Memahami Teori Korelasi Objek Berdasarkan Melanie Reizes Klein

Memahami Teori Relasi Objek Menurut Melanie Reizes Klein - Teori kekerabatan objek merupakan kepingan dari teori Freud mengenai teori insting, namun penyebabnya berbeda dalam tiga hal. Klein disebut sebagai ibu dari teori kekerabatan objek, sedangkan Freud disebut sebagai ayah.

Kisah Melanie Reizes Klein (30 March  1882 – 22 September 1960)

Aku lahir pada tanggal 30 Maret 1882 di Wina, Austria. Aku anak keempat dari empat bersaudara, dari pasangan Dr. Moris Reizes dan istri keduanya, Libussa Deutsch Reizes. Aku percaya bahwa kelahiranku itu tidak direncanakan oleh mereka. Keyakinan ini membuatku merasa ditolak oleh orangtuaku.

Aku tidak erat dengan ayah, lantaran ayah lebih sayang kepada abang perempuanku, Emilie. Ketika saya lahir dahulu, ayah menolak agama Yahudi ortodoks, sehingga ia menolak menerapkan agama apapun di dalam rumah kami. Oleh lantaran itu, saya tumbuh sebagai anak yang tidak proagama, maupun yang tidak antiagama.

Memahami Teori Relasi Objek Menurut Melanie Reizes Klein Memahami Teori Relasi Objek Menurut Melanie Reizes Klein
Teori Relasi Objek Menurut Melanie Reizes Klein

Hubunganku dengan orang terdekat di awal kehidupanku sangat buruk. Aku merasa diabaikan ayah, yang merupakan sosok yang dingin. Aku sangat menyayangi ibuku, namun kekerabatan kami sangat kaku. Aku paling erat dengan abang perempuanku Sidonie, lantaran ia sering mengajarkanku aritmatika dan membaca. Namun, Sidonie meninggal pada ketika saya berusia 4 tahun. Walaupun demikian, harus kuakui bahwa saya tidak merasa sedih atas kematiannya. Setelah Sidonie meninggal, saya erat dengan abang laki-lakiku, Emmanuel. Aku sangat kagum dan terobsesi pada Emmanuel, sehingga hal ini besar lengan berkuasa terhadap kesulitanku membina kekerabatan dengan laki-laki.

Saat saya berusia 18 tahun, ayah meninggal. Kemudian ketika saya berusia 20 tahun, Emmanuel meninggal. Kematian Emmanuel sangat mengguncang diriku. Namun, di masa sedih itu, saya menikahi sobat Emmanuel, yang berjulukan Arthur Klein. Anehnya, saya merasa ijab kabul ini menjadi penyebab dari gagalnya saya menjadi dokter. Oleh lantaran itu, sepanjang sisa hidupku, saya merasa menyesal lantaran tidak berhasil mencapai tujuan itu. Itu sebabnya, pernikahanku tidak bahagia, saya menghindari kekerabatan seksual dan tidak ingin hamil. Walaupun demikian, ijab kabul kami dikaruniai tiga anak, yaitu Melitta, Hans, dan Erich.

Pada tahun 1909, saya pindah lantaran suami ditugaskan di Budapest. Di sana saya bertemu dengan Sandor Ferenczi, murid Freud, yang mengenalkanku pada psikoanalisis. Saat saya melahirkan Erich, ibuku meninggal. Hal ini membuatku depresi, sehingga saya meminta Ferenczi menganalisis diriku. Pengalaman ini menjadi titik balik dalam hidupku. Pada tahun itu juga, saya membaca buku Freud, dan kemudian saya menyadari apa yang menjadi tujuan hidupku dan kemudian mencari kepuasan dalam intelektual maupun emosional.

