Definisi Teori Psikologi Kepribadian Berdasarkan Gordon Allport

Definisi Teori Psikologi Kepribadian Menurut Gordon Allport - Allport tidak oke dengan teori psikoanalisis. Allport meyakini bahwa insan yaitu makhluk rasional yang digerakkan kesadaran, yang berdasar pada masa kini, masa depan, dan bukan masa lalu. Allport meyakini bahwa tingkah laris seseorang yaitu sesuatu yang terus menerus bergerak, sehingga konsep utama teorinya yaitu motivasi yang membuat orang terus bergerak. Allport memandang kepribadian sebagai organisasi dinamik dalam sistem psikofisik individu yang memilih penyesuaian unik dengan lingkungannya.

Kisah Gordon Allport (1897 – 1967) :

Saya lahir di Indiana tahun 1897, dan dibesarkan di Cleveland. Setelah memperoleh gelar Sarjana Muda dan Master di bidang psikologi dari Harvard, saya mencar ilmu ilmu ekonomi dan filsafat tahun 1919. Setelah itu, saya mengajar di Robert College Istanbul, Turki untuk ilmu Sosiologi dan Bahasa Inggris. Setelah mengajar selama satu tahun, saya kembali ke Amerika Serikat. Selama perjalanan menuju Amerika Serikat, saya singgah di Wina untuk mengunjungi salah seorang saudara saya.

Selama di Wina, saya menulis surat kepada Freud untuk memberitahu bahwa saya sudah berada di Wina. Lalu Freud membalas surat, dengan mengirimkan seruan untuk bertemu dengannya. Pada waktu itu yaitu demam isu panas di tahun 1920, dimana saya menemui Sigmund Freud. Waktu itu, usia saya 23 tahun. Pada hari pertemuan kami, Freud membawa saya ke kantornya dan mempersilahkan saya untuk duduk. Setelah itu, Freud membisu saja, tidak bicara sepatah katapun, dan hanya menunggu saya untuk berbicara. Saya mencicipi tatapan yang besar lengan berkuasa dan terus menerus dari jago psikoanalisis populer di dunia tersebut. Saya merasa tidak nyaman.

Definisi Teori Psikologi Kepribadian Menurut Gordon Allport Definisi Teori Psikologi Kepribadian Menurut Gordon Allport
Definisi Teori Psikologi Kepribadian Menurut Gordon Allport

Akhirnya, dengan perasaan resah bagaimana memulai percakapan, saya menceritakan insiden saat naik trem menuju rumah Freud. Pada waktu itu, saya melihat anak laki-laki berusia 4 tahun yang kelihatan takut akan kotor. Selama naik trem, anak itu mengeluh kepada ibunya dan berkata supaya tidak mengijinkan orang yang kotor duduk di sebelahnya. Ibu itu tampak sebagai ibu yang bersifat menguasai, mengenakan pakaian dengan baik dan rapi. Hal itu membuat saya berasumsi bahwa sumber ketakutan anak akan kotor yaitu lantaran ibunyai.

Setelah saya bercerita, Freud bertanya kepada saya : ”Apakah anak laki-laki itu yaitu anda?”. Pertanyaan Freud itu mengatakan perkiraan yang dipegangnya, yaitu bahwa segala sesuatu yang dikatakan atau dikerjakan oleh orang, mengatakan konflik batin dan ketakutan orang tersebut. Pertanyaan ini mengejutkan sekaligus mengatakan kesan mendalam bagi saya. Pertanyaan itu justru menjadi pertanyaan bagi saya mengenai penelitian mendalam mengenai ketidaksadaran yang menjadi dasar psikoanalisis. Pertanyaan tersebut juga pada alhasil membuat saya yakin bahwa jago psikologi sebaiknya berfokus pada kesadaran, permukaan, atau motif seseorang, dibandingkan berfokus pada ketidaksadaran yang terletak di potongan paling bawah. Secara jujur, saya mengakui bahwa pertemuan itu merupakan insiden yang sangat memalukan, namun sekaligus menjadi insiden yang sangat penting bagi saya. Dalam pertemuan itu, alhasil saya menolak pandangan psikoanalisis Freud dalam studi mengenai kepribadian. Pada akhirnya, semua hal inilah yang alhasil menjadi jalan saya dalam meneliti ihwal kepribadian.

