Pengertian Pidato Dan Teknik Pidato Yang Baik Dan Benar

Pidato merupakan salah satu bentuk kegiatan berbicara yang sangat diharapkan dalam kehidupan sehari-hari. Setiap ada acara, baik program formal maupun informal selalu ada kegiatan berpidato, dari pidato sambutan hingga pada pidato penyampaian informasi ataupun pidato ilmiah. Keterampilan berpidato tidak begitu saja sanggup dimiliki oleh seseorang, tetapi memerlukan latihan yang cukup serius dan dalam waktu yang cukup, kecuali bagi mereka yang memang mempunyai talenta dan keahlian khusus.

Pengertian Pidato dan Teknik Pidato yang Baik dan Benar - Menurut Hadinegoro (2003:1) pidato yaitu pengungkapan pikiran dalam bentuk kata-kata yang ditujukan kepada orang banyak, atau wacana yang disiap­kan untuk diucapkan di depan khalayak, dengan maksud supaya para pendengar sanggup mengetahui, memahami, mendapatkan serta diharapkan bersedia melaksana­kan segala sesuatu yang disampai­kan kepada mereka (Hadinegoro, 2003:1). 

Pidato merupakan salah satu bentuk kegiatan berbicara yang sangat diharapkan dalam kehidup Pengertian Pidato dan Teknik Pidato yang Baik dan Benar
image source: theeverygirl.com
baca juga: Menganalisa Situasi Publik dan Mengaitkan Topik Pembicaraan

Dalam kehidupan sehari-hari pidato mempunyai beberapa fungsi, di antaranya adalah:
  1. Memberikan informasi (to inform), 
  2. Menghibur (to entertain), 
  3. Membujuk (to persuade), 
  4. Menarik perhatian (to interest), 
  5. Meyakinkan (to convince), 
  6. Memperingatkan (to warn), 
  7. Membentuk kesan (to impress), 
  8. Memberikan instruksi (to instruct), 
  9. Membangun semangat (to arouse), 
  10. Menggerakkan massa (to move), dan lain-lain. 

Bagaimana membangun kredibilitas? Menurut Jalaluddin Rakhmat, dapat dipercaya tidak menempel pada diri pembicara (komunikator), tetapi terletak pada presepsi khalayak ihwal pembicara. Karena dapat dipercaya itu sama dengan persepsi khalayak ihwal komunikator, maka dapat dipercaya sanggup dibuat atau dibangun. Salah satu komponen yang penting dari dapat dipercaya yaitu otoritas.

Apa yang menimbulkan seorang komunikator mempunyai otoritas?
  • Otoritas terbentuk berdasarkan latarbelakang pendidikan dan pengalaman. Memilih topik ancaman “flu burung”, pembicara harus paham kasus penyakit Itu, penyebabnya dan akibatnya.
  • Pendengar menyukai atau mendapatkan gagasan yang dikemukakan pembicara yang dipandang obyektif, ibarat memakai pendekatan rasional dan argumentasi yang logis; menentukan kata-kata yang tepat; menyajikan informasi yang benar; tidak menggurui atau sok pintar; dan yang penting memberlakukan pendengar sebagai rekan, sobat atau teman (sebagai manusia) bukan sebagai obyek. Misal mendiskusikan manfaat “Lumpur Sidoarjo” bagi kehidupan ekonomi. Pembicara menyerahkan kepada pendengar, seandainya lumpur tersebut bisa dipisahkan dengan air”.
  • Pendengar tertarik pada pembicara yang jujur, sopan dan telah banyak berbuat bagi masyarakat. Hindarilah omongan yang kasar dan menyinggung perasaan orang lain. Misal, mengajak dan mendorong bawah umur yang putus sekolah, untuk ikut berguru bersama dan antara lain menjelaskan kepada mereka, sejarah tokoh-tokoh populer yang bahagia membaca dan belajar.
  • Pendengar tertarik pada Anda alasannya yaitu mereka tahu Anda berbicara untuk kepentingan mereka. Ciptakan kesan bahwa keperluan mereka yaitu keperluan Anda. Anda bukan berbicara kepada (speak to) mereka, tetapi berbicara bersama (speak with) mereka

Metode Penyajian Pidato

A. Persiapan Pidato

Pidato merupakan salah satu kegiatan yang memerlukan persiapan yang cukup. Persiapan pidato ini mempunyai tugas yang penting alasannya yaitu dengan persiapan yang dilakukan dengan baik, pidato yang akan dilakukan sanggup berjalan dengan lancar dan sukses. Terkait dengan persiapan dan latihan dalam berpidato ini, Gorys Keraf (1997:317) mengemukakan tujuh langkah dalam mempersiapkan pidato, yaitu:
  1. menentukan topik dan tujuan 
  2. menganalisis pendengar dan situasi 
  3. memilih dan menyempitkan topik 
  4. mengumpulkan bahan 
  5. membuat kerangka uraian 
  6. menguraikan secara mendetail, dan 
  7. melatih dengan bunyi nyaring. 

