Memahami Teori Psikologi Interpersonal (Harry Sullivan)

Setelah sebelumnya kami menjelaskan perihal Teori Psikoanalisis Sosial Menurut Karen Horney, kali ini kita akan membahas mengenai Teori Psikologi Interpersonal Menurut Harry Stack Sullivan. Melalui artikel ini diperlukan sanggup menunjukkan klarifikasi secara sempurna dan mendetil.
Kisah Harry Stack Sullivan (21 Februari 1892 – 14 Januari 1949)

Aku lahir di sebuah kota pertanian kecil di Norwich, New York, pada tanggal 21 Februari 1892. Aku yaitu satu-satunya anak yang berhasil bertahan hidup dari ayah berjulukan Timothy Sullivan dan ibu berjulukan Ella Stack Sullivan. Kedua orangtuaku berasal dari Irlandia. Sebenarnya, saya mempunyai dua abang laki-laki, tetapi mereka semua meninggal di tahun pertama mereka hidup.

Menjadi anak tunggal menciptakan ibu sangat melindungi dan memanjakanku. Aku paham kondisi ini, lantaran bagi ibu, mungkin merawatku yaitu salah satu kesempatan terakhirnya menjadi seorang ibu. Ayah yaitu pria pemalu, tertutup, dan pendiam. Ayah tidak pernah mempunyai kekerabatan erat denganku, bahkan hingga ibu meninggal dan saya telah menjadi dokter terkenal.

 Setelah sebelumnya kami menjelaskan perihal  Memahami Teori Psikologi Interpersonal (Harry Sullivan)
Teori Psikologi Interpersonal (Harry Sullivan)

Saat saya berusia tiga tahun, ayah menjadi buruh tani dan pabrik. Kami sempat pindah ke pertanian keluarga ibu di Smyrna. Namun, ibu menghilang, kemungkinan dirawat di rumah sakit jiwa selama satu tahun. Lalu saya dirawat oleh nenek dan bibi. Kedua orangtuaku dari keluarga miskin, namun ibu beropini bahwa keluarganya lebih superior secara sosial dibanding keluarga ayah. Menurutku anggapan ibu tidak tepat. Itu sebabnya, saya menyebarkan teori interpersonal, yang menekankan persamaan di antara manusia, dan bukan perbedaan.

Pada ketika sekolah, saya merasa sebagai orang asing, tidak mempunyai sahabat sebaya. Aku bukanlah anak populer. Namun, ketika berusia 8,5 tahun, saya mempunyai sahabat dekat, seorang anak pria usia 13 tahun. Anak itu berjulukan Clarence Bellinger. Kami berdua mempunyai kesamaan, yaitu cerdas secara intelektual, namun bodoh secara sosial. Selain itu, balasannya ketika masa dewasa, kami sama-sama menjadi psikiater dan tidak pernah menikah. Memiliki sahabat ibarat Clarence membantuku mempunyai kekerabatan yang karib dengan orang lain. Kemampuan untuk mengasihi orang lain inilah yang menurutku sebuah proses terapeutik atas perasaan sepi yang kualami. Namun, kedekatan kami menjadi prasangka bagi orang lain, termasuk sesama psikiater. Mereka menyebut kami mempunyai orientasi seksual menyimpang, yaitu homoseksual. Secara jujur harus kuakui, bahwa saya merasa tidak nyaman dengan seksualitasnya. Itu mungkin yang menjadi alasan mengapa saya mempunyai perasaan ambivalen terhadap pernikahan.

Tahun 1911, saya berguru kedokteran di Chicago College of Medicine and Surgery, dan menuntaskan kuliah pada tahun 1917. Setelah itu saya bekerja di Federal Board for Vocational Education dan Public Health Service. Kemudian pada tahun 1921, saya bekerja di St Elizabeth Hospital di Washington DC. Di rumah sakit ini, saya berteman dengan psikiater syaraf berjulukan William Alanson White. Selain itu, saya mempunyai kesempatan bekerja dengan pasien skizofrenia di rumah sakit. Tidak cukup hingga di situ, saya bekerja di Baltimore, kawasan dimana saya melaksanakan penelitian intensif mengenai skizofrenia. Penelitian ini mengantarkanku akan perkiraan mengenai pentingnya kekerabatan interpersonal. Ketika melaksanakan penelitian, saya berusaha memahami ucapan para pasien. Dengan itu, saya menyimpulkan bahwa skizofrenia yaitu sebuah cara mengatasi rasa cemas yang muncul dari lingkungan sosial dan kekerabatan interpersonal.