Tahun 1922, saya meraih gelar Ph.D dalam bidang psikologi dari Harvard, dan meneruskan karir sebagai Kepala Studi Kepribadian di Amerika. Beberapa karya yang saya hasilkan mengakibatkan studi kepribadian menjadi studi yang di hargai di Amerika Serikat. Oleh lantaran itu, banyak jago psikologi menjadi pengikut saya. Saya menjadi salah satu jago psikologi pertama di Amerika yang memusatkan perhatian kepada kepribadian yang sehat, bukan kepribadian neurotis.

Asumsi dan Definisi Kepribadian Allport

Allport tidak oke dengan teori psikoanalisis. Allport meyakini bahwa insan yaitu makhluk rasional yang digerakkan kesadaran, yang berdasar pada masa kini, masa depan, dan bukan masa lalu. Allport meyakini bahwa tingkah laris seseorang yaitu sesuatu yang terus menerus bergerak, sehingga konsep utama teorinya yaitu motivasi yang membuat orang terus bergerak. Allport memandang kepribadian sebagai organisasi dinamik dalam sistem psikofisik individu yang memilih penyesuaian unik dengan lingkungannya. Empat unsur pokok dalam definisi kepribadian tersebut, yaitu :
  1. Istilah dynamic organization. Istilah ini mengacu kepada: (a) adanya perubahan dan perkembangan kepribadian yang berperan aktif dalam individu beradaptasi dengan lingkungan ; dan (b) dalam diri individu ada pusat organisasi yang mewadahi semua komponen kepribadian, kemudian menghubungkan satu dengan yang lainnya. 
  2. Istilah psychophysical systems. Istilah ini mengatakan bahwa kepribadian bukan hanya konstruk hipotetik, namun merupakan fenomena nyata yang meliputi aspek mental dan fisik, kemudian disatukan dalam kesatuan kepribadian. 
  3. Istilah determine. Istilah ini mengatakan bahwa kepribadian bukan sekedar konsep yang memilih tingkah laris seseorang, tetapi potongan dari individu yang berperan aktif dalam tingkah laris orang tersebut. 
  4. Istilah unik atau khas. Istilah ini mengatakan bahwa tidak ada orang yang benar-benar sama dalam beradaptasi dengan lingkungan, sehingga tidak ada dua orang yang mempunyai kepribadian yang sama.

Allport tidak memakai istilah huruf dan temperamen, sebagai sinonim kepribadian. Karakter dipandang sebagai suatu hukum tingkah laris yang sanggup memberi evaluasi kepada individu ataupun perbuatannya. Kaprikornus definisi huruf ini mengandung muatan penilaian. Hal ini sangat bertolak belakang dari definisi kepribadian, yang menggambarkan deskripsi tingkah laris yang bebas dari penilaian. Sedangkan, temperamen mengacu kepada disposisi yang terkait erat dengan determinan biologis atau fisiologis saja. Hal ini sangat bertolak belakang dari definisi kepribadian, yang meliputi dua aspek, yaitu fisiologis dan psikologis.

Struktur dan Dinamika Kepribadian

Jika kita membahas teori kepribadian yang lain, maka kita menemukan adanya pembahasan mengenai struktur dan dinamika kepribadian secara terpisah. Namun hal ini tidak berlaku kalau kita membahas teori Allport. Hal ini disebabkan lantaran berdasarkan Allport, struktur kepribadian dinyatakan dalam sifat (traits), dan dinamika kepribadian didorong juga oleh sifat (traits). Oleh lantaran itu, struktur dan dinamika kepribadian itu intinya yaitu hal yang sama. Berdasarkan hal ini, banyak yang menyebutkan teori Allport itu sebagai “Trait Psychology”. Dalam teori Allport ini, kedudukan trait sanggup disejajarkan dengan kedudukan need pada teori Murray, atau libido pada teori Freud.

