5 Teori Dalam Bidang Ilmu Psikologi Sosial

5 Teori dalam Bidang Ilmu Psikologi Sosial - Psikologi sosial dikala ini membawa manfaat yang luar biasa dari sebelumnya. Psikologi sosial membantu masyarakat memahami kisah-kisah kejadian dalam masyarakat akhir-akhir ini ibarat terorisme, prasangka etnis, pelecehan seksual, dampak teknologi dan aneka macam fenomena sosial disekitar kita. Psikologi sosial telah menerima kawasan yang penting dalam psikologi modern. Psikologi sosial telah menawarkan pencerahan terhadap fungsi fatwa masyarakat dan memperkaya jiwa masyarakat (Taylor, Peplau, dan Sears, 2009).

Melalui aneka macam penelitian yang telah dilakukan oleh ilmuwan psikologi sosial, para ilmuwan menandaskan bahwa untuk sanggup memahami sikap manusia, maka perlu mengetahui peranan dari situasi permasalahan dan budaya. Pengaruh dari variable-variabel situasional dalam mentransformasikan sikap melalui cara yang tidak bias diprediksi bila hanya memahami apa yang ada dalam diri manusia, ibarat disposisi bawaan ataupun yang dipelajari.

Situasi-situasi sosial tersebut bukanlah merupakan variable eksternal ibarat yang dipercaya oleh penganut behaviorisme radikal, melainkan merupakan konstruk realitas yang dialami bersama atau sebuah konstruk subjektif yang kita bentuk dan kita berikan kepada orang lain (Zimbardo dalam baron dan Byrne, 2005).

Teori Pertama: Role Theories atau Teori Peran

Perspektif dasar teori ini yaitu bahwa tingkah laris dibuat oleh peranan-peranan yang diberikan oleh masyarakat bagi individu-individu untuk melaksanakannya. Teori ini mengakui dampak faktor-faktor sosial pada tingkah laris individu dalam situasi yang berbeda. Peranan pada umumnya didefinisikan sebagai sekumpulan tingkah laris yang dihubungkan dengan suatu posisi tertentu (Sarbin & Allen, 1968).

Menurut teori ini, peranan yang berbeda menciptakan jenis tingkah laris yang berbeda pula. Tetapi apa yang menciptakan tingkah laris itu sesuai dalam suatu situasi dan tidak sesuai dalam situasi lain relatif independent pada seseorg yang menjalankan peranan tersebut, lantaran itu masing-masing tugas diasosiasikan dengan sejumlah impian mengenai tingkah laris apa yang sesuai dan sanggup diterima dalam peranan tersebut (role expectation).
 Teori dalam Bidang Ilmu Psikologi Sosial 5 Teori dalam Bidang Ilmu Psikologi Sosial
image source: psychology(dot)iresearchnet(dot)com
Baca juga: Definisi dan Teori Psikologi Sosial Menurut Ahli
Teori tugas berkaitan dengan status sosial dan tugas sosial. Status sosial yaitu posisi dalam masyarakat, ibarat mahasiswa, pengantar surat pos, ibu, atau karyawan.

Peran yaitu impian untuk bagaimana orang-orang dalam status sosial tertentu harus bersikap. Peran terikat dengan status, sehingga mahasiswa diperlukan untuk berguru dan operator surat diperlukan untuk mengirim email. Teori Peran menegaskan bahwa orang-orang memenuhi impian pada tugas yang diemban dan banyak sikap sosial yaitu orang-orang yang melaksanakan tugas mereka.

Mengetahui bahwa seseorang ibu memberitahu banyak perihal bagaimana kita mengharapkan seorang ibu untuk berperilaku. Sebagai contoh, kita akan mengharapkan beliau untuk memelihara anak-anaknya, untuk melindungi mereka dari bahaya, untuk membantu mengajar mereka, dan sebagainya.

