1. Komunikasi NonVerbal
I. Pentingnya Komunikasi NonVerbal
- Wajah
- Badan
- Bahasa Tubuh
- Suara
Walaupun saluran-saluran ini dijabarkan secara terpisah, informasi dari saluran-saluran ini sangat menyeluruh untuk membentuk dan membuat kesan yang berbeda. Sebagai contoh, senyuman, tatapan langsung, tubuh yang condong ke depan, dan bunyi bunyi yang hangat, semuanya akan membuat orang tertarik dan suka. Tetapi tatapan langsung, dan tubuh yang condong ke depan tanpa sebuah senyuman dan bunyi yang hangat, keduanyan akan menunjukkan dominasi dan intimidasi.
tradeready.ca |
baca juga:
III. Kemampuan Nonverbal
Kemampuan nonverbal merupakan istilah yang dipakai untuk menggambarkan kemampuan individu untuk memakai komunikasi nonverbal secara efektif dan akurat. Kemampuan nonverbal sering diasosiasikan dengan karakteristik yang terdapat pada orang-orang menyerupai gender, kepribadian dan budaya. Secara umum, kemampuan nonverbal terkonseptualisasi dengan dua istilah turunan lainnya, yaitu : kemampuan encoding dan kemampuan decoding.
- Kemampuan penyandi (Encoding)
- Kemampuan menyandi (Decoding)
- Faktor Nonkebahasaan sebagai Penunjang Keefektifan Berbicara
- Sikap yang wajar, tenang, dan tidak kaku
Sikap dalam berbicara ini juga sangat bergantung pada situasi dan kondisi yang ada pada ketika seseorang melaksanakan pembicaraan atau memberikan pesan dalam pidato. Dengan sikap yang wajar, tenang, dan tidak kaku sanggup menambah kepercayaan pendengar kepada pembicara.
Sikap wajar, tenang, dan tidak kaku akan timbul dalam praktik berbicara salah satunya disebabkan oleh penguasaan materi berbicara oleh pembicara. Kalau seorang pembicara tidak atau kurang siap dengan materi pembicaraan yang akan disampaikan maka akan timbul sikap-sikap yang kurang masuk akal dalam dirinya pada ketika berbicara. Selain penguasaan terhadap materi pembicaraan, faktor lain yang perlu diperhatikan ialah kesiapan dan latihan yang cukup.
- Kontak mata atau pandangan harus diarahkan kepada lawan bicara
Pandangan mata atau kontak mata ini bagi pembicara pemula memang sangat menentukan. Apabila kontak mata yang dilakukan kurang berhasil atau pembicara kalah dalam kontak mata dengan pendengarnya, maka akan terjadi gangguan dalam proses bicara selanjutnya.
Kontak mata dalam berbicara dimanfaatkan untuk menjalin kekerabatan batin dengan lawan bicara atau audiens. Dalam berbicara, seorang pembicara dianjurkan untuk menatap orang yang diajak berbicara, sehingga terjadi kontak mata yang menyebabkan keakraban dan kehangatan dalam berbicara.
Untuk itu, ketika memandang seseorang atau pendengar, kalau masih ragu dan khawatir, jangan memandang eksklusif matanya, tetapi pandanglah di atas matanya. Pandangan mata ini juga harus dilakukan secara menyeluruh, jangan hanya pada penggalan pendengar tertentu saja. Akan lebih baik apabila sebelum berbicara khususnya di muka umum untuk menyapu pendengar dengan pandangan mata yang sejuk dan bersahabat.
- Kesediaan menghargai pendapat orang lain
Tentu saja pendapat yang kita sampaikan tersebut harus disertai data dan argumentasi yang akurat dan sanggup dipercaya. Dalam mendapatkan pendapat orang lain, harus senantiasa dipertimbangkan dari banyak sekali hal terlebih dahulu, tidak semua saran dan pendapat harus diterima secara mutlak.
- Gerak-gerik dan mimik yang tepat
Gerak-gerik dan mimik ini harus diubahsuaikan dengan pokok pembicaraan yang disampaikan. Mimik juga harus disesuaikan dengan perasaan hati yang terkandung dalam isi pesan pembicaraan yang dilakukan.