Aku percaya psikoanalisis, sehingga saya mengajar anak-anakku dengan prinsip Freudian. Aku menganalisis anak-anak, namun pada ketika dewasa, Hans dan Melitta justru menemui psikoanalis lain. Uniknya, kesudahannya Melitta menjadi psikoanalis. Melitta menemui Karen Horney. Hubunganku dengan Horney cukup baik dan menarik, lantaran saya menganalisis kedua puteri Horney, dan sebaliknya, Horney menganalisis Melitta.

Pada tahun 1919, saya bercerai dengan suami. Setelah perpisahan, saya membuka praktik psikonalisis di Berlin dan menciptakan makalah mengenai analisis terhadap Erich. Makalah ini merupakan bantuan pertamaku terhadap literatur psikoanalisis. Oya, bekerjsama saya merasa tidak puas atas analisis Fernczi terhadap diriku, sehingga saya mengakhiri kekerabatan ku dengannya. Kemudian, saya dianalisis oleh Karl Abraham, namun 14 bulan kemudian Abraham meninggal. Pada ketika itu, saya tetapkan untuk melaksanakan self analysis, yang kulakukan selama sisa hidupku.

Teori yang saya kemukakan, bersumber dari analisisku terhadap anak-anakku sendiri. Aku percaya bahwa bawah umur menyimpan perasaan yang positif dan negatif pada ibunya, serta menyebarkan superego lebih awal daripada yang diyakini Freud. Pandanganku yang berbeda dari standar psikonalisis ini mengakibatkan saya dikritik sobat sejawat di Berlin. Kondisi ini membuatku tidak nyaman tinggal di kota tersebut.

Pada tahun 1926, Ernest Jones mengundangku ke London untuk menganalisis anak-anaknya, dan memberikan serangkaian kuliah mengenai analisis anak. Serangkaian kuliah tersebut kesudahannya menjadi buku pertamaku “The Psycho-Analysis of Children“. Akhirnya, saya tetapkan untuk menetap di Inggris, hingga sisa selesai hidupku. Oya, sekolah psikoanalisis di Inggris disebut sebagai “Sekolah Kleinian“.

Walaupun saya menyebut diriku Freudian, namun Freud dan Anna menolak konsep yang menekankan pentingnya masa kanak-kanak awal dalam teknik analisis yang kulakukan. Permusuhanku dengan Anna sudah dimulai semenjak kami di Wina hingga London. Selain itu, saya berseteru hanya terbatas pada orang yang mempunyai kekerabatan dengan Melitta.

Tahun 1934, anakku Hans meninggal lantaran jatuh. Hal ini menciptakan Melitta yakin bahwa Hans bunuh diri dan menuduhku sebagai penyebab selesai hidup Hans. Suami Melitta, yang berjulukan Walter Schmideberg juga merupakan seorang psikoanalis. Pada ketika Melitta menciptakan analisis bersama Edward Glover (sainganku dalam British Society), hal ini memperburuk kekerabatan kami secara profesional dan personal. Sebenarnya, Melitta juga bukan pendukung Anna Freud, namun permusuhan kami memperumit perseteruanku dengan Anna. Anna dan Freud tidak mengakui adanya kemungkinan untuk menganalisis anak-anak. Perseteruanku dengan Anna tidak pernah mereda, dan masing-masing dari kami tetapkan dirinya lebih Freudian dari yang lainnya.

Akhirnya pada tahun 1946, British Society mendapatkan tiga mekanisme pengajaran, yaitu pengajaran tradisional dari Klein, pengajaran Anna Freud, dan Kelompok Tengah. Kelompok Tengah ini yaitu pengajaran dengan pendekatan lebih bebas, yang tidak mendapatkan kedua teknik pengajaran Anna dan Klein. Oleh lantaran itu, British Society tidak terpecah, walau dengan pencapaian janji yang tidak mudah.

Pengantar Teori Relasi Objek

Teori kekerabatan objek merupakan kepingan dari teori Freud mengenai teori insting, namun penyebabnya berbeda dalam tiga hal. Klein disebut sebagai ibu dari teori kekerabatan objek, sedangkan Freud disebut sebagai ayah. Perbedaan tersebut akan dijelaskan pada tabel di bawah ini.

