentuknya kepribadian, tingkah laris irasionalitas manusia, hakikat manusia, dan kebutuhan-kebutuhan yang dimilikinya., kita perlu juga memahami bagaimana tipe kepribadian yang sehat berdasarkan Fromm. Fromm menyebut kepribadian yang sehat dengan sebutan orientasi produktif. Konsep ini sama dengan konsep kepribadian yang matang berdasarkan Allport atau orang yang bisa aktualisasi diri berdasarkan Maslow. Fromm memakai kata orientasi, lantaran kata tersebut memperlihatkan perilaku umum atau pandangan yang meliputi semua segi kehidupan, respon intelektual, emosional, sensoris terhadap orang, benda, peristiwa, dan terhadap diri sendiri. Sedangkan kata produktif dipakai lantaran kata tersebut memperlihatkan adanya kemauan dan kemampuan untuk memakai segenap tenaga atau potensi untuk berfungsi sepenuhnya, mengaktualisasikan diri, mencintai, terbuka, dan mengalami.

Berikut ini akan dijelaskan apa yang dimaksud Fromm dengan orientasi produktif, yaitu :
  1. Cinta yang produktif, yaitu suatu kekerabatan insan yang bebas dan setara, dimana masing-masing orang sanggup mempertahankan individualitasnya, tidak hilang atau tidak berkurangnya diri, melainkan adanya diri yang diperluas. Cinta yang produktif meliputi empat sifat, yaitu perhatian, tanggung jawab, respek, dan pengetahuan akan diri orang lain.
  2. Pikiran yang produktif, yaitu pikiran yang meliputi kecerdasan, pertimbangan, dan objektivitas. Pikiran yang produktif berfokus pada seluruh gejala, bukan pada potongan tanda-tanda yang terpisah. Pikiran yang produktif didorong oleh ketelitian, respek, dan perhatian untuk menilai seluruh dilema secara objektif. 
  3. Kebahagiaan, yaitu hasil yang menyertai seluruh aktivitas produktif. Kebahagiaan bukan hanya sebuah perasaan semata, namun sebuah kondisi yang meningkatkan kesehatan fisik, penambahan gaya hidup, dan pemenuhan potensi seseorang. Kebahagiaan merupakan bukti bahwa seseorang berhasil dalam seni kehidupan. 
  4. Suara hati, yaitu bunyi dari dalam diri yang menggerakkan orang untuk berpikir dan bertingkah laris sesuai dengan hukum yang ada. 

Psikoterapi berdasarkan Fromm : Psikoanalisis Humanistik

Berdasarkan apa yang telah kita bahas, kita mengetahui bahwa pementingan Fromm dalam memandang kepribadian insan itu tidak lepas dari masyarakat. Sehingga, kalau kita ingin memahami tingkah laris irasionalitas seorang individu, kita perlu melihat bagaimana kondisi masyarakat dan huruf yang menempel besar lengan berkuasa pada masyarakat itu.

Dalam menangani kliennya, Fromm membuatkan sistem terapi sendiri, yaitu Psikoanalisis Humanistik, yang menekankan pada aspek interpersonal dari kekerabatan teraputik. Tujuan terapi Fromm yaitu biar klien memahami diri sendiri terlebih dahulu, sehingga pada alhasil sanggup memahami orang lain.

Fromm yakin bahwa klien mengikuti terapi yaitu untuk mencari kepuasan dari kebutuhan dasar kemanusiaannya, yaitu keterhubungan, keberakaran, transendensi, perasaan identitas, dan kerangka orientasi. Oleh lantaran itu, terapi harus dibangun melalui kekerabatan langsung yang baik antara terapis dengan klien. Hubungan yang baik itu sanggup tercipta melalui komunikasi yang tepat, penuh konsentrasi, kasih sayang, dan perasaan keterlibatan. Hal-hal ini sanggup mengembalikan perasaan klien sebagai insan yang bebas.

Daftar Pustaka

  • Alwisol (2009). Psikologi Kepribadian, Edisi Revisi. Malang : UMM Press
  • Feist, J & Gregory Feist (2010). Teori Kepribadian, Edisi 7, Buku 1. Jakarta : Salemba Humanika
  • Schultz, D (1991). Psikologi Pertumbuhan, Model-model Kepribadian Sehat. Yogyakarta : Penerbit Kanisius
  • Suryabrata, S (2011). Psikologi Kepribadian. Jakarta : RajaGrafindo Persada

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Memahami Teori Psikoanalisis Humanistik Berdasarkan Erich Fromm"

Post a Comment