Ketujuh langkah tersebut sanggup diringkas menjadi tiga langkah yang tetap, yaitu: meneliti kasus (1, 2, dan 3), menyusun uraian (4, 5, dan 6), dan mengadakan latihan (7).

Berdasarkan ada tidaknya persiapan dalam pidato, Rachmat (1999: 17-18) membagi jenis pidato menjadi empat macam, yaitu pidato impromtu, manuskrip, memoriter, dan ekstempore. Tokoh lain menyebut empat bentuk ini bukan sebagai jenis pidato, tetapi merupakan metode pidato.

1. Pidato Impromtu

Pidato impromptu yaitu pidato yang disampaikan tanpa adanya persiapan dari orang yang akan berpidato. Misalnya, dikala Anda tiba ke suatu pesta, kemudian Anda diminta untuk memberikan pidato, maka pidato yang Anda sampaikan tanpa adanya persiapan terlebih dahulu tersebut dinamakan pidato impromtu. Bagi mereka yang sudah terbiasa berpidato, pidato impromtu ini mempunyai beberapa keuntungan, diantaranya yaitu (1) impromtu lebih sanggup mengungkapkan perasaan pembicara yang sebenarnya, alasannya yaitu pembicara tidak memikirkan lebih dulu pendapat yang disampaikannya, (2) gagasan dan pendapatnya tiba secara spontan, sehingga tampak segar dan hidup, dan (3) impromtu memungkinkan Anda terus berpikir.

Namun demikian, impromtu ini mempunyai beberapa kelemahan, terutama bagi pembicara atau orang yang belum terbiasa berpidato. Kelemahan-kelemahan impromtu tersebut antara lain yaitu (1) impromtu sanggup menimbulkan kesimpulan yang mentah alasannya yaitu dasar pengetahuan yang tidak memadai, (2) impromtu menjadikan penyampaian yang tersendat-sendat dan tidak lancar, (3) gagasan yang disampaikan bias “acak-acakan” dan ngawur, (4) alasannya yaitu tiadanya persiapan, kemungkinan “demam panggung” besar sekali.

Menurut Jalaludin Rachmat (1999: 17) ada beberapa hal yang harus diperhatikan dan dijadikan pegangan dikala pidato impromtu harus dilakukan. Hal-hal tersebut antara lain adalah:
  1. Pikirkan lebih dahulu teknik permulaan pidato yang baik. Misalnya: Cerita, kekerabatan dengan pidato sebelumnya, bandingan, ilustrasi, dan sebagainya. 
  2. Tentukan sistem organisasi pesan. Misalnya: susunan kronologis, teknik pemecahan masalah, kerangka sosial ekonomi-politik, kekerabatan teori dan praktik. 
  3. Pikirkan teknik menutup pidato yang mengesankan. Kesukaran menutup pidato biasanya merepotkan pembicara impromtu. 

2. Pidato Manuskrip

Pidato jenis manuskrip ini juga sering disebut pidato dengan naskah. Orang yang berpidato mmembacakan naskah pidato dari awal hingga akhir. Pidato jenis manuskrip ini diharapkan oleh tokoh nasional dan para ilmuwan dalam melaporkan hasil penelitian yang dilakukannya. Mereka harus berbicara atau berpidato dengan hati-hati, alasannya yaitu kesalahan pemakaian kata atau kalimat alhasil bisa lebih luas dan berakibat negatif.

Keuntungan pidato manuskrip antara lain yaitu (1) kata-kata sanggup dipilih sebaik-baiknya sehingga sanggup memberikan arti yang tepat dan pernyataan yang gamblang, (2) pernyataan sanggup dihemat, alasannya yaitu manuskrip sanggup disusun kembali, (3) Kefasihan bicara sanggup dicapai, alasannya yaitu kata-kata sudah disiapkan, (4) hal-hal yang ngawur atau menyimpang sanggup dihindari, (5) manuskrip sanggup diterbitkan atau diperbanyak.

