Pengertian Sosiologi, Sejarah, Dan Tokoh Perintis Ilmu Sosiologi

Sosiologi berasal dari dua kata yaitu Socious dan Logos, socious berarti berteman dan logos berarti ilmu. Kaprikornus sanggup ditegaskan bahwa sosiologi yaitu ilmu wacana kehidupan bersama dalam arti luas. Banyak hebat yang mendefinisikan wacana sosiologi sebagai ilmu, P.J Bouman misalnya, memperlihatkan definisi sosiologi Adalah ilmu wacana kehidupan insan dalam kelompok, Franklin Henry Giddings menyatakan bahwa sosiologi merupakan Ilmu yang menguraikan wacana tanda-tanda social dan Pitirim Sorikin mendefinisikan sebagai Ilmu yang mempelajari kekerabatan dan efek timbal balik antara aneka macam gejala-gejala sosial, kekerabatan timbal balik antara tanda-tanda sosial dengan non sosial serta ciri-ciri umum semua jenis tanda-tanda sosial.

Pengertian Sosiologi, Sejarah, dan Tokoh Perintis Ilmu Sosiologi - Dari pengertian dan batasan-batasan diatas sanggup ditarik pemahaman bahwa inti dari ilmu sosiologi yaitu ilmu yang mempelajari kekerabatan orang perorangan dalam kelompok, kekerabatan kelompok dengan kelompok dan dinamika perubahan yang terdapat dalam struktur sosial.

 socious berarti berteman dan logos berarti ilmu Pengertian Sosiologi, Sejarah, dan Tokoh Perintis Ilmu Sosiologi
image source: timeout.com

Sebab munculnya Sosiologi

Sosiologi sebagai ilmu berkembang semenjak pertengahan periode ke-19 terutama di Eropa Barat. Perubahan sosial dalam jangka panjang yang berdampak kekacauan telah menjadi bahaya terhadap tatanan sosial yang mengguncang mayarakat Eropa Barat. Tatanan sosial yang mapan telah mengalami perubahan, sehingga membangunkan para pemikir sosial untuk melihat dan mencar ilmu memahami wacana perubahan yang tengah terjadi di masyarakat. Hal ini terjadi hampir bersamaan di Eropa Barat terutama Inggris, Jerman dan Perancis.

Menurut Peter L Berger, Pemikiran sosiologi berkembang manakala masyarakat menghadapi bahaya terhadap hal yang selama ini dianggap sebagai hal yang memang sudah seharusnya demikian, benar, nyata. Manakala hal yang selama ini menjadi pegangan insan mengalami krisis, maka mulailah orang melaksanakan renungan kritis.

Peristiwa apa saja yang oleh pemikir Eropa di selesai periode ke-18 dianggap sebagai bahaya terhadap hal yang oleh masyarakat telah diterima sebagai kenyataan ataupun kebenaran? Menurut Perer L Berger ialah disintegrasi kesatuan masyarakat periode pertengahan, khususnya disintegrasi dalam agama kristen (Kamanto,2000).

Pada selesai periode ke-18 dan pertengahan periode ke-19 kehidupan masyarakat Eropa Barat sedang mengalami banyak sekali krisis, baik krisis sosial, krisis politik, krisis ekonomi dan krisis lainnya disebabkan oleh ;
  • Kekacauan akhir timbulnya revolusi industri 
  • Kekacauan akhir meletusnya revolusi Perancis 
  • Munculnya realitas kekuasaan gres di tangan orang beradab dan berilmu 

Pendapat senada juga disampaikan oleh L Laeyendecker. Menurut Laeyendecker, kelahiran sosiologi terkait dengan serangkain perubahan dalam jangka panjang yang melanda Eropa Barat pada periode Pertengahan. Masyarakat Eropa Barat di periode pertengahan mengalami perubahan akhir revolusi industri dan revolusi Perancis. Perubahan itu ia identifikasi dalam 6 bentuk yaitu;
  1. Tumbuhnya kapitalisme di selesai periode ke-15 
  2. Perubahan di bidang sosial dan politik 
  3. Perubahan terkait reformasi Martin Luther 
  4. Meningkatnya individualisme 
  5. Lahirnya Ilmu pengetahuan modern 
  6. Menguatnya kepercayaan kepada diri sendiri 
Perintis Ilmu Sosiologi
Sebagai sebuah ilmu, sosiologi tentu mempunyai akar pemikiran yang terkait dengan filsafat. Sebuah ilmu sanggup dipisahkan dari filsafat saat ilmu tersebut telah mempunyai gagasan pemikiran sendiri berupa metodologi, pendekatan empiris dan obyek studi yang jelas. Mereka yang pada awalnya memikirkan dan merumuskan hal ini biasanya disebut sebagai bapak ilmu tersebut atau dalam bahasa lainnya disebut sebagai perintis. Dalam sejarah lahirnya sosiologi, terdapat bebrapa tokoh yang terlibat dalam perdebatan konseptual perumusan paradigma sosiologi. Dalam modul ini kita hanya menyebutkan lima orang tokoh yang populer dan kontribusinya terhadap perkembangan ilmu sosiologi.

