Kreativitas: Pengertian, Potensi Kreatif, Faktor-Faktor, Dan Nilai Kreativitas

Kreativitas: Pengertian, Potensi Kreatif, Faktor-faktor, dan Nilai Kreativitas - Beberapa waktu kemudian Indonesia menjadi tuan rumah dalam penyelenggaraan Asian Games. Kita semua menyaksikan proses pembukaan dan penutupan program yang begitu megah dan terlihat 'cetar'. Di balik itu semua ada suatu proses kenapa hal tersebut sanggup dibilang istimewa yaitu kreatifitas. Panitia menyusun sekreatif mungkin supaya sanggup terlihat menarik program tersebut. Dalam artikel ini kita akan membahas dan membedah apa itu kreatif dan unsur yang ada di dalamnya.

 Beberapa waktu kemudian Indonesia menjadi tuan rumah dalam penyelenggaraan Asian Games Kreativitas: Pengertian, Potensi Kreatif, Faktor-faktor, dan Nilai Kreativitas
Apa itu Kreativitas?
Baca juga: Apa itu Peran Seks dan Proses Terbentuknya?

Pengertian Kreativitas

Rhodes (dalam Munandar, 2004 dan Muradriarini, 2006) menyimpulkan bahwa kreativitas dirumuskan dalam istilah pribadi, proses, produk dan kreativitas sanggup pula ditinjau dari kondisi pribadi dan lingkungan yang mendorong individu ke sikap kreatif yang disebut dengan “Four P’s of Creativity: Person, Process, Press, Product”. Definisi kreativitas berfokus pada salah satu dari empat P ini atau kombinasinya, keempat P tersebut saling berkaitan: pribadi kreatif yang melibatkan diri dalam proses kreatif dan dengan santunan dan dorongan (press) dari lingkungan menghasilkan produk kreatif. Definisi perihal kreativitas berdasarkan empat P yaitu:

a. Definisi Pribadi (Person)

Menurut Hulbeck (dalam Munandar, 2004) tindakan kreatif muncul dari keunikan keseluruhan kepribadian dalam interaksi dengan lingkungannya. Sternberg (dalam Munandar, 2004) mendefinisikan kreativitas sebagai titik pertemuan yang khas antara tiga atribut psikologis intelegensi, gaya kognitif, dan kepribadian/motivasi.

b. Definisi Proses (Process)

Menurut Torrance (dalam Munandar, 2004) kreativitas intinya mirip langkah-langkah dalam metode ilmiah, yaitu: suatu proses. menentukan masalah, batasan informasi, kesalahan bagian, sesuatu yang dipertanyakan; merumuskan hipotesis; penilaian dan pengujian hipotesis; revisi dan pengujiannya; membuat kesimpulan dan memberikan hasil.

Langkah-langkah proses kreatif berdasarkan Menurut Wallas (dalam Suharnan, 2005) meliputi:

1. Orientasi: Masalah dirumuskan dan aspek-aspek masalah diidentifikasi
2. Preparasi (persiapan)

Pada tahap ini individu berusaha mengumpulkan aneka macam macam isu yang relevan dengan permasalahan yang sedang dihadapi. Informasi secara lengkap sangat dibutuhkan supaya seseorang sanggup lebih memahami pokok permasalahan dan hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan tersebut. Salah satu proses yang penting pada tahap ini yakni merumuskan kembali apa yang menjadi pokok permasalahan.

3 Inkubasi
Pada tahap ini individu dengan sengaja untuk sementara waktu tidak memikirkan masalah yang sedang dicari pemecahannya. Meski demikian sebetulnya di dalam pikiran tidak sadar individu tersebut tetap berlangsung proses pencarian masalah.

4. Iluminasi
Suatu gagasan atau r`encana pemecahan telah ditemukan, namun gagasan tersebut masih berupa gagasan pokok atau secara garis besar dimana proses ini disebut pengalaman “Aha Erlebnis” atau masa inkubasi berakhir dikala diperoleh semacam pandangan gres atau serangkaian insight (inspirasi atau gagasan baru) yang memecahkan masalah.