Akan tetapi kalau dilihat dari proses komunikasi, kerugian pidato manuskrip ini akan lebih berat , di antaranya yaitu (1) komunikasi pendengar akan berkurang alasannya yaitu pembicara tidak berbicara eksklusif kepada mereka, (2) pembicara tidak sanggup melihat pendengar dengan baik, sehingga akan kehilangan gerak dan bersifat kaku, (3) Umpan balik dari pendengar tidak sanggup mengubah, memperpendek atau memperpanjang pesan, (4 ) pembuatannya lebih usang daripada sekedar menyiapkan garis-garis besarnya saja.

Agar sanggup menghindari banyak sekali kelemahan dari pidato manuskrip ini, maka perlu diperhatikan beberapa hal berikut ini:
  1. Susunlah lebih dahulu garis-garis besarnya dan siapkan bahan-bahannya. 
  2. Tulislah manuskrip seperti Anda berbicara. Gunakan gaya percakapan yang lebih informal dan langsung. 
  3. Baca naskah itu berkali-kali sambil membayangkan pendengar. 
  4. Siapkan manuskrip dengan ketikan besar, tiga spasi dan batas pinggir yang luas. 

3. Pidato Memoriter

Pidato jenis ini juga sering disebut sebagai pidato hafalan. Pembicara atau orang yang akan berpidato menulis semua pesan yang akan disampaikan dalam sebuah naskah kemudian dihafalkan dan disampaikan kepada audiens kata-demi kata secara hafalan. Pidato memoriter ini sering menjadi tidak sanggup berjalan dengan baik apabila pembicara lupa serpihan yang akan disampaikan, dan dalam pidato ini kekerabatan antara pembicara dengan audiens juga kurang baik.

Kekurangan pidato jenis ini antara lain adalah: tidak terjalin saling kekerabatan antara pesan dengan pendengar, kurang langsung, memerlukan banyak waktu dalam persiapan, kurang spontan, perhatian beralih dari kata-kata kepada perjuangan mengingat-ingat.

4. Pidato Ekstemporer

Pidato ekstemporer ini yaitu jenis pidato yang paling baik dan paling banyak digunakan oleh juru pidato yang telah mahir. Dalam pidato jenis ini, pembicara hanya menyiapkan garis besar (out-line) saja. Dalam penyampaiannya, pembicara tidak mengingat kata demi kata tetapi pembicara bebas memberikan ide-idenya dengan rambu-rambu garis besar permasalahan yang telah disusun. Komunikasi yang terjadi antara pembicara dengan audiensnya sanggup berlangsung dengan lebih baik. Pembicara sanggup secara eksklusif merespons apa yang terjadi di hadapannya sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapinya.

Bagi pembicara yang belum mahir berpidato, pidato jenis ekstempore ini mempunyai beberapa kelemahan. Kelemahan tersebut di antaranya adalah: persiapan kurang baik bila dibuat terburu-buru, pemilihan bahasa yang jelek, kefasihan yang terhambat alasannya yaitu kekurangan menentukan kata dengan segera, kemungkinan menyimpang dari garis besar pidato (out-line), tentu saja tidak sanggup dijadikan materi penerbitan. Akan tetapi, kekurangan-kekurangan tersebut sanggup diatasi dengan banyak melaksanakan latihan berpidato.

Berdasarkan isi dan sifatnya, Haryadi (1994:45) mengelompokkan pidato ke dalam tiga jenis, yaitu (1) pidato informatif, (2) pidato propagandis, dan (3) pidato edukatif.

Pidato informatif mempunyai ciri-ciri:
  1. objektif, yaitu berdasarkan apa adanya dan sesungguhnya, dasarnya memberi penerangan sejelas-jelasnya dan tidak menyimpang dari pokok persoalan, 
  2. realistis, yaitu mengikuti apa yang sebenarnya, baik pahit maupun manis, 
  3. motivatif, artinya memberi pengarahan supaya diperoleh kesadaran baru, dan 
  4. zakelijk, yakni tidak menyimpang dari duduk masalah dan jujur. 

