Memaknai Hasil Asesmen Psikologi Klinis Dan Cara Laporan Yang Efektif

Memaknai Hasil Asesmen Psikologi Klinis dan Cara Laporan yang Efektif - Tahap di dalam proses asesmen (psikologi) klinis meliputi proses statistik dan judgemental hingga menghasilkan keputusan wacana bagaimana informasi diorganisasikan dan diteruskan kepada orang lain dalam bentuk tertulis atau oral, dan yang terakhir menghasilkan formulasi klinis untuk mendisain dan mengimplementasikan tindakan-tindakan menyerupai psikoterapi.

Pengaruh-pengaruh pada Fase-fase Akhir Asesmen

Di antara faktor-faktor yang menghipnotis fase selesai asesmen, salah satu faktor yang terpenting ialah konteks di mana asesmen itu berlangsung, terutama setting dan kiprah klinisi di dalamnya, contohnya praktek pribadi, RS, pusat kesehatan mental, institusi pemerintah, institusi militer, pedesaan, perkotaan, dll. Peran klinisi dalam asesmen akan besar lengan berkuasa pada seberapa besar tanggung jawab klinisi untuk menangani klien, cara penulisan laporan, serta penggunaan laporan.

Faktor lain yang penting ialah orientasi teoritis dan mudah klinisi (behavioral, kognitif, psikodinamis, humanis). Pada kebanyakan setting klinis, klinisi diperlukan untuk menguasai bahasa yang diterima oleh system diagnostik psikiatrik, khususnya versi terbaru DSM. Tetapi, ada banyak pertimbangan di baliknya.

Tidak membantu bagi klinisi kalau hanya memperhatikan detail-detail dan rekomendasi sikap kalau orang-orang yang akan melaksanakan pekerjaan selanjutnya dengan klien condong ke pendekatan psikodinamik atau humanistik. Hal terkait yang harus dipertimbangkan ialah siapa yang akan membaca dan memakai laporannya. Apakah pembacanya ialah psikolog, klien, anggota keluarga, hakim, polisi, dan sebagainya di mana pertimbangan penulisan pun menjadi berbeda-beda.
Memaknai Hasil Asesmen Psikologi Klinis dan Cara Laporan yang Efektif Memaknai Hasil Asesmen Psikologi Klinis dan Cara Laporan yang Efektif
image source: www(dot)pivotpointsecurity(dot)com
Baca juga: Metode Observasi dan Wawancara Psikologi Klinis

Memaknai Hasil Asesmen

Setelah semua informasi wacana seseorang atau sebuah situasi dikumpulkan, pekerjaan klinis yang berupa penginterpretasian dan pengintegrasian sejumlah data yang bermacam-macam menjadi titik fokusnya. Klinisi tidak hanya melaporkan informasi itu, ia juga membuat sebuah working image (gambaran kerja) yang menginformasikan rencana dan rekomendasi selanjutnya. Artinya, citra kerja yang terbentuk menawarkan semacam aliran wacana apa yang akan dilakukan selanjutnya.

Dalam setting medis, klinisi biasanya memutuskan sebuah diagnosis, menawarkan impresinya mengenai etiologi dan prognosis gangguan itu, mengusulkan sebuah rencana penanganan dan pada banyak masalah mengimplementasikan porsi terapeutik dari rencana penanganan yang telah ditetapkan. Pada banyak situasi, terutama dalam setting hukum, klinisi harus siap untuk memperkuat atau mendukung banyak sekali kesimpulan dan berargumentasi wacana banyak sekali masalah dengan pihak-pihak lain dalam banyak sekali pertemuan atau di ruang sidang. Pada beberapa praktek pribadi, klinisi mungkin hanya melaksanakan asesmen informal dan singkat dan pribadi memasuki terapi tanpa memanfaatkan penilaian dan diskusi dengan rekan sejawatnya.

Apakah kasusnya sederhana atau kompleks, ada cukup banyak informasi yang hingga ke tangan klinisi. Apa yang diketahui klinisi sanggup dibagi menjadi tiga kategori besar:

a. Informasi wacana klien:

  • Pandangan klien wacana banyak sekali masalah 
  • Penampilan dan perilaku 
  • Hasil tes 
  • Riwayat perkembangan & psikologis 
  • Fungsi fisiologis menurut laporan medis atau informasi lain. 

b. Informasi wacana sistem yang lebih besar:

  • Hubungan dengan significant others 
  • Aspek lingkungan fisik 

c. Informasi dari ahli-ahli lain:

  • Psikolog 
  • Dokter 

Memilih Hal yang Penting

Di antara sekian banyak informasi yang diperoleh selama asesmen, apa yang dianggap penting? Salah satu hal pertama yang perlu dipertimbangkan ialah relevansi informasi dengan tujuan asesmen dan formulasi klinis. Seberapa penting data klinis itu sangat ditentukan oleh orientasi umum klinisi untuk pekerjaan klinisnya dan perpektif teoritis klinisi.