Gerak-gerik berkaitan dengan penggunaan anggota tubuh untuk memperjelas pesan yang akan disampaikan. Gerak-gerik dalam berbicara atau berkomunikasi antara lain adalah: anggukan dan gelengan kepala, mengangkat tangan, mengangkat bahu, menuding, mengangkat ibu jari, menuding, sikap berdiri, daan sebagainya.
Mimik ialah ekspresi wajah yang bekerjasama dengan perasaan yang terkandung dalam hati. Agar pembicaraan sanggup menyenangkan usahakan mimik yang menarik dan memikat, salah satunya dengan banyak tersenyum.
- Kenyaringan suara
- Kelancaran
Gangguan atau ketidaklancaran dalam pembicaraan biasanya diakibatkan oleh ketidakmampuan pembicara dalam menguasai materi pembicaraan yang kesannya berakibat pada ketidakmampuan dalam menguasai pendengar. Kalau orang tidak lancar dalam berbicara, maka yang akan dikeluarkan ialah suara-suara ee, oo, aa, dan sebagainya. Suara-suara menyerupai ini akan sangat mengganggu proses berbicara dan mempersulit pendengar untuk menangkap pokok pembicaraan, apalagi kalau frekuensi kemunculannya cukup banyak.
- Relevansi/Penalaran
- Penguasaan Topik atau Materi Pembicaraan
Penguasaan topik yang baik akan menumbuhkan keberanian dan kelancaran dalam memberikan pembicaraan atau pesan. Jadi, penguasaan topik ini sangat penting, bahkan merupakan faktor utama dalam berbicara, tanpa adanya penguasaan topik yang baik, maka akan terjadi banyak sekali kendala dan kesulitan dalam proses pembicaraan di depan audiens.
Apabila seorang pembicara sanggup menguasai topik pembicaraan dengan baik maka beliau sudah mempunyai modal untuk berbicara. Dengan penguasaan topik yang baik dan latihan yang cukup serta persiapan mental yang memadai akan sanggup memilih keberhasilan sebuah praaktik berbicara.
2. Komunikasi Verbal
Komunikasi verbal ialah komunikasi yang memakai symbol-simbol verbal, baik secara lisan maupun tertulis. Symbol atau pesan verbal ialah semua jenis symbol yang memakai satu kata atau lebih. Hampir semua rangsangan bicara yang kita sadari termasuk kedalam kategori pesan verbal disengaja, yaitu usaha-usaha yang dilakukan secara sadaruntuk bekerjasama dengan orang lain secara verbal.
Komunikasi verbal ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut:
- Disampaikan secara lisan/bicara atau tulisan.
- Proses komunikasi eksplisit dan cenderung dua arah.
- Kualitas proses komunikasi seringkali ditentukan oleh komunikasi nonverbal.
- Faktor Intelegensi
Masalah komunikasi akan muncul apabila orang yang berintelegensi tinggi tidak bisa menyesuaikan diri dengan orang yang berintelegensi rendah, contohnya dalam pemilihan penggunaan kata-kata.
- Faktor Budaya
- Faktor Pengetahuan
- Faktor Kepribadian
- Faktor Biologis
- Sulit menyampaikan kata desis (lipsing), lantaran ada kelainan pada rahang, bibir dan gigi.
- Berbicara tidak terang (sluring), yang disebabkan bibir (sumbing), rahang, pengecap tidak aktif.
- Faktor Pengalaman
Berbicara pada hakikatnya ialah sebuah proses komunikasi secara lisan antara pembicara dan lawan bicara. Menurut Tarigan (1990:15) berbicara ialah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta memberikan pikiran, gagasan dan perasaan. Selanjutnya dijelaskan bahwa berbicara merupakan suatu sistem gejala yang sanggup didengar (audible) dan yang kelihatan (visible) yang memanfaatkan sejumlah otot dan jaringan tubuh insan demi maksud dan tujuan gagasan-gagasan atau ide-ide yang dikombinasikan. Berbicara juga merupakan suatu bentuk sikap insan yang memanfaatkan faktor-faktor fisik, psikologis, neurologis, semantik, dan linguistik sedemikian ekstensif, secara luas sehingga sanggup dianggap sebagai alat insan yang paling penting bagi kontrol social.