Sifat (Trait) yaitu predisposisi atau kecenderungan untuk merespon secara sama terhadap kelompok stimulus yang mirip. Dapat dikatakan juga, sifat yaitu struktur psikofisik yang bisa menjadikan banyak stimulus berfungsi ekuivalen, membimbing tingkah laris adaptif dan ekspresif. Misalnya, hari ini A murka lantaran B menghilangkan pena kesayangannya, maka kalau C menghilangkan buku kesayangannya, A akan murka juga. Hal ini mengatakan bahwa trait berfungsi konsisten, baik waktu, stimulus, atau tempat. Allport membedakan trait menjadi dua, yaitu :
  1. Trait Umum (Nomothetic Trait). Trait umum yaitu sifat bersama yang dimiliki oleh banyak orang, dan dipakai untuk membandingkan orang dari budaya berbeda. Asumsi yang mendasari trait ini yaitu persamaan evolusi dan imbas sosial. Misalnya, orang Batak mempunyai sifat lebih terbuka dibanding suku lain. Atau orang Jawa mempunyai sifat lebih sopan dalam berbicara dibanding suku lain. 
  2. Trait Individual (Personal Disposition atau Morphological Trait atau Idiographic Trait)

Trait individual yaitu manifestasi trait umum seseorang, sehingga selalu unik bagi orang itu. Sifat unik ini merupakan citra sempurna dari struktur kepribadian. Trait individual merupakan subkategori dari trait umum, yang mempunyai tingkat generalitas berbeda-beda, ada yang mensugesti tingkah laris secara umum, ada yang hanya mensugesti tingkah laris tertentu saja. Ada tiga tingkatan disposisi, yaitu :
  1. Disposisi Kardinal, yaitu sifat luar biasa khas yang hanya dimiliki sedikit orang, sifat yang sangat berperan dan mendominasi seluruh hidupnya. Disposisi ini sangat jelas, tidak sanggup disembunyikan, lantaran tercermin pada semua tingkah laris orang yang memilikinya. Pada umumnya, orang tidak mempunyai disposisi ini, lantaran hanya beberapa orang yang memilikinya. Misalnya, narsis, hedonis, dsb. 
  2. Disposisi Sentral, yaitu kecenderungan sifat yang menjadi ciri seseorang, dan menjadi titik pusat tingkah lakunya. Sifat menyerupai ini biasa ditulis dalam surat rekomendasi yang menjelaskan sifat seseorang. Misalnya, ambisius, jujur, bahagia berkompetisi, dan lain sebagainya. 
  3. Disposisi Sekunder, yaitu sifat yang tidak umum, dan kurang penting untuk menggambarkan kepribadian. Sifat ini tidak menyolok, jarang digunakan, dan hanya dipakai pada kesempatan khusus. Misalnya : A itu yaitu perempuan yang sabar (Disposisi Sentral), namun pada suatu hari seorang sahabat menghina orangtuanya, maka A menjadi murka meledak-ledak (Disposisi Sekunder).

Allport membedakan penggunaan istilah trait, attitude, habit, type, yang dalam kehidupan sehari-hari dianggap sama. Trait, attitude, habit merupakan predisposisi. Ketiga hal itu merupakan faktor genetik dan belajar, yang mengawali tingkah laku. Type merupakan superordinasi dari ketiga konsep lainnya.

Type merupakan kategori nomotetik luas konsepnya. Type merangkum ketiga konsep lainnya, yang sanggup ditemui pada diri seseorang. Trait merupakan kecenderungan umum untuk merespon secara sama kelompok stimulus yang mirip. Attitude lebih umum dibanding habit, tetapi kurang umum dibanding trait. Attitude mempunyai rentang dari yang sangat khusus hingga yang sangat umum. Ciri dari attitude ini yaitu adanya sifat evaluasi (evaluatif). Habit. merupakan kecenderungan merespon satu situasi atau stimulus. Misalnya, orang dengan tipe introvert (type) akan cenderung menolak mengikatkan diri dengan lingkungannya (trait). Orang menyerupai ini akan dinilai sebagai orang yang tidak ramah atau kurang bisa bergaul (attitude). Selain itu, orang menyerupai ini biasanya mempunyai kebiasaan untuk duduk menyendiri di kawasan yang terpisah (habit).