Peran seseorang tidak hanya menentukan perilaku, tetapi jg beliefs (keyakinan) dan sikap individu. Individu menentukan sikap yang selaras dengan harapan-harapan yang menentukan tugas mereka.

Sehingga perubahan tugas akan membawa pada perubahan sikap. Peran juga sanggup mempengaruhi values yang dipegang orang dan mempengaruhi arah dari pertumbuhan dan perkembangan kepribadian mereka. Impression management. Suatu bidang yang mempelajari cara bagaimana orang-orang mencoba membentuk kesan spesifik dan positif perihal dirinya (Schlenker, 1970).

Teori Kedua: Learning Theories atau Teori Belajar

Teori berguru menekankan pada peranan situasi dan lingkungan sebagai sumber penyebab tingkah laku. Teori ini menganalisa tingkah laris sosial dalam istilah “asosiasi yg dipelajari” antara stimulus dan respon.

Tingkah laris terjadi akhir proses berguru yg juga disertai dgn adanya reinforcement. Sehingga insan cenderung berinteraksi dengan orang-orang yang menawarkan ganjaran dan akan menghindari orang-orang yang menyebabkan kerugian.

Menurut Bandura (1977), seorang anak berguru tingkah laris gres dengan melihat orang lain (model) yang melakukannya dan mengamati konsekuensi dari sejumlah tingkah laku. Jika modelnya menerima reward maka tingkah laris model tersebut akan dilakukannya dimasa yang akan datang, namun bila model tersebut menerima hukuman, maka anak akan menjauhi tingkah laris tersebut, proses berguru ini disebut “imitasi”.

Ciri-ciri khusus teori belajar:

  • Sebab-sebab sikap terletak pada pnegalaman berguru individu di masa lampau
  • Cenderung menempatkan penyebab sikap pada lingkungan eksternal
  • Pendekatan berguru diarahkan untuk menjelaskan prilaku yang aktual dan bukan keadaan subyektif atau psikologis (faktor internal ibarat emosi/perasaan, motif, persepsi dll).


Teori Ketiga: Social Exchange Theory atau Teori Pertukaran Sosial

Teori ini keluar pada tahun 1958 oleh seorang sosiolog berjulukan George Homans Teori yang menganalisis interaksi antar - orang dari segi hasil (imbalan minus biaya) dari pertukaran antar - individu tersebut. Dalam psikologi sosial dan sosiologi, gagasan bahwa perubahan sosial dan stabilitas merupakan proses analisis biaya - manfaat antara pihak-pihak. Teori pertukaran sosial yaitu jenis korelasi matematis dan logis dari sebuah hubungan.

Contoh: Menurut teori pertukaran sosial, seseorang yang merasa bahwa biaya korelasi romantisnya melapaui manfaat atau merasa rugi kemungkinan besar akan meninggalkan hubungan.

Layak = Imbalan – Biaya

Teori Keempat: Cognitive Dissonance Theory

Teori yang dikembangkan oleh Leon Festinger, yang menyatakan inkonsistensi (disonansi) antara dua elemen kognitif akan menyebabkan tekanan untuk menciptakan elemen itu selaras kembali. Teori ini telah diaplikasikan pada banyak fenomena, ibarat pembuatan keputusan, sikap yang berbeda dengan sikap, dan daya tarik personal.

Disonansi kognitif merupakan dikrepansi atau terjadinya kesenjangan antara dua elemen kognitif yang tidak konsisten yang berakibat ketidaknyamanan secara psikologis.

Festinger menjelaskan, terdapat dua elemen penting dalam disonansi kognitf, yaitu:

1. Hubungan tidak relevan

Tidak terdapat kaitan antara dua elemen kognitif, misalnya: elemen pertama, pengetahuan perihal kebersihan, tidak mencuci tangan ketika hendak makan akan membawa penyakit kedalam badan dengan elemen kedua, bahwa di pulau jawa terdapat sekali singa.