1. Auguste Comte ( 1797-1857).

Auguste Comte yaitu spesialis filsafat Perancis, namun ia sering disebutkan sebagai Bapak ilmu sosiologi. Pendapat ini masuk akal diberikan lantaran comte lantaran yaitu orang pertama yang menyebutkan perlu sebuah ilmu gres yang sebut dengan sosiologi. Ia yang pertama kali menyebutkan istilah sosiologi.yang berasal dari kata socios dan logos. Walaupun pada awalnya comte menyebut fisika sosial (social fhysics), tetapi kemudian ia lebih menentukan memakai istilah sosiologi (Sociology).

Dalam hal pinjaman teoritik, Comte dianggap sebagai perintis positivisme yang mengemukakan wacana aturan kemajuan manusia. Ciri metode positif yaitu bahwa obyek yang dikaji harus berupa fakta dan kajian harus bermanfaat serta mengarah kepada kepastian dan kecermatan (Leyendecker dalam kamanto). Comte menjelaskan bahwa masyarakat berubah menuju keadaan yang ia sebut dengan positif dan perubahan tersebut terjadi dengan melewati tiga tahap perubahan masyarakat, yaitu;

Tahap teologi

Dalam tahap ini masyarakat percaya dengan kekuatan supranatural dan agama diatas segala-galanya. Dunia fisik maupun sosial dipandang sebagai produk Tuhan (Maliki,2003). Dalam kontek ini insan manusia hanya ditetapkan sebagai bahagian saja. Dalam istilah lain disebut ‘mental partisipasi’ dimana insan hanya hidup menjadi bahagian dan dikendalikan oleh doktrik-doktrin keagamaan tanpa ada pilihan yang lain.

Metafisika

Pada tahap ini personifikasi Tuhan tidak lagi menjadi sumber kekuatan fisik maupun sosial. Manusia mencoba menggali dan membaca fenomena alam dan mencoba melaksanakan abstraksi dengan memakai budi budinya dan diperoleh pengertian-pengertian metafisis. Sehingga pada tahap ini insan meyakini kekuatan abnormal sebagai nilai yang dipegangnya. Namun dalam tahap ini insan gagal menemukan bukti dan data empiris dan tidak bisa menjadi sumber ilmu. Maka berdasarkan Comte, tahap metafisika ini masih menyerupai dengan pendekatan teologi. Karena itu Comte menyarankan untuk keluar dari dua pendekatan ini.

Positif

Menurut Comte, alhasil perkembangan masyarakat akan masuk ke tahap positivistik. Dimana masyarakat mempercayai pengetahuan ilmiah dan insan berkonsentrasi pada acara observasi untuk menemukan keteraturan dunia fisik dan sosial. Pada tahap ini, perhatian insan terhadap alam yang selalu dicoba insan untuk dijelaskan dengan budi budinya menemukan hukum-hukum yang sanggup di kaji, ditinjau, diuji dan dibuktikan dengan metode empirik. Dengan pendekatan ini insan menemukan ilmu pengetahuan baru. Dengan begitu manusiapun meninggalkan tahap teologi dan metafisika menjadi tahap positif dimana kepercayaan insan didasarkan pada pemikiran positivistik, empirik, naturalistik dan meninggalkan otoritas teologis dan pengetahuan metafisis. Comte membuka keyakinan gres bahwa dengan pemikiran empirik, rasional, dan positif insan akan bisa menjelaskan realitas kehidupan, tidak secara spekulatif, melainkan konkrit, niscaya dan bahkan mutlak. (Veeger dalam maliki, 2003).

2. Karl Marx (1818-1883)

Marx berasal dari keluarga rohaniawan Yahudi. Ayahnya seorang pendeta Yahudi (rabbi), namun kemudian ayahnya beralih menjadi penganut aliran Protestant Martin Luther, ia melakukannya lantaran alasan bisnis. Marx yaitu doktor filsafat yang banyak dipengaruhi oleh pemikiran Hegel. Pada perjalananannya, Marx lebih di kenal sebagai seorang ideolog, dimana pemikirannya banyak menginspirasi perkembangan paham sosialisme dan komunisme.