Jika citra trait seseorang merupakan kombinasi dari beberapa sifat sekaligus, maka variasi sifat insan menjadi tidak terbatas. Ini yang dimaksudkan bahwa tidak ada insan yang sama persis, lantaran masing-masing mempunyai sifatnya yang unik. Faktor munculnya trait pada seseorang dipengaruhi oleh faktor keturunan dan belajar. Jika trait sudah menjadi potongan kepribadian, maka trait akan menjadi penentu model respon terhadap stimulus yang mirip. Pada alhasil trait membuat tingkah laris orang menjadi konsisten, lantaran memakai contoh yang sesuai traitnya. Misalnya :

Trait Stimulus Respon

Senang Berteman > Nonton film, jalan-jalan > Mengajak teman

Pemalu > Pesta, seminar > Diam, menyendiri

Proprium

Proprium merupakan potongan sentral dan privat dari kehidupan kita. Proprium meliputi semua aspek kepribadian yang menjadikan kehidupan emosional menjadi berbeda dari orang lain. Namun di sisi lain membuat kesatuan sikap, persepsi, dan tujuan hidup seseorang. Ahli teoritisi lain menyebut proprium dengan sebutan ego atau self. Contoh dari proprium yaitu self identity, self esteem, self image, dsb. Proprium ini tidak dibawa semenjak lahir, namun berkembang di dalam perkembangan individu. Ada delapan aspek proprium yang berkembang sedikit demi sedikit mulai dari bayi hingga dewasa, yaitu :
  1. Usia 0 – 3 tahun, meliputi tiga aspek proprium.
  2. Sense of Bodily Self, yaitu kesadaran ihwal fisik. Misalnya : “Ini tanganku”.
  3. Sense of Continuing Self Identity, yaitu kesadaran adanya identitas diri yang berkesinambungan. Misalnya : anak menyadari bahwa pada usianya yang ketiga, ia masih merupakan orang yang sama dengan waktu usia 1 atau 2 tahun. 
  4. Self Esteem, yaitu berkembangnya perasaan gembira akan kemampuan diri. 
  5. Usia 4 – 6 tahun, meliputi dua aspek proprium.
  6. Extension of Self, yaitu kesadaran akan eksistensi objek dan orang lain. Misalnya : “Itu ibuku, itu mainanku, dsb”.
  7. Self Image, yaitu kesadaran akan citra diri yang meliputi pandangan kasatmata dan ideal mengenai diri sendiri. 
  8. Usia 6 – 12 tahun, meliputi satu aspek proprium.
  9. Self as Rational Coper, yaitu kesadaran akan adanya kemampuan berpikir rasional yang dimilikinya, yang sanggup dipakai untuk memecahkan masalah. 
  10. Usia Remaja, meliputi satu aspek proprium.
  11. Propriate Striving, yaitu kesadaran eksistensi diri dalam pencapaian tujuan jangka panjang, dengan menyusun rencana. Allport meyakini bahwa saat orang sanggup membuat planning jangka panjang, maka bangunan self menjadi lengkap.
  12. Usia Dewasa, meliputi satu aspek proprium.
  13. Self as Knower, yaitu kesadaran mengenai diri sendiri yang meliputi totalitas dari tujuh aspek sebelumnya. 

Motivasi

Ada dua ciri teori motivasi dari Allport, yaitu : (1) menolak masa kemudian sebagai elemen penting dari motivasi ; (2) pentingnya proses kognitif, menyerupai tujuan dan perencanaan, sebagai dasar motivasi. Dua teori ini mengatakan keyakinan Allport bahwa insan yaitu makhluk sadar dan rasional, yang bertingkah laris berdasar apa yang diperlukan sanggup dicapai, bukan lantaran impian primitif atau pengalaman traumatik masa lalu.

