Faktor-Faktor Penyebab Sikap Garang Berdasarkan Para Ahli

Faktor-faktor Penyebab Perilaku Agresif Menurut Para Ahli -  Sebelumnya kita telah membahasa mengenai pengertian sikap agresif. Kali ini akan membahasa menyerupai apa saja faktor-faktor yang menjadi penyebab sikap bergairah ini, silahkan disimak goresan pena di bawah ini.

faktor Penyebab Perilaku Agresif Menurut Para Ahli Faktor-faktor Penyebab Perilaku Agresif Menurut Para Ahli
Faktor yang Menjadi Penyebab Perilaku Agresif
Baca juga: Pengertian dan Ciri Perilaku Agresif

Faktor Penyebab Perilaku Agresif

Davidoff (dalam Mu’tadin, 2002) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang sanggup mengakibatkan sikap bergairah adalah:

a. Rasa murka

Marah merupakan emosi yang mempunyai ciri-ciri kegiatan system saraf parasimpatik yang tinggi dan adanya perasaan tidak suka yang sangat kuat, biasanya disebabkan lantaran adanya kesalahan, yang mungkin nyata-nyata salah atau mungkin juga tidak. Perasaan ingin menyerang, meninju, menghancurkan atau melemparkan sesuatu dan biasanya timbul pikiran yang kejam akan muncul pada ketika individu dalam keadaan marah, dan bila hal-hal tersebut disalurkan maka terjadilah sikap agresif.

b. Frustasi

Frustrasi terjadi bila seseorang terhalang sesuatu hal dalam mencapai suatu tujuan, kebutuhan, keinginan, pengharapan atau tindakan tertentu. Perilaku bergairah merupakan salah satu cara untuk merespon frustrasi. Selanjutnya Dollard dkk (dalam Sarwono, 2002) menyatakan bahwa sikap bergairah sanggup dipicu oleh frustrasi. Frustrasi didefinisikan sebagai interferensi eksternal terhadap sikap yang diarahkan atau kendala terhadap pencapaian sesuatu tujuan. Perilaku bergairah dijelaskan sebagai hasil dorongan yang dimaksudkan untuk mengakhiri keadaan deprivasi atau pelampiasan dari perasaan frustrasi. Seseorang jikalau usahanya untuk mencapai suatu tujuan mengalami hambatan, akan timbul dorongan bergairah yang pada gilirannya akan memotivasi sikap yang dirancang untuk melukai orang atau objek yang mengakibatkan frustrasi.

c. Faktor biologis

Berdasarkan sudut pandang biologis faktor penyebab sikap bergairah sanggup dikelompokkan menjadi tiga pecahan yang mencakup gen, system otak, dan kimia darah.

  • Gen besar lengan berkuasa pada pembentukan sistem neural otak yang mengatur sikap agresif. Faktor keturunan sepertinya menciptakan binatang jantan yang berasal dari aneka macam jenis lebih praktis murka dibandingkan betinanya.
  • Sistem otak yang tidak terlibat dalam agresifitas sanggup memperkuat atau menghambat siklus neural yang mengendalikan sikap agresif. Selanjutnya, pada binatang murka sanggup dihambat atau ditingkatkan dengan merangsang sistem limbik (daerah yang mengakibatkan kenikmatan pada manusia) sehingga muncul kekerabatan timbal balik antara kenikmatan dengan kekejaman.
  • Kimia darah (khususnya hormon seks yang sebagian ditentukan faktor keturunan juga sanggup menghipnotis sikap agresif. Wanita yang sedang mengalami masa haid, kadar hormon kewanitaan yaitu estrogen dan progresteron menurun jumlahnya kesannya banyak perempuan melaporkan bahwa perasaan mereka praktis tersinggung, gelisah, tegang dan bermusuhan. Selain itu banyak perempuan yang melaksanakan pelanggaran aturan (melakukan tindakan agresi) pada ketika berlangsungnya siklus haid ini.


d. Kesenjangan generasi

Adanya perbedaan atau jurang pemisah (gap) antara generasi anak dengan orang tuanya sanggup terlihat dalam bentuk kekerabatan komunikasi yang semakin minimal dan seringkali tidak nyambung. Kegagalan komunikasi orang renta dan anak diyakini sebagai salah satu penyebab timbulnya sikap aksi pada anak. Permasalahan generation gap ini harus diatasi dengan segera, mengingat bahwa selain agresi, masih banyak permasalahan lain yang sanggup muncul menyerupai persoalan ketergantungan narkotik, kehamilan diluar nikah, seks bebas, dan lainnya.

e. Lingkungan

1) Kemiskinan
Individu yang dibesarkan dalam lingkungan kemiskinan, maka sikap secara alami individu mengalami penguatan (McCandless dalam Mu’tadin, 2002). Bila terjadi perkelahian dipemukiman kumuh, contohnya ada pemabuk yang memukuli istrinya lantaran tidak memberi uang untuk beli minuman, maka pada ketika itu bawah umur dengan praktis sanggup melihat model aksi secara langsung. Model aksi ini seringkali diadopsi bawah umur sebagai model pertahanan diri dalam mempertahankan hidup. Dalam situasi-situasi yang dirasakan sangat kritis bagi pertahanan hidupnya dan ditambah dengan budi yang belum berkembang optimal, bawah umur seringkali dengan praktis bertindak aksi contohnya dengan cara memukul, berteriak, dan mendorong orang lain sehingga terjatuh dan tersingkir dalam kompetisi sementara ia akan berhasil mencapai tujuannya.