Aku tinggal di New York pada tahun 1930. Tempat tinggal ini dekat dengan beberapa psikiater dan ilmuwan sosial, ibarat Erich Fromm, Frieda Fromm Reichman, dan Karen Horney. Dalam menyebarkan teknik terapi, secara tidak eksklusif saya dipengaruhi oleh Freud, Adolf Meyer, dan William Alanson White. Namun, teori psikiatri interpersonal yang saya kembangkan bukanlah anutan psikoanalisis atau neo Freudian.

Gambaran Umum Teori Interpersonal

Harry Stack Sullivan yaitu orang Amerika pertama yang membangun teori kepribadian secara menyeluruh. Sullivan meyakini bahwa insan menyebarkan kepribadian dalam konteks sosial, lantaran tanpa orang lain, insan tidak akan mempunyai kepribadian. Sullivan menyatakan bahwa kalau ingin mengenali pribadi manusia, maka sanggup mengetahuinya melalui studi ilmiah mengenai kekerabatan interpersonal.

Teori Interpersonal dari Sullivan menekankan pentingnya setiap tahap perkembangan manusia, mulai dari bayi, kanak-kanak, remaja, dan dewasa. Perkembangan insan yang sehat ditentukan dari kemampuan insan untuk mempunyai kekerabatan intim dengan orang lain. Intim yang dimaksud disini bukan mengacu kepada seksual, tetapi merujuk kepada kekerabatan yang karib atau akrab.

Namun, sayangnya kekerabatan interpersonal yang intim pada tahap perkembangan manapun, sanggup mengalami kegagalan lantaran kecemasan. Hal ini khususnya terjadi pada masa remaja, dimana pada masa ini seorang anak mempunyai potensi untuk membina kekerabatan yang karib dengan temannya, tanpa disertai nafsu seksual.

Sayangnya, teori interpersonal ini tidak dijiwai secara penuh oleh pelopor teori tersebut. Sullivan mempunyai kekerabatan yang tidak memuaskan dengan orang lain. Pada ketika kanak-kanak, ia merasa sendirian dan terasing secara fisik. Pada masa remaja, ia mengalami satu episode skizofrenia. Pada masa dewasa, ia mengalami kekerabatan interpersonal yang ambivalen. Sangat ironis! Walaupun ia sendiri justru mempunyai kesulitan dalam membina kekerabatan interpersonal, namun teorinya ini mempunyai tugas dalam memahami kepribadian manusia.

Teori Kepribadian Sullivan

Sullivan memandang kepribadian sebagai sistem energi, dimana energi itu berupa :
  1. Ketegangan, yaitu potensi tindakan yang dialami dalam kondisi sadar dan tidak sadar. Sullivan menyatakan dua jenis ketegangan, yaitu kebutuhan dan kecemasan. Kebutuhan, merupakan ketegangan yang dibawa oleh ketidakseimbangan biologis dan psikis. Kebutuhan bersifat sementara, lantaran kalau sudah terpuaskan maka akan melemah, namun sanggup muncul kembali di lain waktu. Misalnya, kebutuhan akan makanan dan kasih sayang. Dalam teorinya, Sullivan menekankan pada kebutuhan psikis, yaitu kebutuhan interpersonal yang berupa kelembutan dari orang lain. Kecemasan. Sullivan percaya bahwa kecemasan muncul lantaran ditransfer dari orangtua ke anak melalui proses empati. Kecemasan ini mempunyai imbas merusak pada masa dewasa, lantaran menghambat perkembangan kekerabatan inetrepersonal yang sehat. Selain itu, kecemasan menciptakan orang tidak bisa belajar, rusaknya ingatan, mempersempit sudut pandang, bahkan menimbulkan amnesia total.
  2. Transformasi Energi, yaitu perjuangan mengubah ketegangan menjadi tingkah laris tersembunyi atau terbuka, untuk memuaskan kebutuhan dan mengurangi kecemasan. Tingkah laris tersembunyi sanggup berupa emosi, pikiran, atau tingkah laris yang tersembunyi. Dalam transformasi energi, tingkah laris yang konsisten akan disebut dengan dinamisme, atau sifat, atau teladan kebiasaan. Dinamisme mempunyai dua kelas, yaitu dinamisme yang berafiliasi dengan zona khusus pada badan dan dinamisme yang berkaitan dengan ketegangan. Dinamisme yang berkaitan dengan ketegangan terdiri dari tiga kategori, yaitu disjungtif, mengasingkan, dan konjungtif. Disjungtif, yaitu teladan tingkah laris destruktif, berkaitan dengan konsep kedengkian. Kedengkian muncul pada usia sekitar dua atau tiga tahun, ketika orangtua berusaha mengendalikan tingkah laris anak dengan teguran atau tindakan fisik. Tindakan dengki sanggup berupa sifat penakut, nakal, kejam, dan tingkah laris antisosial lainnya. Mengasingkan, yaitu teladan tingkah laris yang tidak berafiliasi dengan kekerabatan interpersonal, ibarat nafsu seksual, yang tidak butuh siapapun untuk memenuhinya. Konjungtif, yaitu teladan tingkah laris yang bermanfaat, ibarat keintiman dan sistem diri. KEINTIMAN berbeda dengan minat seksual, lantaran keintiman itu muncul sebelum masa pubertas. Keintiman membutuhkan kemitraan yang seimbang dan sebanding. Keintiman membantu seseorang mengurangi kecemasan, sehingga keintiman yaitu pengalaman berharga yang diinginkan semua orang sehat. SISTEM DIRI berkembang lebih dahulu dibanding keintiman. Sistem diri merupakan sistem peringatan diri yang bisa mendeteksi adanya peningkatan atau penurunan kecemasan. Di satu sisi, sistem diri bisa melindungi insan dari rasa cemas, namun di sisi lain hal ini merugikan pertumbuhan dan perkembangan kepribadian. Mengapa demikian? Karena sebenarnya, objek kecemasan terkadang harus dihadapi, bukan dihindari. Manusia perlu berguru menghadapi itu biar dirinya mengalami perubahan menjadi pribadi yang berkembang. 