5. Verifikasi
Pada tahap tamat proses berpikir kreatif yakni melaksanakan gagasan yang ditemukan itu atau tahap dimana ide atau kreasi gres tersebut harus diuji terhadap realitas.

c. Definisi Produk (Product)

Baron (dalam Munandar, 2004) menyatakan bahwa kreativitas yakni kemampuan untuk menghasilkan/menciptakan sesuatu yang baru. Menurut Haefele (dalam Munandar, 2004) kreativitas yakni kemampuan untuk membuat kombinasi-kombinasi gres yang mempunyai makna sosial. Rogers (dalam Vernon, 1989) mengemukakan kriteria untuk produk kreatif adalah: Produk itu harus aktual (observable), produk itu harus gres dan produk itu yakni hasil dari kualitas unik individu dalam interaksi dengan lingkungannya.

d. Definisi Pendorong (Press)

Kreativitas menekankan faktor dorongan (press) baik dorongan internal (dari diri sendiri berupa harapan dan hasrat untuk mencipta atau bersibuk diri secara kreatif) maupun dorongan eksternal dari lingkungan sosial dan psikologis. Definisi Simpson (dalam Vernon, 1989) merujuk pada aspek dorongan internal yaitu kemampuan kreatif dirumuskan sebagai "The initiative that one manifests by his power to Break away from the usual sequence of thought". Artinya: Suatu bentuk ide yang dimiliki oleh individu sebagai kekuatan untuk melepas atau berbeda dari suatu kebiasaan.

Definisi kreativitas berdasarkan pandapat para andal antara lain: Kreativitas berasal dari kata latin creare yang artinya menciptakan, berdasarkan Munandar (1995) kreativitas merupakan kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan dan originalitas dalam berpikir serta kemampuan untuk mengelaborasikan atau memerinci suatu gagasan. Munandar (1992) menyatakan kreativitas yakni kemampuan untuk membuat kombinasi gres berdasarkan data, informasi, atau unsur-unsur yang ada. Vernon (1989) mendefinisikan kreativitas sebagai kemampuan individu untuk melahirkan ide yang gres atau orisinil, pemahaman baru, inovasi baru, atau benda-benda seni gres yang berdasarkan para andal mempunyai nilai dalam segi ilmiah, keindahan, sosial, atau teknologi.

Menurut Santrock (dalam Muradriarini, 2006) kreativitas yakni kemampuan untuk memikirkan perihal sesuatu dalam cara yang gres dan tidak biasanya serta untuk mendapatkan solusi-solusi yang unik. Halpern (dalam Suharnan, 2005) mendefinisikan kreativitas sebagai acara kognitif atau proses berfikir untuk menghasilkan gagasan-gagasan yang gres dan berkhasiat atau new ideas and useful. Drevdahl (dalam Hurlock, 1990) memberi batasan kreativitas sebagai kemampuan seseorang untuk menghasilkan komposisi, produk atau gagasan apa saja yang intinya gres dan sebelumnya tidak dikenal pembuatnya. Kreativitas merupakan acara berpikir untuk menghasilkan gagasan-gagasan baru, tindakan-tindakan baru, atau pemecahan gres bagi suatu masalah (Suharnan, 2005).