Teorinya yang populer yaitu teori kelas dimana terjadi konflik antara kaum borjuis dengan proletar. Marx berpandangan bahwa sejarah masyarakat insan merupakan sejarah usaha kelas. Pembagian kerja dalam masyarakat kapitalis menumbuhkan dua kelas yang berbeda, yaitu kelas orang yang menguasai alat produksi yang disebut dengan bourgeoisie (borjuis) yang mengeksploitasi kelas yang tidak menguasai produksi yang ia sebut dengan kaum proletariat. Marx melihat terjadinya kemelaratan dan keserakahan di tengah masyarakat. Ia melihat fenomena yang berbeda antara buruh yang sengsara dan dan pemilik alat-alat produksi yang menukmati surplus akhir keringat dan tenaga kaum buruh.

Dalam masyarakat industri, Marx melihat terjadinya tekanan struktural yang berpengaruh terhadap individu, memperburuk kekerabatan sosial dalam industri yang mengakibatkan insan kemudian teralienasi. Tidak hanya alienasi individual tetapi juga alienasi massal sejalan dengan sebaran mode of production yang dikendalikan oleh industri. Kaum buruh yang ia sebut sebagai kaum proletar oleh Marx akan menyadari kondisi mereka dan merumuskan kepentingan-kepentingan mereka, maka mereka akan bersatu dan memberontak. Pemberontakan mereka melahirkan konflik yang disebut Marx dengan konflik kelas. Menurut Ramalan marx, konflik itu akan dimenangkan oleh kaum proletar yang kemudian akan mendirikan masyarakat tanpa kelas. Sistem kapitalis itu akan dirubah dengan sistem sosialis dan pada gilirannya akan membentuk masyarakat komunis.

Walaupun ramalan Marx tidak pernah terwujud dalam kenyataan, tetapi pemikiran marx wacana konflik dan kelas tetap mempunyai efek yang besar terhadap sejumlah besar hebat sosiologi zaman klasik maupun modern. Pemikiran Marx wacana stratifikasi sosial dan konflik telah diarahkan pada perubahan sosial besar yang melanda eropa Barat sebagai dampak perkembangan pembagian kerja, khususnya yang terkait dengan kapitalisme.

3. Emile Durkheim (1858-1917)

Durkheim berasal dari Perancis, ia keturunan pendeta Yahudi. Ketika bawah umur ia mencar ilmu untuk menjadi ‘Rabbi’ (pendeta yahudi), tetapi semenjak usia 10 tahun ia menolaknya. Ia orang yang kecewa dengan pendidikan agama dan kemudian beralih mendalami logika ilmiah dan prinsip moral yang dibutuhkan untuk kehidupan sosial.

Salah satu karyanya yang populer yaitu ‘The Division of Labour in Society’ merupakan upaya Durkheim untuk mengkaji suatu tanda-tanda yang sedang melanda masyarakat: Pembagian kerja. Menurut Durkheim di bidang perekonomian menyerupai bidang industri modern terjadi penggunaan mesin serta konsentrasi modal dan tenaga kerja yang menjadikan pembagian kerja dalam bentuk spesialisasi dan pemisahan okupasi yang semakin rinci. Gejala pembagian kerja tersebut dijumpai juga di bidang perniagaan dan pertanian, bahkan tidak hanya bidang ekonomi tetapi melanda juga bidang-bidang kehidupan lain ; hukum, politik, kesenian dan bahkan juga keluarga. Tujuan kajian Durkheim tersebut untuk memahami pembagian kerja serta mengetahui faktor penyebabnya. (Durkheim dalam Kamanto,2000)

Ia menjelaskan wacana pembagian kerja dalam masyarakat. Menurutnya masyarakat memerlukan solidaritas. Ada dua tipe solidaritas dalam masyarakat yaitu solidaritas mekanik dan solidaritas organik. Pembagian kerja pada masyarakat sedang berubah dari masyarakat dengan solidaritas mekanik menjadi masyarakat dengan solidaritas organik. Menurut Durkheim, solidaritas mekanik dijumpai pada masyarakat yang masih sederhana, masyarakat yang ia namakan ‘segmental’. Pada masyarakat menyerupai ini belum terdapat pembagian kerja yang berarti; apa yang sanggup dilakukan oleh masyarakat biasa, sanggup juga dilakukan oleh masyarakat yang lain. Dengan demikian, tidak terdapat kesalingtergantungan antara kelompok yang berbeda. Masing-masing kelompok sanggup memenuhi kebutuhan sendiri dan terpisah antara satu kelompok dengan kelompok yang lain. Kesetiakawan dalam kelompok ini diikat dengan nurani kolektif (consience collective).