Teori Freud Teori Relasi Objek
  • Menekankan dorongan biologis dalam kekerabatan interpersonal Menekankan pentingnya contoh konsisten dalam kekerabatan interpersonal
  • Bersifat paternal yang menekankan pada kekuatan dan kendali ayah. Bersifat maternal yang menekankan keintiman dan pengasuhan ibu
  • Memandang kesenangan seksual sebagai motif utama tingkah laku.  Memandang kontak dan kekerabatan sebagai motif utama tingkah laris manusia.

Kehidupan Psikis pada Bayi

Dalam teorinya, Freud menekankan empat hingga enam tahun pertama dalam kehidupan insan untuk melaksanakan analisis. Sedangkan Klein menekankan empat hingga enam bulan pertama dalam kehidupan untuk melaksanakan analisis. Hal ini lantaran Klein yakin bahwa bayi tidak memulai hidup sebagai individu kosong. Bayi membawa predisposisi untuk mengurangi kecemasan yang dihasilkan oleh insting hidup dan mati.

Salah satu perkiraan yang dinyatakan Klein yaitu ketika lahir, bayi sudah mempunyai fantasi kehidupan yang aktif. Fantasi ini merupakan representasi psikis dari ketidaksadaran id. Bukan berarti bahwa bayi bisa menjelaskan pemikirannya melalui kata-kata. Namun dalam ketidaksadarannya, semenjak lahir, bayi bisa membedakan baik dan buruk. Misalnya, jikalau perutnya penuh, maka bayi akan tenang, tidak menangis, dan sanggup tidur nyenyak. Hal ini dipersepsi bayi sebagai hal yang baik. Sebaliknya, jikalau perutnya kosong, maka bayi akan menangis, rewel, dan tidak sanggup tidur nyenyak. Hal ini dipersepsi bayi sebagai hal yang buruk. Konsep baik jelek ini sama dengan konsep baik jelek yang dikemukakan Sullivan. Sesuai perkembangan bayi, maka berkembang juga fantasi ketidaksadaran lainnya, yaitu Oedipus complex, atau harapan meniadakan salah satu orangtua untuk melaksanakan kekerabatan seksual dengan orangtua satunya lagi.

Klein baiklah dengan Freud bahwa insan mempunyai dorongan bawaan atau insting, baik insting kehidupan maupun insting kematian. Dorongan-dorongan itu berupa objek. Objek tersebut yaitu dorongan lapar untuk menerima payudara yang baik, dorongan melaksanakan kekerabatan seksual, dorongan mempunyai organ seksual, dan yang lainnya. Objek ini disebut objek eksternal. Dalam khayalan aktifnya, bayi mengintroyeksi atau mencapai struktur psikis pada objek eksternal, bukan hanya terbatas pada pemikiran saja, namun wujud nyata.

Posisi

Klein menyatakan bahwa bayi sudah mengalami konflik dasar antara insting hidup dan insting mati, menyerupai baik atau buruk, cinta atau benci, mencipta atau menghancurkan. Namun, sejalan dengan pertumbuhan ego yang mengalami integrasi, secara alami, bayi akan menentukan sesuatu yang menyenangkan daripada yang tidak menyenangkan.

Dalam menghadapi dikotomi baik dan jelek tersebut, bayi mengatur pengalaman mereka menurut posisi tertentu. Posisi di sini sanggup disejajarkan dengan tahapan perkembangan. Namun Klein menentukan memakai istilah posisi, lantaran ia berasumsi bahwa posisi sanggup mengalami kemajuan atau kemunduran. Sedangkan tahapan perkembangan tidak. Sehingga arti posisi bukanlah merupakan periode perkembangan dalam rentang waktu tertentu pada fase kehidupan manusia. Posisi ditujukan untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan normal, bukan abnormal, walaupun ia memakai istilah psikiatris atau patologis untuk memberi label pada nama posisi. Ada dua posisi yang dikemukakannya, yaitu posisi paranoid schizoid dan depresif.