Meskipun pemberian batasan mengenai kreativitas mengalami kesulitan, akan tetapi Guilford (dalam Suharnan, 2005) dengan tegas memperlihatkan penitikberatan dalam membedakan antara cara berpikir divergen atau konvergen. Cara berpikir divergen yakni bentuk aliran yang terbuka dalam membuatkan aneka macam alternatif yang logis terhadap suatu persoalan, dimana penekanannya terletak pada keanekaragaman, kualitas serta relevansi hasil dari sumber yang sama atau proses berpikir yang berorientasi pada inovasi tanggapan atau alternatif yang banyak. Sedangkan cara berfikir konvergen merupakan cara berfikir yang menuju tercapainya suatu tanggapan yang paling tepat terhadap suatu persoalan. Cara aliran pertama yang dimiliki orang-orang yang berpotensi kreatif. Menurut Torrance (dalam Harjaningrum, 2007) kreativitas tidak hanya tergantung dari inspirasi individu, akan tetapi juga menuntut adanya ketekunan, keuletan, waktu serta kerja keras, supaya seseorang sanggup membuatkan kreativitasnya maka individu tersebut harus banyak diberikan kesempatan melatih dirinya.

Beberapa pengertian kreativitas yang dikemukakan oleh andal di atas sanggup dibentuk suatu kesimpulan, bahwa kreativitas yakni suatu kemampuan yang sangat unik, suatu kemampuan berpikir dalam memecahkan masalah secara serentak/simultan atau divergen, bertentangan dengan kemampuan berpikir konvensional yaitu secara konvergen. Kreativitas sanggup berupa kegiatan imajinatif atau sintesis aliran yang kesannya bukan hanya perangkuman, tapi juga meliputi pembentukan referensi gres dan adonan isu yang diperoleh dari pengalaman sebelumnya dan perpaduan kekerabatan usang ke situasi gres yang akan membentuk kekerabatan baru. Kreativitas harus mempunyai maksud dan tujuan yang ditentukan bukan fantasi semata, walaupun merupakan hasil yang tepat dan lengkap. Kreativitas sanggup berbentuk produk seni, produk ilmiah atau mungkin bersifat prosedural atau metodologis.

Potensi Kreatif Dalam Produksi Divergen

Potensi kreatif berdasarkan Guilford (dalam Suharnan, 2005) merupakan kecenderungan atau disposisi personal yang merupakan sekumpulan kualitas yang relatif tetap yang sanggup dipakai untuk berfikir kreatif. Menurut Munandar (1992) berpikir kreatif yakni kemampuan berpikir berdasarkan data atau isu yang tersedia untuk menemukan banyak kemungkinan tanggapan terhadap suatu masalah dimana penekanannya yakni pada kuantitas, ketepatgunaan, dan keragaman jawaban. Suatu proses perihal berfikir kreatif dinamakan produk kreatif, sedangkan sejumlah hasil kreatif dalam bentuk produk tersebut disebut sebagai produktivitas kreatif.

Menurut Guilford (dalam Suharnan, 2005) faktor-faktor utama yang menandai kemampuan berfikir kreatif yaitu:

a. Kelancaran (Fluency)

Yaitu kemampuan individu untuk mengemukakan gagasan-gagasan yang ada dalam pikirannya atau kemampuan seseorang menghasilkan gagasan yang banyak. Ada empat macam bentuk fluency, yaitu word fluency (kemampuan menghasilkan kata-kata secara cepat mempersyaratkan simbolik tertentu), assocional fluency (kemampuan menghasilkan kata-kata dari area pengertian yang terbatas dan ada kekerabatan tertentu), ekspresional fluency (kemampuan menyusun kalimat dari kata tertentu yang tersedia), dan identional fluency (kemampuan menyusun ide-ide dalam situasi yang relatif bebas tanpa pembatasan untuk memenuhi maksud yang diperlukan).

b. Keluwesan berpikir (Flexibility)

Yaitu kemampuan individu untuk mengubah cara berfikir yang gres secara langsung. Ada dua macam flexibility yaitu spontaneous flexibility (kemampuan menghasilkan ide-ide secara spontan), dan adaptive flexibility (kemampuan memecahkan masalah secara adaptif).

c. Berpikir tidak lazim (Originality)

Yaitu kemampuan menghasilkan respon-respon yang tidak biasa atau bentuk keaslian berpikir mengenai sesuatu yang belum dipikirkan orang lain. Ada tiga cara untuk mendeteksinya, yaitu memperhatikan tingkat kejarangan respon dalam pengertian statistik, kekerabatan stimulus respon dalam arti aliran logis, kebijaksanaan respon yang diberikan.

d. Kerincian (Elaboration)

Yaitu kemampuan melengkapi atau menguraikan gagasan secara terperinci terhadap suatu kerangka untuk menghasilkan implikasi atau kemampuan memerinci suatu gagasan pokok kedalam gagasan-gagasan yang lebih kecil.