2. Hubungan yang sesuai atau relevan

Terdapat kaitan atau korelasi antara dua elemen kognisi, sehingga elemen pertama akan membawa akhir pada elemen kedua. Terdapat dua macam korelasi dalam korelasi yang relevan :

3. Disonan

Terjadi manakala dua elemen atau pikiran bersifat berlawanan, antara elemen pikiran 1 dengan elemen pikiran 2, atau terjadinya ketidakselarasan antara elemen pikiran 1 dengan elemen pikiran 2.

Contoh: seseorang akan berdiri kesiangan bila tidur tengah malam, dan ternyata ia bisa berdiri pagi lantaran tuntutan masuk kantor.

4. Konsonan

Terjadi manakala dua elemen atau pikiran bersifat sesuai atau relevan, dan tidak saling tumpang tindih antara elemen 1 dengan elemen 2, atau terjadinya keselarasan antara elemen pikiran 1 dengan elemen pikiran 2.

Contoh: semua orang tahu bahwa tidak menggunakan helm akan ditangkap polisi, dan memang akan ditangkap polisi ketika berkendara motor di jalan tidak menggunakan helm.

Teori Kelima: Balance Theory

Teori keseimbangan (balance theory) beropini bahwa formulasi yang secara spesifik menyatakan korelasi antara: (1) rasa suka individu terhadap orang lain, (2) Sikapnya mengenai suatu topik, dan (3) sikap orang lain yang dipersepsikan mengenai topik yang sama. Keseimbangan berakibat pada keadaan emosional yang positif, ketidakseimbangan berakibat pada keadaan emosional yang negatif, dan keadaan tidak seimbang menyebabkan ketidak pedulian.

 Teori dalam Bidang Ilmu Psikologi Sosial 5 Teori dalam Bidang Ilmu Psikologi Sosial

Formulasi ini menyatakan bahwa orang-orang secara alamiah mengorganisasikan rasa suka dan rasa tidak suka mereka secara simetris. Ketika dua orang menyukai satu sama lain, dan mengetahui bahwa mereka sama pada suatu hal yang khusus, hal ini mencerminkan keseimbangan (balance), dan keseimbangan secara emosional menyenangkan. Ketika dua orang menyukai satu sama lain dan mengetahui bahwa mereka tidak sama pada suatu hal yang spesifik, kesannya yaitu ketidakseimbangan (imbalance), yang secara emosional tidak menyenangkan.

Pada perkara yang terakhir, mereka berjuang untuk mengembalikan keseimbangan dengan mengubah sikap dan tingkah laris satu orang atau orang yang lain biar lebih sama, dengan mempersepsikan derajat ketidaksamaan secara keliru, atau cukup dengan memutuskan untuk tidak menyukai satu sama lain. Rasa tidak suka menciptakan keadaan bukan seimbang (nonbalance) yang bukannya sangat menyenangkan, namun bukan juga sangat tidak menyenangkan, lantaran masing-masing individu merasa tidak peduli terhadap kesamaan ataupun ketidaksamaan satu dengan yang lain.

Fritz Heider menyampaikan bahwa kita berusaha menjaga keseimbangan antar perasaan-perasaan dan kekerabatan kita. Kita termotivasi untuk menyukai orang lain yang bersahabat dengan kita, menyukai orang yang sepaham dengan kita, dan tidak menyukai orang yang berseberangan dengan kita.

Sekian artikel tentang 5 Teori dalam Bidang Ilmu Psikologi Sosial. Semoga bermanfaat.

Daftar Pustaka


  • Baron, A. R. & Byrne, D. 2003. Psikologi Sosial. Penerbit Erlangga. Jakarta. Edisi kesepuluh.
  • Taylor, E. S., Peplau, A. L., & Sears, O. D. 2009. Psikologi Sosial. Prenada Media Group. Jakarta.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "5 Teori Dalam Bidang Ilmu Psikologi Sosial"

Post a Comment