Posisi paranoid-schizoid. Pada awal kehidupannya, bayi melaksanakan kontak dengan payudara ibu, yang dipersepsi sebagai payudara baik dan buruk. Pengalaman kontak ini menawarkan pilihan antara keberhasilan atau kegagalan. Klein menyatakan bahwa bayi mempunyai harapan menguasai payudara dan dorongan untuk menghancurkan payudara. Kedua harapan berlawanan ini termanifestasi dalam dua hal. Di satu sisi, harapan menghancurkan termanifestasikan ketika bayi menggigit, mengoyak, atau merobek payudara. Di sisi lain, harapan menguasai termanifestasikan dalam tetap meyakini perasaannya bahwa ibu dan payudaranya yaitu hal yang baik. Kondisi ambivalensi ini disebut posisi paranoid-schizoid. Klein menyampaikan bahwa bayi menyebarkan posisi paranoid-schizoid ini pada usia tiga hingga empat bulan. Pada masa ini dimana bayi memilah objek-objek di dunia sebagai sesuatu yang baik dan buruk, hal ini akan menjadi prototipe ketika bayi menilai orang lain pada masa selanjutnya. Sehingga kondisi ambivalensi tersebut akan tetap ada pada dirinya. Posisi paranoid-schizoid ini setara dengan kasus faktual transferens dari seorang klien kepada terapisnya. Di satu sisi, klien merasa mengasihi analisnya, namun di sisi lain, klien sangat membencinya. Dalam kehidupan nyata, bahkan yang terjadi pada orang dewasa, terjadinya ambivalensi yaitu sangat wajar. Ambivalensi itu masuk akal hanya jikalau terjadi secara sadar. Sedangkan ambivalensi yang terjadi dalam posisi ini yaitu ambivalensi yang tidak disadari.

Posisi depresif. Pada usia lima atau enam bulan, bayi mulai sanggup melihat objek secara utuh, yaitu ada kebaikan dan keburukan sekaligus dalam diri seseorang. Oleh lantaran itu, pada ketika ini, bayi sanggup menyebarkan citra yang realistis sebagai individu yang bebas dan juga sanggup melaksanakan kebaikan sekaligus keburukan dalam dirinya. Selain itu, ego nya sudah matang. Hal ini ditunjukkan pada ketika bayi mulai sanggup mendapatkan perasaan-perasaannya yang buruk, daripada memproyeksikannya.

Pada masa ini, bayi sudah mulai menyadari bahwa ibunya sanggup pergi jauh dan hilang selamanya, sehingga ia merasa takut kehilangan dan berusaha melindungi ibunya dari segala hal yang membahayakan ibunya tersebut. Namun, di sisi lain, bayi sadar bahwa ia tidak sanggup melindungi ibunya, sehingga hal ini membuatnya merasa bersalah. Kondisi dimana bayi kehilangan objek yang dicintai, ditambah dengan perasaan bersalah lantaran tidak sanggup melindungi ibu, ini yang disebut dengan posisi depresif. Kondisi ini akan menjadi faktor yang menguntungkan bagi bayi dalam menjalin kekerabatan interpersonalnya di masa yang akan datang.

Posisi depresif ini akan hilang, jikalau kelak bayi sanggup menciptakan khayalan untuk memperbaiki keadaan, dan meyakini bahwa ibu tidak akan hilang selamanya, melainkan akan kembali setiap kali ibu pergi. Hilangnya posisi depresif ini akan menghilangkan pandangan bayi bahwa ada ibu baik dan ada ibu buruk. Hal itu tidak berlaku lagi pada bayi. Ketika posisi itu sudah dilewati, bayi tidak hanya akan bisa mendapatkan kasih sayang dari ibunya, tetapi juga sanggup memperlihatkan kasih sayang kepada ibunya.