Pidato propagandis mempunyai ciri-ciri:
  1. subjektif, artinya sanggup menyimpang dari hakikat kebenaran demi tercapainya tujuan, 
  2. Fiktif, yakni lebih banyak gambaran-gambaran yang indah-indah, fatamorgana, isapan jempol, 
  3. pemutarbalikan fakta bila perlu, artinya segala cara sanggup dilakukan termasuk memutarbalikkan fakta demi mempero­leh efek yang besar, 
  4. agitatif, artinya dilakukan secara bersemangat dan berapi-api, 
  5. demagogis, yaitu berisi pengarahan-pengarahan yang menyesatkan orang lain, bahkan sering melaksanakan fitnah dan sabung domba, 
  6. agresif, artinya bersikap menyerang lawan, 
  7. menarik, yakni memikat dan sering menerima tepuk tangan. 

Pidato edukatif mempunyai ciri-ciri:
  1. objektif, apa yang dituju atau dimaksud, 
  2. rasional, yakni berdasarkan pikiran sehat, bukan emosi, dan mementingkan kebenaran, 
  3. berdasarkan ilmu pengetahuan yang sanggup dipertanggungja­wabkan kebenaran ilmiahnya, 
  4. defensif, artinya bersifat mempertahankan kebenaran ilmiahnya, 
  5. tenang waktu mengemukakan, dimaksudkan untuk mema­suk­kan pengertian. 

Di serpihan lain dikemukakan perilaku dan tatakrama yang perlu diperhatikan oleh seorang pembicara, antara lain:
  1. Berpakaian yang bersih, rapi, sopan, dan tidak bergaya pamer atau berlebih-lebihan. 
  2. Merendahkan hati, tetapi bukan rendah diri dan kurang percaya diri. 
  3. Kata-kata dan ucapan sopan. Menggunakan kata-kata sapaan secara mantap dan bersahabat. 
  4. Di sana-sini diselingi humor yang segar dan sopan. 
  5. Pada serpihan final uraian selalu mengemukakan permo­honan maaf. 

Berikut ini dikemukakan struktur materi yang digunakan untuk banyak sekali pidato seremonial.
1. Pidato Pembukaan dalam Seminar
  • Pembukaan 
  • Pengantar dan ucapan terima kasih 
  • Mengapa tema itu yang dipilih 
  • Apa yang diharapkan dari pembicara dan pendengar 
  • Penjelasan jalannya acara 
  • Penutup 

2. Pidato Ketua Panitia
  • Pembukaan 
  • Ucapan terima kasih 
  • Maksud diadakannya kegiatan tersebut 
  • Laporan kegiatan 
  • Harapan untuk berpartisipasi 
  • Permohonan maaf 
  • Penutup 

3. Pidato Belasungkawa
  • Pembukaan 
  • Penyampaian rasa belasungkawa 
  • Apa makna maut bagi manusia 
  • Doa dan harapan 
  • Penutup 
  • Pidato Belasungkawa atas nama keluarga 
  • Pembukaan 
  • Ucapan terima kasih 
  • Peristiwa kematian 
  • Memintakan maaf atas kesalahannya 
  • Permohonan untuk penyelesaian hutang-piutang 
  • Permohonan maaf 
  • Penutup 

B. Pembawaan Pidato

Pelaksanaan atau pembawaan pidato memerlukan persiapan dan latihan yang cukup. Selain persiapan dan latihan yang cukup, masih banyak hal yang harus diperhatikan dikala seseorang memberikan pidatonya di depan audiens. Dalam hubungannya dengan persiapan, pelaksanaan, dan final wicara atau pidato, Widyamartaya (1980: 32-35) mengemukakan tiga hal yang perlu menerima perhatian, yaitu: (1) pembawaan awal pembicaraan atau awal pidato, (2) selama berbicara, dan (3) pembawaan final wicara.

1. Pembawaan Awal Pembicaraan

  • Tenangkan diri Anda sebelum maju ke depan. Bila Anda berdiri di depan orang banyak untuk berbicara, jangan terus berbicara, tapi tenangkan dulu diri Anda. Selama 10 hingga 15 detik berdirilah dengan damai menya­dari diri, pandanglah para hadirin, dan ambillah nafas dalam-dalam. 
  • Setelah Anda menguasai diri dan mengadakan kontak dengan pendengar Anda, ucapkan sapaan-sapaan dengan sepenuh hati dan simpatik. 
  • Awalilah pembicaraan Anda dengan menyinggung kesempatan/tempat yang diberikan pada Anda atau apa yang pernah disampaikan pembicara sebelumnya. 
  • Bangkitkan minat hadirin dengan mengutarakan suatu insiden yang aktual, data statistik, suatu pertanyaan, alat peraga, menyinggung pentingnya suatu masalah, dan sebagainya. 