Pertimbangan kedua ialah penyimpangan dari norma. Norma yang dimaksud mungkin berupa norma-norma statistik kalau kasusnya ialah tes-tes yang distandardisasikan, atau norma-norma subjektif, menyerupai yang lazim pada situasi klinis. Penyimpangan dari norma yang menjadi perhatian klinisi itu sanggup positif maupun negative. Sebagai contoh, berkenaan dengan pasien tertentu, fitur tertentu mungkin sangat tidak lazim, contohnya ingatan yang sangat jelek atau ketrampilan yang luar biasa dalam acara tertentu.

Tetapi, ketika mempertimbangkan penyimpangan norma, penting untuk diingat bahwa klinisi, menyerupai semua insan lainnya, mempunyai nilai-nilai personal dan professional yang telah mendapatkan efek budaya dan latihan profesionalnya. Akibatnya, klinisi memperoleh ide-ide subjektif wacana sikap menyerupai apa yang dianggapnya normal dan abnormal, adaptif atau maladaptive, sehat atau tidak sehat, sanggup diterima atau tidak sanggup diterima, dan sebagainya.

Elemen ketiga yang perlu dipertimbangkan ialah prominensi atrau salience (kemenonjolan). Seperti pemandangan alam yang mungkin didominasi oleh sebuah bukit atau danau, banyak sekali aspek fungsi psikologis, kepribadian atau riwayat personal mungkin lebih menonjol dibandingkan yang lain. Itu sanggup berupa cara atau gaya bicara atau penampilan, sikap yang diulang-ulang atau insiden tunggal menyerupai inses pada masa kanak-kanak.

Karakteristik-karakteristik yang berpotensi menonjol nyaris tak terhingga banyaknya. Serupa dengan proses-proses yang terlibat dalam memutuskan penyimpangan dari norma, kemenonjolan karakteristik tertentu sangat mungkin dipengaruhi oleh ketrampilan observasional klinisi dan nilai-nilai professional maupun personal klinisi dan klien.

Pertimbangan penting yang keempat ialah konfirmasi multisumber informasi. Klinisi perlu menghindari kecenderungan untuk memberi bobot yang terlalu berat pada sebuah informasi yang menonjol dan mengabaikan pola-pola informasi yang bertentangan. Tetapi kalau klinisi mencatat bukti-bukti untuk problem atau asset tertentu di beberapa daerah yang berbeda – laporan diri klien, observasi klinis, atau beberapa tes- maka informasi tersebut mempunyai signifikansi lebih. Cara bicara yang lamban, penampilan yang muram, dan pemakaian warna-warna gelap pada Rorschach memperlihatkan indikasi yang kuat terhadap keberadaan gangguan depresif.

Pewawancara klinis berguru memakai laporan klien mengenai banyak sekali insiden sebagaimana adanya- persepsi yang dilaporkan mengenai dunia sekeliling dan mengenai diri sendiri yang ingin disampaikan oleh klien. Jelas bahwa sebagian criminal akan berbohong atau menghindar untuk tidak menceritakan aktivitasnya, dan klinisi yang berhadapan dengan populasi menyerupai ini sering sanggup menengarainya. Tetapi, penghindaran yang tampak aktual dan sikap defensive yang tak disadari muncul dengan tingkat tertentu pada sebagian klien. Selain itu, sebagian orang ialah pengamat yang jelek dan tidak bisa membuat perbandingan yang akurat antara dirinya dengan orang lain.

Formulasi Klinis

Setelah data terkumpul, banyak sekali macam pola diidentifikasi, signifikansi banyak sekali tanda-tanda dan karakteristik ditetapkan, label diagnostic diterapkan, dan citra kerja dibentuk, berarti dua langkah pertama formulasi klinis telah selesai. Formulasi klinis ialah alat yang dipakai oleh klinisi untuk mengusung pengetahuan teoritisnya ke dalam banyak sekali kegiatan klinis. Dengan kata lain, terapis harus mengambil teori-teori umum dan menerapkannya ke situasi-situasi aktual yang kompleks.

Dalam situasi-situasi tersebut, banyaknya informasi yang ada mungkin membanjir hingga membuat kewalahan, saling bertentangan satu sama lain dan ambigu. Berbeda dengan kiprah diagnostik yang sederhana, pengembangan sebuah formulasi klinis mengharuskan klinisi untuk membuat rencana tindakan yang relevan, hipotesis wacana efektivitasnya dan rencana untuk mengevaluasi kegunaan intervensi yang disarankan.

Formulasi klinis yang dikonstruksikan dengan baik berusaha menjelaskan wacana masa lalu, masa kini dan menawarkan saran-saran wacana cara menghipnotis masa depan.