Tingkat Kognisi

Dalam teorinya, Sullivan menyebutkan mengenai tingkat kognisi, yaitu suatu hal yang mengacu pada proses merasa, membayangkan, dan memahami. Sullivan membagi kognisi menjadi tiga tingkat, yaitu :
  1. Prototaksis, yaitu tingkat dimana sebuah pengalaman tidak sanggup dikenali, dikomunikasikan, atau digambarkan. Pengalaman itu terkait dengan zona badan yang berbeda. Misalnya, bayi merasa lapar dan sakit, maka ia menangis dan mengisap ibu jarinya. Bayi tidak tahu alasan tindakannya dan tidak sanggup melihat kekerabatan antara tindakan dengan rasa lapar yang terpuaskan. Pengalaman ini terjadi di luar ingatan sadar. Pada orang dewasa, pengalaman prototaksis sanggup berbentuk sensasi sementara, bayangan, perasaan, suasana hati, atau kesan. 
  2. Parataksis, yaitu tingkat dimana pengalaman pralogis muncul, lantaran seseorang berasumsi bahwa dua insiden yang muncul bersamaan mempunyai kekerabatan alasannya akibat. Kesimpulan kurang sempurna ini disebut distorsi parataksis. Kognisi parataksis lebih gampang dikenali dari prototaksis, namun mempunyai makna pribadi. Pengalaman ini sanggup dikomunikasikan dengan orang lain, dalam bentuk yang telah diubah. 
  3. Sintaksis, yaitu tingkat dimana sebuah pengalaman sanggup disepakati dan dikomunikasikan secara simbolis. Kognisi ini muncul pertama kali, ketika bunyi atau gerakan kode mulai mempunyai makna yang sama bagi anak maupun orangtua. Pengalaman yang remaja yaitu pengalaman yang terjadi di ketiga tingkat. 

Tahapan Perkembangan

Sullivan menyatakan bahwa ada tujuh tahap perkembangan yang sanggup mempengaruhi pembentukkan kepribadian manusia. Selain sanggup dibuat atau terbentuk, kepribadian juga sanggup mengalami perubahan. Perubahan kepribadian sanggup terjadi pada ketika apapun, namun cenderung terjadi pada masa transisi, dari satu tahap perkembangan ke tahap perkembangan berikutnya.