Dalam berbicara atau berkomunikasi dengan pihak lain, diharapkan adanya beberapa hal atau unsur. Beberapa unsur dalam proses berbicara atau proses berkomunikasi tersebut adalah:
- pembicara
- lawan bicara (penyimak)
- lambang (bahasa lisan)
- pesan, maksud, gagasan, atau ide
Brook (dalam Tarigan, 1990:12) menggambarkan proses komunikasi tersebut dalam insiden bahasa sebagai berikut:
Gambar 1: Peristiwa Bahasa (Proses Komunikasi/Berbicara) (Brooks dalam Tarigan, 1990) |
Menurut Tarigan (1990), tujuan utama dari berbicara ialah untuk berkomunikasi. Agar sanggup memberikan pikiran secara efektif, maka seharusnya sang pembicara memahami makna segala sesuatu yang ingin dikomunikasikan, beliau juga harus bisa mengevaluasi imbas komunikasinya terhadap para pendengarnya, dan beliau juga harus mengetahui prinsip-prinsip yang mendasari segala situasi pembicaraan, baik secara umum maupun perseorangan. Pada dasarnya, berbicara itu mempunyai tiga maksud utama, yaitu:
- memberitahukan, melaporkan (to inform)
- menjamu, menghibur (to intertain)
- membujuk, mengajak, mendesak, meyakinkan (to persuade)
- Membutuhkan paling sedikit dua orang. Tentu saja pembicaraan sanggup pula dilakukan oleh satu orang, dan hal ini juga sering terjadi di masyarakat.
- Mempergunakan suatu sandi linguistik yang dipahami bersama. Meskipun dalam praktik berbicara dipergunakan dua bahasa, namun saling pengertian, pemahaman bersama itu juga sangat penting.
- Menerima atau mengakui suatu kawasan acuan umum.
- Merupakan suatu pertukaran antarpartisipan. Kedua belah pihak partisipan yang memberi dan mendapatkan dalam pembicaraan saling bertukar sebagai pembicara dan penyimak.
- Menghubungkan setiap pembicara dengan yang lainnya dan kepada lingkungannya dengan segera. Perilaku lisan sang pembicara selalu bekerjasama dengan responsi yang faktual atau yang diharapkan dari sang penyimak dan sebaliknya. Jadi, kekerabatan itu bersifat timbal balik atau dua arah.
- Berhubungan atau berkaitan dengan masa kini.
- Hanya melibatkan pegawanegeri atau perlengkapan yang bekerjasama dengan bunyi atau bunyi bahasa dan pendengaran.
- Secara tidak pandang bulu menghadapi serta memperlakukan apa yang faktual dan apa yang diterima sebagai dalil. Keseluruhan lingkungan yang sanggup dilambangkan oleh pembicaraan meliputi bukan hanya dunia faktual yang mengelilingi para pembicara tetapi juga secara tidak terbatas dunia gagasan yang lebih luas yang harus mereka masuki.
Faktor Kebahasaan sebagai Penunjang Keefektifan Berbicara
Keefektifan berbicara seseorang sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor kebahasaan yang dikuasai olehnya. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah: ketepatan ucapan (tata bunyi), penempatan tekanan, nada, sendi, dan durasi yang sesuai, pilihan kata (diksi), dan kalimat efektif.
- Ketepatan Ucapan (Tata Bunyi)
Sampai ketika ini, bahasa Indonesia belum mempunyai ucapan yang baku. Namun demikian, ucapan atau tata bunyi bahasa Indonesia yang dianggap baku ialah tata bunyi yang tidak terpengaruh oleh logat kawasan atau dialek kawasan tertentu. Seorang pembicara yang baik dituntut untuk sanggup membuat imbas emosional yang diinginkan dengan suaranya.