Masyarakat secara perlahan berubah dari masyarakat dengan solidaritas mekanik ke solidaritas organik. Dimana pembagian kerja dalam masyarakat mengalami differensiasi dan spesialisasi. Masyarakat pun bermetamorfosis masyarakat dengan solidaritas organik, yaitu masyarakat yang pembagian kerjanya semakin rinci. Pada masyarakat ini masing-masing anggota tidak lagi bisa memenuhi semua kebutuhan sendiri, ia membutuhkan kelompok lain sehingga terjadilah kesalingtergantungan. Solidaritas organik merupakan suatu sistem terpadu yang terdiri antara bagian-bagian yang saling tergantung laksana belahan organisme biologi.
4. Max Weber (1864-1920)

Weber yaitu Seorang ilmuan asal Jerman. Ia dosen ilmu aturan dari Universitas Berlin. Diantara bukunya yang populer yaitu The Protestant Ethic and the Spririt of Capitalism. Ia menjelaskan kekerabatan etika protestan dengan semangat kapitalisme. Dalam bukunya ini weber mengemukakan tesisnya yang populer mengenai keterkaitan antara etika protestan dengan munculnya kapitalisme di Eropa Barat. Menurut Weber, muncul dan berkembangnya kapitalisme di Eropa Barat bersamaan dengan berlangsungnya sekte kalvinisme dalam agama protestan. Argumen Weber menyatakan bahwa aliran kalvinisme mengharuskan umatnya menjadikan dunia kawasan yang makmur, sesuatu yang hanya di sanggup dengan kerja keras. Karena umat Kalvinis bekerja keras maka ia memperoleh kemakmuran. Tetapi di sisi yang lain, berdasarkan aliran kalvinisme mewajibkan hidup sederhana, seseorang dihentikan untuk berfoya-foya dan bermewah-mewah atau konsumsi yang berlebihan. Akibat aliran kerja keras dan hidup sederhana ini, kaum kalvinis menjadi makmur lantaran laba yang diperoleh dari hasil usaha tiodak mereka konsumsi, melainkan ditanamkan kembali dalam usaha mereka. Cara inilah yang berdasarkan Weber menjadikan kapitalisme berkembang.(Kamanto,2000)

Salah satu pinjaman Weber terhadap konsep dasar sosiologi yaitu dalam uraiannya yang menyebutkan bahwa sosiologi ialah ilmu yang berupaya memahami tindakan sosial. Menurut Weber sebuah tindakan sosial (verstehen) perlulah mempunyai bukti yang mencakup makna subyektif khusus para pelakunya, dan hal ini menuntut kemampuan untuk menangkap seluruh kompleksitas makna yang digunakan pelaku untuk merumuskan alasan-alasan untuk bertindak dengan cara yang ia lakukan. Pemahaman ini tidak bisa dilakukan tanpa mengetahui simbol-simbol yang di pakai pelaku untuk menggambarkan tingkah lakunya sendiri. Menurut Weber hal itu menjadi sebuah keharusan, lantaran tindakan sosial yang dimaksud Weber sanggup berupa tindakan yang nyata-nyata diarahkan kepada orang lain, juga sanggup berupa tindakan yang bersifat ’membatin’ atau bersifat subyektif yang mungkin terjadi lantaran efek positif dari situasi tertentu (Zainuddin, 2003). 

5. Ibnu Khaldun (1332 M)

Sebelum ilmuan sosial memperdebatkan wacana ilmu sosiologi pada pertengahan periode ke-19, lima periode sebelumnnya Ibnu Khaldun sudah mulai mengkaji dan meneliti wacana sosiologi. Namun Ia tidak pernah menyebut istilah sosiologi. Dalam pandangan Ibnu Khaldun kajian wacana masyarakat masih menyatu dengan kajian filsafat. Oleh lantaran itu Ibnu Khaldun lebih disebut sebagai hebat filsafat. Akan tetapi Ibnu Khaldun telah membahas wacana pembahasan sosiologi dalam buku-bukunya.

Salah satu buku Ibnu Khaldun yang populer yaitu buku ‘Mukaddimah’. Dalam buku ini, Ibnu Khaldun banyak mengupas wacana Ilmu sejarah, politik dan sosiologi. Ia juga menjelaskan wacana perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat luas. Dalam konteks sosiologi, pinjaman Ibnu Khaldun yaitu ia berhasil menghubungkan antara sosiologi dengan sejarah. Sekian artikel tentang Pengertian Sosiologi, Sejarah, dan Tokoh Perintis Ilmu Sosiologi. Semoga bermanfaat bagi kita semua.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Pengertian Sosiologi, Sejarah, Dan Tokoh Perintis Ilmu Sosiologi"

Post a Comment