Menurut teori struktur intelek yang diajukan Guilford (dalam Suharnan, 2005) diantara jenis berpikir yang akrab hubungannya dengan kreativitas yakni berpikir divergen, berpikir divergen merupakan jenis kemampuan berpikir yang berpotensi untuk dipakai dikala individu melaksanakan acara atau memecahkan masalah secara kreatif. Guilford (dalam Munandar, 2004) membuat suatu teori perihal intelegensi yang digambarkan dalam bentuk kubus tiga dimensi yang dimaksudkan untuk menampilkan semua kemampuan intelek manusia, ketiga dimensi atau matra tersebut antara lain adalah: konten (materi), produk dan operasi. Guilford membedakan empat kategori materi yaitu figural, simbolik, semantik, dan sikap (behavioral); enam kategori produk yaitu unit, kelas, hubungan, sistem, transformasi, implikasi; dan lima kategori operasi yaitu kognisi, ingatan, berpikir divergen, berpikir konvergen dan evaluasi. Operasi intelektual memperlihatkan proses aliran yang berlangsung, konten jenis materi yang dipakai dan produk merupakan hasil dari operasi (proses) tertentu yang diterapkan pada konten (materi) tertentu.

Lima kategori operasi intelektual sanggup dirumuskan sebagai berikut:

1. Kognisi yakni penerimaan dan pengenalan kembali informasi, proses terbentuknya pengertian.
2. Ingatan yakni pemantapan isu yang gres diperoleh.
3. Berpikir konvergen yakni pemberian tanggapan atau penarikan kesimpulan yang logis (penalaran) dari isu yang diberikan dengan penitikberatan pada pencapaian tanggapan tunggal yang paling tepat atau satu-satunya tanggapan yang benar.
4. Berpikir divergen (juga disebut berpikir kreatif) yakni memperlihatkan macam-macam kemungkinan tanggapan berdasarkan isu yang diberikan dengan penitikberatan pada keragaman jumlah dan kesesuaian.
5. Evaluasi atau penilaian yakni membuat pertimbangan dengan membandingkan bahan-bahan isu sesuai dengan tolak ukur tertentu.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kreativitas

Dalam aneka macam literatur, ada beberapa faktor yang mensugesti perkembangan kreativitas sebagai berikut:

a. Rasa kondusif secara psikologis

Menurut Rogers (dalam Muradriarini, 2006) menyatakan keamanan psikologis sanggup terbentuk dari tiga proses yang berafiliasi yaitu: mendapatkan individu sebagaimana adanya dengan segala kelebihan dan keterbatasannya, mengusahakan suasana yang di dalamnya tidak terdapat penilaian eksternal atau sekurang-kurangnya tidak bersifat dan mempunyai imbas yang mengancam, dan memperlihatkan pengertian secara empatis atau sanggup ikut menghayati. Rogers (dalam Vernon, 1989) menyatakan bahwa keamanan psikologis sebagai kondisi eksternal yang memupuk kreativitas konstruktif, tetapi lingkungan tersebut tetap harus mempunyai tantangan bagi individu lantaran apabila seseorang sudah puas dengan segala sesuatu maka individu cenderung untuk mempertahankan situasi tersebut.

b. Kebebasan psikologis

Tersedianya kesempatan bagi individu untuk mengungkapkan perasaan dan pikirannya secara masuk akal yang berarti individu telah memperoleh kebebasan secara psikologis. Rogers (dalam Muradriarini, 2006) menyatakan kebebasan psikologis yang memungkinkan timbulnya kreativitas, kebebasan psikologis berarti mengizinkan atau memberi kesempatan pada anak untuk mengekspresikan secara simbolis pikiran atau perasaannya. Orang renta yang percaya untuk memperlihatkan kebebasan kepada anak cenderung mempunyai anak yang kreatif, mereka tidak otoriter, tidak selalu mengawasi anak, dan mereka tidak terlalu membatasi kegiatan anak serta tidak terlalu cemas mengenai anak mereka (Munandar, 2004).