Pengucapan kata-kata harus terang terdengar. Untuk itu, gerakan alat-alat ucap terutama lidah, bibir, dan gigi harus leluasa. Gerakan yang tertahan akan menjadikan bunyi yang keluar tidak normal, sehingga kurang terang terdengar. Demikian juga, volume bunyi harus pas, jangan terlalu lemah dan jangan terlalu keras. Kalau memakai pengeras suara, volumenya harus diatur sesuai dengan luasnya ruang dan banyaknya peserta.
Dalam hubungannya dengan olah bunyi atau tata bunyi ini, Pringgawidagda (2003: 9) memberikan hal-hal yang harus diperhatikan, berikut :
- Logat baku tidak bercampur dengan dialek tak baku.
- Lafal harus terang dan tegas
- Nafas yang kuat semoga sanggup menguraikan kalimat yang cukup panjang atau tidak terputus dalam wicara.
- Tempo (cepat lambat suara) dan dinamik (intonasi, tekanan, aksen) suara.
- Penghayatan, berbicara memerlukan penjiwaan semoga sesuai dengan tuntutan situasi dan kondisi.
- Penempatan Tekanan, Nada, Sendi, dan Durasi yang Sesuai
Sebaliknya, kalau dalam berbicara seorang pembicara sanggup menggunakan hal-hal tersebut secara benar, maka pembicaraan yang dilakukannya akan berhasil dalam menarik perhatian pendengar dan kesannya pendengar menjadi senang, tertarik dan akan terus mengikuti pembicaraan yang disampaikannya.
Tekanan bekerjasama dengan keras lemahnya suara, nada bekerjasama dengan tinggi-rendahnya suara, sendi atau tempo bekerjasama dengan cepat-lambatnya berbicara, dan durasi atau jeda menyangkut perhentian. Keempat hal itu harus sanggup dipadukan secara harmonis untuk memperoleh intonasi yang baik dan menarik.
- Pilihan Kata (Diksi)
Dalam berbicara, pilihan kata yang dilakukan hendaknya yang tepat, jelas, dan bervariasi. Jelas maksudnya gampang dimengerti oleh pendengar yang menjadi sasaran. Pilihan kata dalam sebuah pembicaraan juga harus diubahsuaikan dengan pokok pembicaraan dan dengan siapa kita berbicara atau berkomunikasi. Komunikasi akan berjalan lancar dan baik apabila kata-kata yang dipakai oleh pembicara sanggup dipahami oleh pendengar dengan baik.
Dalam hal pemilihan kata ini, Glenn R. Capp dan Richard Capp, Jr. (dalam Rachmat, 1999: 47-52) menyatakan bahwa bahasa lisan (termasuk pidato) harus memakai kata-kata yang jelas, tepat, dan menarik.
Menggunakan kata-kata yang terang maksudnya bahwa kata-kata yang dipakai dalam memberikan pesan kepada para pendengar dihentikan menyebabkan arti ganda dan tetap sanggup mengungkapkan gagasan secara cermat. Untuk mencapai kejelasan tersebut, pembicara harus memperhatikan hal-hal berikut:
- Gunakan istilah yang spesifik (tertentu)
- Gunakan kata-kata yang sederhana
- Hindari istilah-istilah teknis
- Berhemat dalam penggunaan kata-kata
- Gunakan perulangan atau pernyataan kembali gagasan yang sama dengan pernyataan yang berbeda.
Penggunaan kata-kata yang tepat berarti bahwa kata-kata yang dipakai harus sesuai dengan kepribadian komuniukator, jenis pesan, keadaan khalayak, dan situasi komunikasi. Penggunaan kata-kata dalam pidato pertemuan resmi akan berbeda dengan kata-kata yang dipakai dalam pidato pertemuan tidak resmi atau informal. Untuk memperoleh ketepatan dalam penggunaan kata-kata, pembicara perlu memperhatikan prinsip-prinsip berikut:
- Hindari kata-kata klise
- Gunakan bahasa pasaran secara hati-hati
- Hati-hati dalam penggunaan kata-kata pungut
- Hindari vulgarisme dan kata-kata yang tidak sopan
- Jangan memakai penjulukan
- Jangan memakai eufemisme yang berlebih-lebihan.