Peran Kesimpulan dalam Formulasi Klinis

Pada semua titik dalam proses formulasi klinis, asesor dan terapis harus menarik kesimpulan menurut pola (atau ketiadaan pola) yang ditemukan dalam data yang terkumpul, dan tindakan-tindakan dasar menyusul kesimpulan itu. Pada penyimpulan tingkat rendah, tindakan itu mungkin hanya sekedar menempatkan orang itu ke dalam sebuah kategori. Sebagai contoh, seseorang mungkin ditempatkan di sebuah kelompok terapi menurut jenis kelamin, keluhan yang ada, dan ketersediaan kelompok.

Tingkat penyimpulan yang kedua ialah tingkat di mana banyak kesimpulan klinis terjadi. Informasi wacana klien dipakai untuk membuat generalisasi mengenai kecenderungan seseorang untuk berperilaku dalam situasi-situasi yang mirip. Sebagai contoh. Berdasarkan data tes, observasi dan wawancara, klinisi melaporkan gambarannya mengenai orang itu, merekomendasikan sebuah diagnosis dan mempertimbangkan banyak sekali opsi penanganan dan banyak sekali kemungkinan imbas yang mungkin timbul dari penanganan tersebut.

Pada penyimpulan tingkat ketiga dan tertinggi, klinisi melangkah lebih jauh, melampaui tingkat ke dua, dengan membuatkan sebuah teori yang terintegrasi dan konsisten wacana orang itu dan situasi serta riwayatnya. Tingkat ini melibatkan cukup banyak spekulasi, biasanya yang terkait dengan teori penting dan diterapkan kepada orang itu secara terperinci. Penyimpulan ini cenderung dilakukan sehabis periode asesmen yang panjang dengan riwayat hidup dan pengetesan yang ekstensif, atau selama serangkaian sesi terapi. Tingkat penyimpulan yang tinggi ini juga menghasilkan tindakan-tindakan klinis yang lebih jauh, contohnya arah gres dalam terapi, perujukan ke acara lain dan sebagainya.

Kedua penyimpulan yang lebih rendah hanya dipakai dalam situasi-situasi yang sederhana di mana sebuah formula atau kebijakan institusional yang terang sudah ada di sana. Semakin tinggi tingkat penyimpulannya, dibutuhkan keberanian yang semakin besar pula dari klinisi untuk merumuskan formulasi klinisnya. Klinisi pada umumnya telah membuatkan keyakinan menurut latihan dan pengalaman hidupnya. Banyak keyakinan mereka yang tidak diuji dengan baik, atau sama sekali tidak pernah diuji. Jadi, klinisi perlu bersikap skeptis wacana kesimpulannya.

Pengkomunikasian

Setelah klinisi menginterpretasikan temuannya, ia hingga pada sebuah tahap penting dalam proses klinism yaitu memberikan impresi dan rekomendasinya kepada orang lain. Laporan tertulis seringkali dibutuhkan. Contohnya antara lain berupa catatan-catatan pendek atau analisis panjang yang mencantumkan grafik pasien, surat untuk pengacara atau hakim, atau ikhtisar rencana penanganan untuk didiskusikan dengan seorang klien atau dengan keluarga, dan sebagainya. Laporan yang lazim untuk catatan pasien terdiri atas satu hingga tiga halaman.
Pada kebanyakan situasi, laporan tertulis bukan satu-satunya alat komunikasi, klinisi yang mengases juga berbicara pribadi dengan perawat, psikiater, atau pekerja social yang menangani pasien atau keluarganya.

Menulis Laporan

Laporan klinis mempunyai beberapa karakteristik, yaitu:
  • Adekuat dalam hal cakupan kiprah dan tujuan 
  • Diorganisasikan dengan baik, terang dan gampang dipahami 
  • Realistis 
  • Bijak & kreatif dalam menuntaskan masalah 
  • Bebas dari pendapat atau hipotesis yang tidak berdasar 

Isi Laporan

Laporan asesmen klinis biasanya mencerminkan atau berisi informasi-informasi yang penting yang saling berkaitan. Pertama, laporan asesmen klinis biasanya mencerminkan orientasi umum asesmen dan formulasi klinis, dan pendekatan teoritis spesifik yang menjadi pegangan klinisi dalam menulis laporan. Kedua, laporan klinis yang banyak ditulis oleh klinisi berisi rangkuman asesmen klinis yang dilaksanakan pada klien.

Laporan ini semestinya meliputi riwayat perkembangan dan riwayat medis, riwayat masalahnya dikala ini, deskripsi alat-alat asesmen yang digunakan, dan rangkuman data yang dihasilkan. Informasi ini semestinya kemudian dipakai untuk mengintegrasikan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan sentral. Ini biasanya dilakukan dengan memenuhi ketiga fungsi utama asesmen: (a) mengambil keputusan, (b) membentuk citra kerja dan (c) menguji hipotesis.