Tujuh tahap perkembangan itu yaitu :
  1. Masa Bayi. Masa ini terjadi pada usia 18 – 24 bulan. Sullivan meyakini bahwa pada masa ini, seorang bayi menjadi insan melalui kelembutan seorang ibu. Bentuk kekerabatan ibu dan bayi sanggup menjadi sumber kecemasan dalam diri bayi tersebut. Kecemasan ibu selalu berasal dari pengalaman terdahulunya. Kecemasan bayi selalu dikaitkan dengan situasi perawatan yang terkait dengan zona oral. Misalnya, makan, minum, dll. Jika bayi merasa cemas, maka ada kemungkinan ia akan mencoba cara apapun untuk mengatasi kecemasan tersebut, ibarat menolak puting susu ibu atau menangis. Menangis ini sanggup disebabkan lantaran bayi cemas atau merasa lapar. Pada kondisi ini, bayi akan mulai membedakan sosok ibu, sebagai sosok ibu yang baik atau ibu yang buruk. Di sinilah persepsi awal bayi mengenai kekerabatan interpersonal secara sepihak terbentuk. Disebut secara sepihak, lantaran dalam kekerabatan ini, bayi hanya sanggup menerima, belum memberi. 
  2. Masa Kanak-kanak. Masa ini terjadi pada usia sekitar 2 – 6 tahun. Pada masa ini, ibu tetaplah menjadi orang lain yang paling signifikan bagi anak. Namun, anak mulai sanggup melihat tugas ayah baginya. Pada masa ini, kekerabatan interpersonal tidak terjadi secara sepihak saja, tetapi berbalasan. Misalnya, anak bisa memberi kasih sayang, sama halnya ia sudah mendapatkan kasih sayang. Selain itu, anak prasekolah pada masa ini juga membentuk kekerabatan interpersonal dengan sahabat khayalan. Sullivan menyatakan bahwa mempunyai sahabat imajinasi bukanlah tanda ketidakstabilan, namun sebuah insiden positif yang membantu anak untuk siap dan berdikari menghadapi keintiman dengan sahabat nyata, di masa selanjutnya. 
  3. Masa Juvenil. Masa ini terjadi pada usia 6 – 8,5 tahun. Masa ini ditandai dengan adanya kebutuhan akan kelompok sahabat bermain yang mempunyai status sama. Namun, di simpulan masa ini, anak akan menemukan satu sahabat yang sangat bersahabat dengannya. Pada masa ini, Sullivan meyakini bahwa anak pada masa ini, sebaiknya berguru untuk bersaing, berkompromi, dan bekerjasama. Ketiga hal ini penting dilakukan lantaran akan membantu anak untuk berguru bermasyarakat dan menjalin kekerabatan interpersonal.
  4. Masa Praremaja. Pada masa ini, anak memulai menjalin kekerabatan intim dengan orang tertentu, biasanya dengan jenis kelamin, usia, dan status yang sama. Hubungan yang terjalin pada masa ini tidak terpusat pada diri sendiri, melainkan sudah didasari oleh ketulusan dalam berteman. Sullivan menyebut kondisi ini sebagai proses seorang anak menjadi makhluk sosial. Memiliki sahabat yaitu hal yang penting pada masa ini lantaran memungkinkan anak untuk memperoleh kepribadian yang berkembang dan minat luas dalam lingkungan sosial. Jika anak tidak berguru mengenai keintiman di masa ini, kepribadian mereka tidak akan bertumbuh dengan maksimal. 
  5. Masa Remaja Awal. Masa ini ditandai oleh pubertas dan munculnya ketertarikan dengan lawan jenis. Ini yang kita sebut sebagai kekerabatan intim yang disertai dengan nafsu seksual. Dapat dikatakan bahwa masa ini menimbulkan remaja menjadi stres, lantaran di satu sisi remaja ingin membina kekerabatan intim yang tidak disertai nafsu seksual, namun di sisi lain, pubertas yang dialami remaja menimbulkan nafsu seksual itu muncul. Jika remaja bisa keluar dari konflik ini, yaitu bisa membina kekerabatan intim dan bisa mengendalikan nafsu seksualnya, maka ini yaitu titik balik dalam pertumbuhan dan perkembangan kepribadiannya. Kondisi ini akan membantu remaja di masa selanjutnya, yaitu tidak melihat lawan jenis sebagai objek seksual semata. 
  6. Masa Remaja Akhir. Masa ini ditandai ketika remaja bisa mencicipi keintiman dengan orang yang sama dan menjalin kekerabatan cinta di dalamnya. Selain itu, remaja ini akan mulai membina kekerabatan di sekolah tinggi tinggi, kawasan bekerja, dengan cara bertukar pikiran atau ide. Kemampuan membina kekerabatan di masa ini, dipengaruhi oleh kemampuan di masa sebelumnya. Jika gagal di masa sebelumnya, maka remaja akan membina kekerabatan tanpa keintiman (hubungan yang tidak mendalam atau dangkal). 
  7. Masa Dewasa. Pada masa ini, insan akan mencapai kekerabatan cinta dengan orang yang signifikan. Sullivan tidak terlalu banyak mengemukakan pendapat mengenai masa remaja ini. Ia menyatakan bahwa orang yang sudah mencapai kemampuan mengasihi bukanlah orang yang membutuhkan konsultasi lagi. Namun, ia menyampaikan bahwa kondisi klinis yang terjadi pada masa dewasa, bukanlah terjadi di masa itu, tetapi hasil dari masa-masa sebelumnya. 