- Pilihlah kata-kata yang menyentuh eksklusif diri khalayak. Bahasa lisan sebaiknya bergaya percakapan, langsung, dan komunikatif.
- Gunakan kata berona, yaitu kata-kata yang sanggup melukiskan sikap dan perasaan, atau keadaan. Warna kata biasanya dipengaruhi oleh asosiasi dengan pengalaman tertentu.
- Gunakan bahasa yang figuratif, yaitu bahasa yang dibuat sedemikian rupa sehingga menyebabkan kesan yang indah. Untuk itu biasanya dipakai gaya bahasa. Gaya bahasa yang paling sering dipergunakan ialah asosiasi, metafora, personifikasi, dan antitesis.
- Gunakan kata-kata tindak (action words), dengan cara memakai kata-kata aktif.
- Kalimat Efektif
Kalimat yang benar ialah kalimat yang memenuhi persyaratan gramatikal, yaitu harus disusun berdasarkan kaidah yang berlaku. Kalimat yang baik ialah kalimat yang sesuai dengan konteks dan situasi yang berlaku. Kalimat yang tepat ialah kalimat yang dibangun dari pilihan kata yang tepat, disusun berdasarkan kaidah yang benar, dan dipakai dalam situasi yang tepat pula. Kalimat yang benar dan terang yang sanggup dengan gampang dipahami pendengar sesuai dengan maksud pembicara disebut kalimat efektif.
Pesan yang disampaikan dalam sebuah pembicaraan akan sanggup dengan segera dipahami maksudnya apabila dipakai kalimat efektif dalam pembicaraan itu. Kalimat efektif mempunyai ciri-ciri keutuhan, perpautan, pemusatan perhatian, dan kehematan.
Ciri keutuhan dalam kalimat efektif akan terlihat jikalau setiap kata yang dipergunakan memang betul-betul merupakan penggalan yang padu dalam suatu kalimat. Keutuhan kalimat juga ditunjukkan dengan adanya subjek dan predikat dalam kalimat tersebut. Perpautan, bekerjasama dengan kekerabatan antara unsur-unsur kalimat. Pemusatan perhatian pada penggalan terpenting dalam kalimat sanggup dicapai dengan menempatkan penggalan penting tersebut pada awal atau simpulan kalimat, sehingga penggalan ini menerima tekanan sewaktu berbicara. Selain itu, kalimat efektif juga harus hemat dalam pemakaian kata-kata ataupun frase .
Kalimat bisa menarik kalau ada variasi. Variasi kalimat sanggup dibuat melalui perpaduan panjang-pendek, letak SPOK, aktif-pasif, berita-tanya-perintah, dan pilihan kata. Oleh lantaran itu, seorang pembicara perlu melengkapi dirinya dengan pengetahuan ihwal pola kalimat dasar dan jenis kalimat. Dengan bekal itu seorang pembicara sanggup menyusun kalimat-kalimat efektif yang menarik dan mempesona.
Sekian artikel tentang Pengertian dan Contoh Komunikasi Non Verbal dan Verbal. Semoga bermanfaat.
Daftar Pustaka
- De Vito, Joseph A. (1994), The Public Speaking Guide. New York: Harper College.
- Helena Olli, Public speaking , PT Indeks, Jakarta, 2007
- Herlina, Ilmu Pernyataan, Psikologi UPI
- Lini ambady dan Robert Rosenthal, Nonverbal Communication, Harvard University
- Susanto, Astrid (1975), Pendapat Umum, Bandung, Binacipta
- Tarigan, Henry Guntur. 1990. Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Cetakan ke-6.
- Rakhmat, Jalaluddin (2000, cetakan ke 6) Retorika Modern,Pendekatan Praktis. Bandung. Remaja Rosdakarya.
- Prochnow, Herbert V (1987), Penuntun menuju sukses dam berpidato, Bandung, CV Pionir
0 Response to "Pengertian Dan Rujukan Komunikasi Non Lisan Dan Verbal"
Post a Comment