Anastasi (dalam Munandar, 1992) menyebutkan bahwa sikap orang renta yang membatasi anak untuk berfantasi serta membatasi rasa ingin tahu dan harapan anak untuk memanipulasi objek disekitar lingkungan akan menghambat kelancaran berkembangnya kreativitas. Demikian juga berdasarkan Wright (dalam Munandar, 1992) menyatakan bahwa orang renta perlu memperlihatkan lebih banyak kebebasan bagi anak untuk memuaskan rasa ingin tahunya dan memberi kebebasan untuk anak bereksplorasi dan bereksperimen, serta lebih mementingkan penglaman gres dari pada kesuksesan atau kegagalan alasannya yakni rasa takut gagal yakni penghambat utama perkembangan kreativitas.

c. Peran seks yang fleksibel

Anastasi dan Torrance (dalam Munandar, 1992) menyampaikan bahwa faktor penghambat perkembangan kreativitas yakni sikap terlalu menekankan pada tugas seks, yaitu sifat sanggup berdiri diatas kaki sendiri dan otonomi dipandang sebagai huruf maskulin, kepekaan (sensitivitas) dinilai sebagai huruf feminin, sedangkan pada hakekatnya kreativitas meliputi keduanya.

Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa individu kreatif berasal dari keluarga yang tidak terlalu terikat pada stereotype tugas seks tradisional, yaitu tugas seks yang hanya menekankan pada salah satu huruf saja contohnya tugas seks feminin saja atau maskulin harus maskulin atau bisa dikatakan tugas seks tradisional hanya mempunyai dua dimensi yaitu maskulin saja atau feminin saja. Sedangkan yang diharapkan muncul yakni tugas seks yang sederajat (egalitarian) atau tugas seks androgini yaitu pembauran secara seimbang antara sifat positif dari maskulin dan feminin (Munandar, 1995).

Penerapan tugas seks tradisional secara kaku terbukti cenderung membatasi perilaku, termasuk sikap kreatif dan menuntut konformitas atau penyesuaian individu untuk berperan berdasarkan tugas seksnya (Vernon, 1989).

d. Jenis kelamin

Menurut Hurlock (dalam Ayu, 2007) bahwa anak pria memperlihatkan kreativitas yang lebih besar dari anak perempuan, hal ini terjadi bukan lantaran intinya pria lebih kreatif daripada perempuan. Akan tetapi, pria menjadi lebih kreatif lantaran budaya memperlihatkan tekanan yang berbeda pada pria dan perempuan. Sejak dini anak pria diberi mainan rakitan, mobil-mobilan yang diharapkan untuk lebih cakap dalam acara fisik serta lebih agresif. Sedangkan anak wanita diberi mainan boneka, buku-buku yang diharapkan lebih diam, menurut, serta mengekspresikan diri secara ekspresi daripada motorik.

Coleman dan Hammen (dalam Rakhmat, 2005) menjelaskan beberapa faktor yang mensugesti kreativitas:

1. Kemampuan kognitif : kemampuan melahirkan gagasan-gagasan baru, gagasan-gagasan yang berlainan, dan fleksibilitas kognitif.
2. Sikap yang terbuka : orang yang kreatif mempersiapkan dirinya mendapatkan stimuli internal dan eksternal, mempunyai minat yang bermacam-macam dan luas.
3. Sikap yang bebas, otonom, dan percaya pada diri sendiri.