Mekanisme Pertahanan Psikis

Klein menyatakan bahwa semenjak awal, bayi sudah sanggup memakai beberapa mekanisme pertahanan psikis, untuk melindungi perasaan ambivalen, yang berasal dari kecemasan bahwa payudara yaitu objek yang menakutkan, namun juga sebagai objek yang menyenangkan. Untuk mengendalikan kecemasan ini, bayi memakai beberapa mekanisme pertahanan diri.

Empat mekanisme pertahanan diri itu yaitu :
  1. Introyeksi merupakan khayalan yang diperoleh bayi mengenai persepsi dan pengalaman mereka dengan objek eksternal. Objek eksternal yang dimaksud yaitu payudara ibu. Introyeksi dimulai ketika pertama kali bayi disusui, dimana puting ibu berusaha dimasukkan ke dalam verbal bayi. Bayi yang bisa melaksanakan introyeksi objek baik, akan menyambut puting ibu sebagai objek yang sanggup melindunginya, memberinya kehangatan, dan kasih sayang. Bayi yang melaksanakan introyeksi objek jelek akan menolak puting ibu, lantaran menganggap itu berbahaya. Jika hal ini terjadi, maka payudara akan dianggap sebagai sesuatu yang membahayakan, mengancam, atau angker bayi. 
  2. Proyeksi merupakan khayalan atau dorongan yang dirasakan oleh bayi dan kemudian dipindahkan pada orang lain. Misalnya, anak pria mempunyai harapan untuk mengebiri ayahnya. Namun lantaran hal ini dirasa tidak pantas, maka anak tersebut menyalahkan ayahnya dengan menyampaikan bahwa ayah ingin mengebiri dirinya sendiri. Atau, seorang anak wanita yang ingin menguasai ibunya, namun anak ini berkhayal bahwa ibu akan menyiksa dirinya. 
  3. Pemisahan merupakan perjuangan bayi dalam menyebarkan citra yang terpisah antara dirinya yang baik dan dirinya yang buruk. Hal ini sanggup terjadi ketika bayi sudah bisa memisahkan impuls-impuls yang tidak sesuai. Pemisahan ini sanggup berakibat positif maupun negatif bagi anak ketika mereka remaja kelak. Jika pemisahan ini dilakukan dengan tidak ekstrem dan tidak kaku, maka dampaknya positif, yaitu membantu anak melihat sisi positif dan negatif dalam kepribadiannya sendiri, serta sanggup membedakan mana kepribadian yang ia sukai maupun yang tidak ia sukai. Sebaliknya, jikalau pemisahan dilakukan secara berlebihan dan tidak luwes, maka akan mengakibatkan represi patologis. Misalnya, jikalau anak yang mempunyai ego sangat kaku, tidak bisa memisahkan sisi baik dan jelek dalam dirinya, maka anak tidak akan pernah bisa mendapatkan dan mengakui sisi negatif atau sikap buruknya. Perilaku jelek akan ditekan, sehingga kelak akan menjadi sesuatu hal yang patologis. 
  4. Identifikasi Proyektif, yaitu perjuangan memisahkan kepingan dari diri mereka yang tidak sanggup diterimanya. Hasil pemisahan ini kemudian diproyeksikan menjadi objek lain, dan diintroyeksikan ke dalam diri mereka dalam bentuk yang berbeda. Misalnya, bayi ingin memukul payudara ibu, kemudian memproyeksikan bahwa payudara itu membuatnya takut. Selanjutnya, ia menyampaikan bahwa payudara itu menyenangkan untuknya. Usaha ini menciptakan mereka bisa mempunyai kendali bahwa payudara itu objek yang menakutkan, namun juga menyenangkan. Usaha ini mempunyai efek yang kuat pada kekerabatan interpersonal bayi ketika ia remaja kelak. Misalnya, suami mempunyai kecenderungan untuk mendominasi orang lain. Ia tidak menyukai kecenderungan ini, sehingga ia proyeksikan ke istrinya. Ia berpikir bahwa istrinya yaitu orang yang suka mendominasi orang lain. Selanjutnya, suami menciptakan istri mendominasi, dengan cara berperilaku submisif pada istri, supaya istri memperlihatkan kecenderungan mendominasi. 