Gangguan Kepribadian

Dalam Teori Interpersonal, Sullivan meyakini bahwa gangguan psikologis disebabkan lantaran faktor interpersonal. Oleh lantaran itu, gangguan ini sanggup dipahami dengan memahami kondisi lingkungan sosial. Awal mula karirnya yaitu ketika Sullivan bekerja dengan pasien yang mengalami skizofrenia. Sullivan membedakan dua jenis skizofrenia, yaitu gangguan yang mempunyai tanda-tanda lantaran faktor organik dan gangguan yang mempunyai tanda-tanda lantaran faktor lingkungan. Jika disebabkan oleh faktor organik, maka Sullivan menyatakan bahwa hal itu berada di luar ilmu psikiatri interpersonal. Namun, kalau disebabkan oleh faktor lingkungan, maka gangguan ini menjadi sentra perhatian Sullivan, lantaran kondisi orang yang mengalami gangguan skizofrenia itu sanggup dipulihkan dengan psikiatri interpersonal. Orang yang mengalami gangguan skizofrenia ditandai dengan kondisi awal, yaitu kesendirian, rasa percaya diri yang rendah, emosi yang tidak wajar, dan mempunyai kekerabatan tidak memuaskan dengan orang lain.

Psikoterapi

Sullivan meyakini bahwa gangguan psikologis disebabkan lantaran adanya kendala dalam kekerabatan interpersonal. Oleh lantaran itu, ia menciptakan mekanisme psikoterapinya berdasarkan perjuangan memperbaiki kekerabatan klien dengan orang lain. Proses ini dilakukan dengan cara terapis berperan sebagai pengamat partisipan, yaitu menjadi cuilan dari kekerabatan interpersonal klien, melaksanakan tatap muka dengan klien, dan memberi kesempatan klien untuk berkomunikasi dengan orang lain.

Cara Sullivan menangani klien yang mengalami skizofrenia sangat radikal. Ia menempatkan klien di bangsal yang sesuai pilihan klien. Klien tersebut ditangani tenaga nonprofesional yang terlatih, dan berperan sebagai sahabat sesama manusia. Cara ini sangat efektif lantaran klien-kliennya sembuh.

Erich Fromm menilai bahwa cara Sullivan ini baik, lantaran skizofrenia sebagai gangguan psikosis, bukan disebabkan lantaran gangguan fisik. Selain itu, ia menyatakan bahwa kekerabatan insan dengan orang lain yaitu intisari pertumbuhan psikologis.

Tujuan umum terapi Sullivan yaitu mengungkap kesulitan klien dalam berafiliasi dengan orang lain. Untuk membantu tujuan ini, ada dua hal yang dilakukan terapis, yaitu : (1) mendorong klien merasa kondusif ketika bertemu orang lain dan (2) membantu klien menyadari bahwa kalau klien bisa membina kekerabatan pribadi dengan orang lain, maka ia akan sehat secara mental.

Sekian artikel tentang Teori Psikologi Interpersonal Menurut Harry Stack Sullivan. Semoga bermanfaat.

Daftar Pustaka
  • Alwisol (2009). Psikologi Kepribadian, Edisi Revisi. Malang : UMM Press
  • Feist, J & Gregory Feist (2010). Teori Kepribadian, Edisi 7, Buku 1. Jakarta : Salemba Humanika
  • Schultz, D (1991). Psikologi Pertumbuhan, Model-model Kepribadian Sehat. Yogyakarta : Penerbit Kanisius
  • Suryabrata, S (2011). Psikologi Kepribadian. Jakarta : RajaGrafindo Persada

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Memahami Teori Psikologi Interpersonal (Harry Sullivan)"

Post a Comment