Hal ini didukung oleh Abraham Maslow, bahwa kalau ingin memahami motivasi, maka kita harus memahami sifat dasar dari motivasi, menyerupai : (1) Kontemporer, yaitu motivasi merupakan kekuatan pendorong bagi masa depan. Masa kemudian hanya akan menjadi motivasi kalau mempunyai kekuatan pendorong bagi masa sekarang dan masa depan ; (2) Pluralistik, yaitu motivasi sifatnya kompleks, tidak sanggup disederhanakan menjadi beberapa dorongan saja. Misalnya mencari kenikmatan, mengurangi tegangan, atau mencari rasa kondusif ; (3) Proses Kognitif, yaitu motivasi akan melibatkan proses kognitif, menyerupai adanya perencanaan tujuan secara sadar ; (4) Kongkrit dan Nyata, yaitu motivasi bukanlah sesuatu yang abstrak, melainkan nyata.

Dalam mempelajari motivasi, kita mengenal istilah Otonomi Fungsional, yang memandang motif orang remaja beraneka ragam, berdikari sebagai sistem kontemporer, berkembang dari sistem anteseden, tetapi secara fungsi tidak bergantung kepada sistem. Artinya, suatu tingkah laris sanggup merupakan tujuan final dari tingkah laris itu sendiri, walaupun awalnya mempunyai tujuan lain. Misalnya, sikap membaca, awalnya mempunyai tujuan biar sanggup memahami sesuatu. Ini yang disebut prinsip sederhana. Namun kemudian sikap membaca menjadi otonom. Perilaku membaca dilakukan lantaran orang hanya ingin membaca atau merasa puas sesudah sanggup membaca.

Banyak tingkah laris orang remaja yang tetap terjadi lantaran prinsip sederhana. Namun, kematangan seseorang diukur dari seberapa jauh motivasi menjadi fungsional otonom. Ada dua tingkat Otonomi Fungsional berdasarkan Allport, yaitu :
  1. Perseverative Functional Autonomy, yaitu kecenderungan suatu pengalaman mensugesti pengalaman berikutnya. Perilaku yang masuk dalam kategori ini yaitu sikap yang berulang dan rutin. Misalnya, kita minum kopi lantaran ingin mengatasi rasa kantuk. Namun sesudah itu, kita minum kopi bukan untuk mengatasi rasa kantuk lagi, tetapi lantaran sudah terbiasa. 
  2. Propriate Functional Autonomy, yaitu kecenderungan yang akrab dengan inti kepribadian, menyerupai minat yang dipelajari, nilai, sentimen, tujuan, motif pokok, disposisi pribadi, citra diri, atau gaya hidup. Motivasi yang bekerjasama dengan citra diri tersebut lah yang disebut motivasi proprium yang fungsional otonom. Misalnya, X bekerja lantaran ingin menerima uang. Ketika mulai bekerja, pekerjaan itu tampak membosankan. Namun, sesudah satu tahun, X menyukai pekerjaan tersebut. Oleh lantaran itu, kemudian bukan uang yang menahan X di kawasan kerja, melainkan pekerjaan itu sendiri yang menjadi motivasi dalam bekerja. Otonomi jenis ini berfungsi dengan memakai tiga prinsip kerja, yaitu :
    1. Mengorganisir tingkat energi, biar energi tidak dipakai untuk hal yang merusak atau membahayakan. Misalnya, B mempunyai ambisi untuk menjadi kepala divisi keuangan. Energi yang dimiliki B sangat besar untuk mencapai tujuannya. Namun energi itu diarahkan dengan cara-cara yang tepat, menyerupai bekerja sebaik mungkin, dan bukan menjegal rekan-rekan kerjanya.
    2. Mendorong orang untuk mencapai tingkat tertinggi dalam memuaskan motif nya, lantaran orang yang sehat akan termotivasi untuk melaksanakan yang terbaik, supaya sanggup mempertinggi kompetensi dan penguasaan (competence and mastery).
    3. Pola Propriate, yaitu perjuangan untuk mempunyai kepribadian yang konsisten dan integral, dengan cara mengorganisir proses persepsi, kognitif, memperluas self yang propriate, dan menolak yang nonpropriate. 