2. Selama Berbicara
  • Menggunakan pause, jeda sementara untuk memberi kesempatan kepada pendengar guna mencerna klarifikasi yang gres disampaikan, sekaligus sebagai persiapan untuk memasuki duduk masalah berikutnya. 
  • Pembicaraan diselingi dengan sapaan-sapaan yang bervariatif. 
  • Kata-kata atau frase yang penting ditekankan dengan intonasi khusus. 
  • Nada dan bunyi harus sanggup bervariasi. 
  • Dukunglah pembicaraan dengan mimik, intonasi, dan solah bawa yang tepat. 
  • Pembicaraan diusahakan logis dan sistematis. 

3. Pembawaan Akhir Berbicara
  • Perhitungkan kemampuan pendengar dan pembicara, jangan bernafsu bicara banyak dan jangan kita mengikuti perasaan kita sendiri. 
  • Bila gagasan yang akan disampaikan sudah memadai segera berhenti. Bicara yang berkepanjangan biasanya hasil dari aliran yang kurang usang atau masak. 
  • Bila pembicaraan cukup panjang, kemukakan ringkasan pokok duduk masalah yang disampaikan. Tekankan atau tandaskan sekali lagi maksud pokok pembicaraan Anda. 
  • Akhiri pembicaraan Anda dengan semangat yang menyala, tidak turun atau melemah. 
  • Hindarkan basa-basi yang tidak perlu, contohnya ucapan “Saya kira cukup sekian pembicaraan Saya”, ucapkan saja “Terima kasih atas perhatian Saudara.” 
  • Wajah dan gerak-gerik hendaklah selalu memancarkan suatu keperca­yaan diri. Hindarkan gerak-gerik yang kurang baik, ibarat penyeringai­an, buru-buru, angkat bahu, dan sebagainya. 

Cara Menutup Dan Membuka Pidato

A. Cara Membuka Pidato

Pembukaan dalam berpidato mempunyai peranan yang cukup besar dalam kesuksesan berpidato. Kalau dalam pembukaan pidato sudah bagus, maka pendengar akan merasa tertarik untuk mengikuti uraian pidato selanjutnya. Jalaluddin Rachmat (1999:52-63) menyarankan beberapa hal yang sanggup dilakukan dalam membuka dan menutup pidato. Cara dan waktu yang dibutuhkan dalam membuka pidato menurutnya sangat bergantung pada topik, tujuan, situasi, khalayak, dan kekerabatan antara komunikator dan komunikan. Adapun cara-cara membuka pidato tersebut sanggup dipilih salah satu dari yang berikut:
  1. Langsung menyebutkan pokok persoalan. Komunikator menyebutkan hal-hal yang akan dibicarakannya dan memperlihatkan kerangka pembicara­annya. Cara ini biasanya dilakukan bila topik yaitu sentra perhatian khalayak. 
  2. Melukiskan latar belakang masalah.
    Komunikator menjelaskan sejarah topik, membatasi perngertian, dan menyatakan masalah-masalah utamanya.
  3. Menghubungkan dengan insiden mutakhir atau insiden yang tengah menjadi sentra perhatian khalayak. 
  4. Menghubungkan dengan insiden yang sedang diperingati. 
  5. Menghubungkan dengan daerah komunikator berpidato. 
  6. Menghubungkan dengan suasana emosi (mood) yang tengah mencakup khalayak. 
  7. Menghubungkan dengan insiden sejarah yang terjadi di masa lalu 
  8. Menguhubungkan dengan keperluan vital pendengar 
  9. Memberikan kebanggaan pada khalayak atas prestasi mereka 
  10. Memulai dengan pernyataan yang mengejutkan 
  11. Mengajukan pertanyaan provokatif atau serentetan pertanyaan 
  12. Menyatakan kutipan 
  13. Menceritakan pengalaman pribadi 
  14. Mengisahkan dongeng faktual, fiktif atau situasi hipotetis 
  15. Menyatakan teori atau prinsip-prinsip yang diakui kebenarannya 
  16. Membuat humor. 