2) Anonimitas
Daerah kota-kota besar yang menyajikan aneka macam suara, cahaya dan bermacam gosip yang besarnya sangat luar biasa. Orang secara otomatis cenderung berusaha untuk menyesuaikan diri dengan melaksanakan adaptasi diri terhadap rangsangan yang berlebihan tersebut. Terlalu banyak rangsangan indra dan kognitif menciptakan dunia menjadi sangat impersonal, artinya antara satu orang dengan orang lain tidak lagi saling mengenal atau mengetahui secara baik. Lebih jauh lagi, setiap individu cenderung menjadi anonim (tidak mempunyai identitas diri).

3) Suhu udara yang panas
Tawuran-tawuran yang terjadi jikalau diperhatikan dengan seksama, seringkali terjadi pada siang hari di terik panas matahari, tapi bila ekspresi dominan hujan relatif tidak ada insiden tersebut. Begitu juga dengan aksi-aksi demonstrasi yang berujung pada bentrokan dengan petugas keamanan yang biasa terjadi pada cuaca yang terik dan panas tapi bila hari diguyur hujan aksi tersebut juga menjadi sepi. Hal ini sesuai dengan pandangan bahwa suhu suatu lingkungan yang tinggi mempunyai dampak terhadap tingkah laris sosial berupa peningkatan agresivitas.

f. Peran berguru model kekerasan

Bandura (dalam Helmi dkk, 1998) menjelaskan sikap bergairah merupakan sikap yang dipelajari dari pengalaman masa kemudian apakah melalui pengamatan eksklusif (imitasi), ratifikasi positif, dan lantaran stimulasi deskriminatif. Tidak sanggup dipungkiri bahwa pada ketika ini bawah umur dan dewasa banyak berguru menyaksikan adegan kekerasan melalui Televisi dan juga games atau pun mainan yang bertema kekerasan. Acara-acara yang menampilan adegan kekerasan hampir setiap ketika sanggup ditemui dalam tontonan yang disajikan di televisi mulai dari film kartun, sinetron, hingga film laga. Selain itu ada pula acara-acara TV yang menyajikan program khusus perkelahian yang sangat terkenal dikalangan dewasa menyerupai Smack Down, UFC (Ultimate Fighting Championship) atau sejenisnya.

Davidoff (dalam Mu’tadin, 2002) menyampaikan bahwa menyaksikan perkelahian dan pembunuhan meskipun sedikit niscaya akan mengakibatkan rangsangan dan memungkinkan untuk menggandakan model kekerasan tersebut. Dengan menyaksikan adegan kekerasan tersebut terjadi proses berguru kiprah model kekerasan dan hal ini menjadi sangat efektif untuk terciptanya sikap agresi. Menurut Anderson dan Bushman (dalam Milla, 2003) terpaan media massa yang mengandung kekerasan oleh banyak hebat diyakini mempunyai bantuan dalam meningkatkan sikap bergairah

Selain model dari yang disaksikan di televisi berguru model juga sanggup berlangsung secara eksklusif dalam kehidupan sehari-hari. Dalam kehidupan keluarga yang terbiasa menyaksikan insiden perkelahian antar orang renta dilingkungan rumah, ayah dan ibu yang sering cekcok dan insiden sejenisnya.

g. Proses pendisiplinan yang keliru

Sukadji (1988) menjelaskan bahwa pendidikan disiplin yang adikara dengan penerapan yang keras terutama dilakukan dengan memperlihatkan eksekusi fisik, sanggup mengakibatkan aneka macam imbas yang jelek bagi remaja. Pendidikan disiplin menyerupai itu akan menciptakan dewasa menjadi seorang penakut, tidak ramah dengan orang lain, dan membeci orang yang memberi hukuman, kehilangan spontanitas serta inisiatif dan pada akhirnya melampiaskan kemarahannya dalam bentuk aksi kepada orang lain.

Hubungan dengan lingkungan sosial berorientasi kepada kekuasaan dan ketakutan. Siapa yang lebih berkuasa sanggup berbuat sekehendak hatinya. Sedangkan yang tidak berkuasa menjadi tunduk. Pola pendisiplinan tersebut sanggup pula mengakibatkan pemberontakan, terutama bila larangan-larangan yang bersangsi eksekusi tidak diimbangi dengan alternatif (cara) lain yang sanggup memenuhi kebutuhan yang fundamental (contoh: dihentikan untuk keluar main, tetapi di dalam rumah tidak diperhatikan oleh kedua orang tuanya lantaran kesibukan mereka).

Sekian artikel tentang Faktor-faktor Penyebab Perilaku Agresif Menurut Para Ahli. Semoga bermanfaat.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Faktor-Faktor Penyebab Sikap Garang Berdasarkan Para Ahli"

Post a Comment