Internalisasi

Internalisasi merupakan perjuangan orang untuk melaksanakan introyeksi, yaitu memasukkan aspek eksternal, dan mengolah menjadi sesuatu yang bermakna psikologis. Teori Kleinian menyebutkan tiga internalisasi yang penting, yaitu :
  1. Klein meyakini bahwa ego sudah matang pada tahap lebih awal daripada yang diyakini Freud. Freud menduga ego sudah ada pada ketika bayi lahir, namun ia tidak menghubungkan fungsi psikis tersebut hingga usia tiga atau empat tahun. Freud meyakini, anak kecil didominasi id, sedangkan Klein mengabaikan id, dan mendasarkan teorinya pada ego semenjak awal kelahiran.

    Klein yakin bahwa walaupun ego belum berkembang dengan baik, namun bisa mencicipi kecemasan, bisa memakai mekanisme pertahanan, dan bisa membentuk objek kekerabatan awal pada khayalan dan kenyataan. Ego mulai muncul ketika menyusu pada ibunya. Pada ketika ini ego mengetahui apakah ia mendapatkan kasih sayang dan cinta atau tidak mendapatkannya. Gambaran ini menjadi titik utama pembentukkan ego selanjutnya. Payudara menjadi kekerabatan objek yang pertama bagi bayi, dan selanjutnya menjadi prototipe untuk perkembangan ego dan kekerabatan interpersonal di kemudian hari.
  1. Gambaran superego Klein berbeda dari Freud. Konsep superego yang dikemukakan Freud terdiri dari dua subsistem, yaitu : (a) ego ideal yang menghasilkan perasaan inferior ; (b) yang menghasilkan perasaan bersalah.

    Sedangkan konsep superego yang dikemukakan Klein yaitu : (a) superego berkembang lebih awal dibanding perkiraan Freud ; (b) pertumbuhan oedipus complex yang tidak mencukupi ; (3) pandangan Klein menyampaikan bahwa superego lebih keji dan kasar. Artinya, Klein menyatakan bahwa pada masa dewasa, superego akan menghasilkan perasaan inferior dan bersalah (sama dengan Freud). Namun, pada bawah umur awal, superego akan menghasilkan perasaan terancam.
  1. Oedipus complex. Konsep Klein mengenai Oedipus complex yaitu : (a) dimulai pada masa oral-anal, dan mencapai puncaknya pada tahap genital. Freud menyampaikan pada masa phalik atau genital ; (b) Klein yakin bahwa kepingan terpenting dari oedipus complex yaitu bahwa ketakutan anak akan ancaman orangtua lantaran anak berkhayal bahwa anak melukai orangtuanya ; (c) Klein menekankan pentingnya anak menjaga perasaan positif  terhadap kedua orangtua selama tahun oedipal ; (4) Klein yakin bahwa oedipus complex menyediakan kebutuhan yang sama terhadap anak pria dan perempuan, yaitu membangun sikap positif dengan objek yang menyenangkan dan menghindari objek yang menakutkan. 

Sekian artikel tentang Memahami Teori Relasi Objek Menurut Melanie Reizes Klein. Semoga bermanfaat.

Daftar Pustaka
  • Alwisol (2009). Psikologi Kepribadian, Edisi Revisi. Malang : UMM Press
  • Feist, J & Gregory Feist (2010). Teori Kepribadian, Edisi 7, Buku 1. Jakarta : Salemba Humanika
  • Schultz, D (1991). Psikologi Pertumbuhan, Model-model Kepribadian Sehat. Yogyakarta : Penerbit Kanisius
  • Suryabrata, S (2011). Psikologi Kepribadian. Jakarta : RajaGrafindo Persada

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Memahami Teori Korelasi Objek Berdasarkan Melanie Reizes Klein"

Post a Comment