Sementara itu, Hendrikus (2003:80) memperlihatkan beberapa saran yang perlu diperhatikan dalam memulai pidato. Beberapa saran dan petunjuk tersebut adalah:
  1. Mulailah setenang mungkin. 
  2. Pikirlah sesuatu yang positif untuk melenyapkan rasa takut. 
  3. Jangan memulai pidato dengan membaca dan terikat pada teks, tetapi bicaralah bebas. 
  4. Jangan mulai dengan meminta maaf. 
  5. Memulai pidato dengan nada positif. 
  6. Berusahalah untuk menarik perhatian pendengar dan membuat kontak dengan mereka. 
  7. Mulailah pidato dengan cara yang lain, tetapi menarik. Artinya tidak usah memulai dengan rumusan-rumusan umum yang selalu sama. 
  8. Bernafaslah sedalam-dalamnya sebelum mulai berbicara. 
  9. Mulailah berbicara, bila seluruh ruangan sudah tenang. 

B. Cara Menutup Pidato

Selain pembukaan pidato, kasus penutupan pidato juga menjadi kasus yang penting. Penutup pidato paling tidak harus sanggup menjelaskan seluruh tujuan komposisi, memperkuat daya persuasi, mendorong aliran dan tindakan yang diharapkan, membuat titik puncak dan menimbulkan kesan terakhir yang positif. Dalam sebuah pidato, dikenal dua macam cara menutup pidato yang buruk, yaitu: berhenti tiba-tiba tanpa memperlihatkan citra komposisi yang tepat dan berlarut-larut tanpa pengetahuan di mana harus berhenti.

Berikut ini beberapa cara menutup pidato sebagaimana yang diungkapkan oleh Rachmat (1999: 60-63):
  1. Menyimpulkan atau mengemukakan ikhtisar pembicaraan.
    Cara yang paling gampang dalam menyimpulkan ini yaitu dengan membilangnya dalam urutan satu, dua, tiga, dan seterusnya.
  2. Menyatakan kembali gagasan utama dengan kalimat dan kata yang berbeda. Hal ini sanggup dilakukan sehabis menyebutkan ikhtisar pidato atau tanpa ikhtisar pidato. 
  3. Mendorong khalayak untuk bertindak (Appeal for Action).
    Cara ini biasanya digunakan terutama untuk menutup pidato persuasif yang ditujukan untuk memperoleh tindakan tertentu dari khalayak.
  4. Mengakhiri dengan klimaks.
    Karena final pidato merupakan puncak seluruh uraian, maka menuju epilog pidato sanggup dilakukan dengan uraian menjadi lebih penting dan lebih patut menerima perhatian.
  5. Mengatakan kutipan sajak, kitab suci, peribahasa, atau ucapan ahli.
    Kutipan sanggup menambah keindahan komposisi, asal kutipan yang digunakan tersebut ada kaitannya dengan tema yang dibicarakan atau memperlihatkan arah tindakan yang harus dilakukan.
  6. Menceritakan pola yang berupa gambaran dari tema pembicaraan.
    Ilustrasi ini harus berbentuk dongeng yang menarik perhatian yang menghidupkan jalannya uraian. Panjang pendeknya dongeng sanggup diadaptasi dengan waktu yang tersedia.
  7. Menerangkan maksud gotong royong pribadi pembicara.
  8. Memuji dan menghargai khalayak.
    Pujian yang efektif yaitu kebanggaan yang wajar, ikhlas, dan tidak berlebih-lebihan.
  9. Membuat pernyataan yang humoris atau anekdot lucu.
    Kalau bukan ahli, cara menutup pidato inilah yang paling sukar dilakukan.

Sebaiknya epilog pidato diucapkan secara bebas, jangan membaca pada teks, alasannya yaitu akan membawa imbas yang kurang meyakin­kan. Pembicara harus mengucapkan secara bebas, dan diucapkan dengan kontak mata yang sugestif terhadap pendengar.

Sekian artikel tentang Pengertian Pidato dan Teknik Pidato yang Baik Menurut Para Ahli. Semoga bermanfaat,

Daftar Pustaka
  • Arsjad, Maidar G. dan Mukti U.S. 1991. Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa 
  • Indonesia. Jakarta: Erlangga.
  • De Vito, Joseph A. (1994), The Public Speaking Guide. New York: Harper College. 
  • Hadinegoro, Luqman. 2003. Teknik Seni Berpidato Mutakhir. Yogyakarta: Absolut.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Pengertian Pidato Dan Teknik Pidato Yang Baik Dan Benar"

Post a Comment