Namun, tidak semua tingkah laris sanggup dijelaskan dengan memakai konsep otonomi fungsional. Ada delapan jenis tingkah laris yang tidak berada di bawah kendali motif otonomi fungsional, yaitu : (1) Tingkah laris yang berasal dari dorongan biologis, menyerupai makan, minum, tidur, bernafas ; (2) Refleks, menyerupai mengedip, mengangkat lutut, proses pencernaan ; (3) Peralatan Konstitusi, menyerupai kecerdasan, bentuk badan temperamen, kesehatan ; (4) Habit ; (5) Tingkah laris yang tergantung pada penguat primer ; (6) Motif yang terkait pribadi dengan perjuangan mereduksi dorongan dasar ; (7) Tingkah laris non produktif, menyerupai kompulsi, fiksasi, regresi ; (8) Sublimasi.

Kepribadian yang Sehat dan Matang berdasarkan Allport

Sampai di sini, kita menjadi paham bahwa teori kepribadian yang Allport kemukakan itu memakai sudut pandang yang positif, yaitu bahwa kepribadian merupakan akumulasi trait yang mengarahkan tingkah laris sesuai dengan prinsip otonomi fungsional. Penekanan Allport bukanlah pada pribadi yang neurotis, tetapi pada pribadi yang normal, sehat dan matang. Ada tujuh kriteria dari pribadi yang matang, yaitu :
  1. Memiliki PERLUASAN PERASAAN DIRI, artinya kemampuan untuk berpartisipasi dan menyukai rentang acara yang luas. Namun, acara itu harus merupakan acara yang relevan dan penting bagi diri kita sendiri.
  2. Memiliki HUBUNGAN HANGAT DENGAN ORANG LAIN, artinya kemampuan untuk membina relasi yang intim dengan keluarga, teman, dan anak.
  3. Memiliki RASA AMAN SECARA EMOSIONAL, artinya kemampuan mendapatkan emosi diri dengan rasa aman, tanpa tertekan. Misalnya, tidak menyembunyikan rasa marah, namun mengendalikannya dengan tepat, tidak mengalah pada kekecewaan, dsb.
  4. Memiliki PERSEPSI REALISTIS, artinya kemampuan memandang dunia secara obyektif atau apa adanya.
  5. Memiliki KETERAMPILAN, yang sanggup dipakai untuk menuntaskan pekerjaan, kiprah atau masalah. Orang yang sehat secara psikis sanggup melaksanakan pekerjaan dengan dedikasi, komitmen, dan keterampilan yang dimiliki.
  6. Memiliki PEMAHAMAN DIRI, artinya kemampuan untuk melihat persamaan dan perbedaan antara citra diri ideal dengan kondisi diri yang sesungguhnya, bisa melihat kelebihan dan kelemahan diri sendiri.
  7. Memiliki FILSAFAT HIDUP YANG MEMPERSATUKAN, artinya kemampuan mengarahkan dirinya ke masa depan dengan tujuan yang telah ditetapkan. Kemampuan tersebut tentunya dibarengi dengan nilai-nilai yang menempel besar lengan berkuasa dalam pribadi seseorang. Misalnya, menjadi orang yang jujur, dengan prinsip atau nilai kejujuran yang dipegang semenjak muda. 

Sekian artikel tentang Definisi Teori Psikologi Kepribadian Menurut Gordon Allport. Semoga bermanfaat.

Daftar Pustaka
  • Alwisol (2009). Psikologi Kepribadian, Edisi Revisi. Malang : UMM Press
  • Feist, J & Gregory Feist (2010). Teori Kepribadian, Edisi 7, Buku 1. Jakarta : Salemba Humanika
  • Schultz, D (1991). Psikologi Pertumbuhan, Model-model Kepribadian Sehat. Yogyakarta : Penerbit Kanisius
  • Suryabrata, S (2011). Psikologi Kepribadian. Jakarta : RajaGrafindo Persada

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Definisi Teori Psikologi Kepribadian Berdasarkan Gordon Allport"

Post a Comment