Rhodes (dalam Munandar, 2004 dan Ayu 2007) menyatakan bahwa dalam membuatkan kreativitas perlu adanya seni administrasi 4-P yaitu kreativitas sebagai produk (product), pribadi (person), proses (process) dan pendorong (press). Ditinjau dari produknya maka kreativitas sanggup diartikan sebagai kemampuan untuk membuat produk-produk baru. Pengertian gres disini bukan berarti gres sama sekali, namun merupakan suatu adonan dari beberapa hal yang sudah ada sebelumnya. Bila ditinjau dari pribadinya, kreativitas sanggup diartikan sebagai adanya ciri-ciri kreativitas yang terdapat pada pribadi teman. Ciri-ciri tersebut terdiri dari ciri yang bersifat aptitude atau kognitif (berkaitan dengan kemampuan berpikir) dan ciri yang bersifat non-aptitude atau afektif (berkaitan dengan sikap dan perasaaan). Ditinjau dari segi prosesnya, sanggup dirumuskan bahwa kreativitas merupakan kemampuan untuk membentuk kombinasi-kombinasi gres dari dua konsep atau lebih yang sudah ada dalam pikiran. Kreativitas supaya sanggup berkembang, perlu adanya pendorong atau proses, yang adanya bisa dari diri sendiri (internal) contohnya hasrat atau motivasi dan dorongan dari luar (eksternal) baik berupa pengalaman-pengalaman, penghargaan orang renta atas kreativitas anak, sarana dan prasarana yang menunjang sikap kreatif dan sebagainya.

Nilai Kreativitas

Terdapat beberapa alasan mengapa kreativitas begitu bernilai sehingga penting untuk dipupuk dan dikembangkan, Munandar (2004) mengajukan empat alasan mengenai arti penting kreativitas, yaitu:

1. Individu sanggup mewujudkan dirinya dengan berkreasi, dimana perwujudan diri termasuk salah satu kebutuhan pokok dalam hidup manusia.

2. Berpikir kreatif merupakan kemampuan untuk melihat bermacam-macam alternatif pemecahan masalah, sehingga sanggup membantu pembiasaan individu dalam situasi baru.

3. Bersibuk diri secara kreatif merupakan kegiatan bermakna yang keuntungannya bisa dirasakan oleh individu itu sendiri dan masyarakat serta sanggup menjadikan rasa senang, kepuasan dan keberhasilan, juga meningkatkan harga diri.

4. Kreativitas memungkinkan insan meningkatkan kualitas hidupnya.
Dalam kala pembangunan ini kesejahteraan dan kejayaan masyarakat dan negara bergantung pada sumbangan kreatif, berupa ide-ide baru, inovasi baru, dan teknologi gres dari anggota masyarakatnya.

5. Kreativitas Remaja
Remaja merupakan sekelompok insan yang penuh potensi, yang mana dengan potensinya cukup umur perlu membuatkan untuk memenuhi tanggung jawabnya sebagai penerus bangsa. Gunarsa (1999) menyampaikan bahwa cukup umur mempunyai harapan yang besar untuk mencoba segala hal yang belum diketahuinya dan cukup umur itu sendiri merupakan sekelompok insan yang penuh potensi. Didasarkan pada pendapat Pikunas (dalam Yusuf, 2006) bahwa pada masa cukup umur individu mempunyai rasa ingin tahu yang besar, mempunyai harapan untuk mendapatkan pengalaman gres dan melaksanakan eksplorasi. Steinberg (dalam Gunarsa, 1999) menyampaikan bahwa pada masa cukup umur individu bisa berpikir secara abstrak, serta memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang sanggup terjadi, dimana hal tersebut merupakan modal dasar bagi terwujudnya kreativitas.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Kreativitas: Pengertian, Potensi Kreatif, Faktor-Faktor, Dan Nilai Kreativitas"

Post a Comment