Ketiga, laporan yang dikonstruksikan dengan baik memfasilitasi pelayanan yang efektif kepada klien dengan mengarahkan proses-proses formulasi klinisnya. Sintesis yang adekuat dari informasi-informasi yang tersedia biasanya disertai dengan saran mengenai langkah-langkah selanjutnya dan diskusi mengenai hasil-hasil yang mungkin diperoleh dari langkah-langkah itu, maupun sebuah rencana untuk melaksanakan penilaian terhadap efektivitas intervensi klinisi yang diusulkan.

Komponen Laporan Asesmen

  • Mengidentifikasi informasi dasar (data diri) 
  • Maksud, waktu dan daerah asesmen, termasuk pertanyaan acuan dan penjelasan yang relevan wacana itu, dan riwayat problem klien dikala ini. 
  • Observasi selama asesmen 
  • Hasil tes 
  • Rangkuman & interpretasi terhadap data asesmen termasuk diagnosis 
  • Rekomendasi 

Laporan Psikologi yang Efektif

Klinisi mempunyai tanggungjawab etis untuk menyusun laporannya sedemikian rupa untuk memaksimalkan kemungkinan dipahami dan meminimalkan kemungkinan terjadinya salah pengertian atau penyalahgunaan informasi. Klinisi juga harus bisa menawarkan penjelasan yang adekuat, sanggup dimengerti dan sekaligus lengkap dan interpretasi data kasar tes yang digunakannya kepada mereka yang secara aturan berhak mendapatkan informasi tersebut.

Selain itu, informasi yang dimasukkan dalam laporan asesmen tentunya akan sangat tergantung pada tahap manakah asesmen dan intervensi terhadap klien sedang berlangsung dikala itu. Laporan asesmen awal akan berbeda dengan laporan kemajuan penanganan yang kemungkinan besar juga berbeda dengan laporan selesai dan intervensi. Dalam proses mengkonstruksikan dan menulis laporan asesmen klinis, produk jadinya harus memenuhi kriteria kejelasan, relevansi dan kegunaan.

Keterangan:

1. Kejelasan:
  • Hindari jargon 
  • Ringkas 

2. Relevansi :
  • Sesuai tujuan asesmen 

3. Kegunaan:
  • Apakah menambahkan informasi baru? 
  • Isu-isu etis 
  • Klienlah yang mempunyai informasi yang diperoleh selama asesmen. 
  • Klinisi dihentikan melepaskan data mentah asesmen 
  • Klinisi harus kompeten dalam tingkat pendidikan/latihan 
  • Klien harus diberitahu wacana tes & mekanisme asesmen 
  • Informed consent 

Kesalahan dalam Penulisan Laporan

  • Terlalu banyak jargon 
  • Kesalahan dalam integrasi hasil tes 
  • Tidak melaksanakan individualisasi laporan 
  • Latihan 
  • Identifikasi Permasalahan/fokus treatment: 

Seorang anak pria (6th) dibawa ke klinik psikologi untuk penilaian problem pemusatan perhatian & impuls. Selama proses penilaian tampak bahwa kemungkinan besar ayahnya mengalami depresi klinis dan ibunya telah memutuskan untuk meninggalkan perkawinan sebab ayahnya tidak mau mencari santunan untuk depresinya.

Latihan

Komunikasikan secara sederhana:
  • Selain guna memenuhi kebutuhan dependensi, dalam aspek interpersonal, F juga berusaha untuk memenuhi kebutuhan afeksinya. 
  • Klien mempunyai low self-esteem yang menimbulkan timbulnya inferiority dan perasaan insecure dalam menghadapi lingkungan. 
  • S mempunyai tingkat inteligensi dalam kategori significantly above average, aspek-aspek yang menonjol ialah kemampuan memory auditori jangka pendek dan kemampuan non verbal yang cukup baik serta akurasi yang cukup tinggi dalam kemampuan klerikal. 
  • Subyek mempunyai kecenderungan represi, terutama dalam dorongan agresivitas dengan tujuan biar hubungan interpersonal tidak terganggu, namun demikian hal ini mengakibatkan tingkat anxiety semakin meningkat dan subyek cenderung bersikap pasif-agresif. 
  • K mempunyai konsep diri yang negatif, ia juga cenderung introvert, immature, dan beberapa sikap menampakkan kecenderungan patologis, contohnya sikap infantil. 

Sekian artikel wacana Memaknai Hasil Asesmen Psikologi Klinis dan Cara Laporan yang Efektif. Semoga bermanfaat.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Memaknai Hasil Asesmen Psikologi Klinis Dan Cara Laporan Yang Efektif"

Post a Comment