Pembelajaran Kontekstual: Pengertian, Metode, Komponen, Dan Strategi

Pembelajaran Kontekstual: Pengertian, Metode, Komponen, dan Strategi - Artikel psikologi pendidikan yang dibahas oleh sebelumnya ialah teori berguru dan penilaian belajar. Kali ini kita akan membahas mengenai problem pembelajaran kontekstual, menyerupai apa pembelajaran yang kontekstual itu, metode atau langkah dalam penerapan pembelajaran kontekstual, sampai komponen dan taktik yang dipakai untuk pembelajaran ini. Pada artikel di bawah ini, hal tersebuat semuanya akan dibahas dengan terperinci dan akan menciptakan kita mengerti lebih jauh pembelajaran kontekstual yang baik dan benar.
 Artikel psikologi pendidikan yang dibahas oleh  sebelumnya ialah teo Pembelajaran Kontekstual: Pengertian, Metode, Komponen, dan Strategi
Pembelajaran Kontekstual
Baca juga: Teori Belajar dan Memahami Penjelasan Hasil Belajar

Metode Pembelajaran Kontekstual

Penerapan pembelajaran kontekstual di Amerika Serikat bermula dari pandangan mahir pendidikan oleh Dewey pada kurun ke 20 tahun 1916 yang menekankan pada pengembangan minat dan pengalaman siswa. Pembelajaran kontekstual mengakui bahwa berguru merupakan sesuatu yang kompleks dan multidimensi yang jauh melampaui banyak sekali metodologi yang hanya berorientasi pada stimulus respon. Belajar hanya terjadi jikalau siswa memproses gosip atau pengetahuan baru, sehingga dirasakan masuk kecerdikan sesuai dengan kerangka berfikir yang dimilikinya.

Pembelajaran kontekstual bertujuan meningkatkan minat dan prestasi berguru serta membekali siswa dengan pengetahuan yang fleksibel, sehingga sanggup diterapkan (dikirim) dari satu permasalahan ke permasalahan yang lain, dan dari satu konteks ke konteks yang lain (Johnson, 2008). Model pembelajaran kontekstual merupakan kerangka konseptual yang melukiskan mekanisme secara sistematis dalam mengorganisasikan kegiatan berguru untuk mencapai tujuan tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan pembelajaran. Pendekatan kontekstual ini juga menekankan pada daya pikir yang tinggi, transfer, mengumpulkan, menganalisa data, memecahkan masalah tertentu baik secara individu atau kelompok.

Pembelajaran kontekstual ialah konsep berguru yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi di dunia kasatmata siswa, dan mendorong siswa menciptakan relasi antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari (Depdiknas, 2002). Menurut Johnson (2008) metode pembelajaran kontekstual ialah sebuah proses pendidikan yang bertujuan menolong para siswa melihat makna dari materi akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan subjek-subjek akademik dengan konteks dalam kehidupan keseharian mereka, yaitu dengan konteks keadaan pribadi, sosial dan budaya. Pengetahuan dan keterampilan siswa diperoleh dari perjuangan siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan gres ketika ia belajar.

Menurut Suherman (2003) pembelajaran kontekstual ialah pembelajaran yang dimulai dengan mengambil (mempraktekkan, menceritakan, berdialog, atau tanya jawab) kejadian pada dunia kasatmata kehidupan sehari-hari yang dialami siswa kemudian diangkat ke dalam konsep yang dibahas. Menurut Johnson (2008) pembelajaran kontekstual ialah suatu konsep wacana pembelajaran yang membantu guru-guru untuk menghubungkan isi materi asuh dengan situasi dunia kasatmata serta penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, dan pekerja serta terlibat aktif dalam kegiatan berguru yang dituntut dalam pelajaran.

Berdasarkan pemaparan di atas sanggup disimpulkan bahwa metode pembelajaran kontekstual ialah konsep berguru dimana guru menghadirkan dunia kasatmata ke dalam kelas dan mendorong siswa menciptakan relasi antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari sementara siswa memperoleh pengetahuan dari konteks yang terbatas.

Komponen Pembelajaran Kontekstual

Beberapa komponen dari pembelajaran kontekstual (Depdiknas, 2002) yaitu:

a. Kontruktivisme (Contructivism)

Kontruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) pendekatan CTL. Pandangan dari kontruktivisme ini bahwa siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses berguru mengajar. Dasar pembelajaran tersebut harus dikemas menjadi proses mengkonstruksi bukan mendapatkan pengetahuan. Guru-guru intinya telah menerapkan filosofi ini dalam pembelajaran sehari-hari dan bentuk terbatas, namun perlu dikembangkan lagi lebih banyak. Strategi dalam pandangan konstruktivisme lebih diutamakan, dibandingkan seberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan. Tugas guru ialah memfasilitasi proses tersebut dengan cara:

1) Menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa.

2) Memberi kesempatan pada siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri.

3) Menyadarkan siswa biar menerapkan taktik mereka sendiri dalam belajar.

b. Menemukan (Inquiry)

Menemukan merupakan bab inti dari kegiatan pembelajaran berbasis CTL. Pengertian dari menemukan ini ialah inquiry, prinsip ini mempunyai seperangkat siklus, yaitu observasi, bertanya, mengajukan, dugaan, mengumpulkan data, dan menyimpulkan. Sebagai sebuah modul pembelajaran, prinsip inquiry sangat sempurna bagi penanaman konsep yang membutuhkan kerja eksplorasi dalam bentuk induktif. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat fakta-fakta tetapi hasil menemukan sendiri.

Nurhadi (2003) menyatakan bahwa langkah-langkah inquiry adalah:

1) Merumuskan masalah.

2) Mengamati atau melaksanakan observasi.

3) Bertanya dan menduga.

4) Menganalisis dan menyajikan hasil-hasil inovasi dalam bentuk gambar, bagan, laporan, tabel dan hasil kerja lainnya.

5) Mengkomunikasikan hasil karya atau temuan kepada pembaca, teman sekelas, guru atau audien lain.

c. Bertanya (Questioning)

Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu bermula dari bertanya. Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berfikir siswa. Salah satu kegiatan dalam bentuk formalnya ialah mengawali, menguatkan, dan menyimpulkan sebuah konsep. Bentuknya bisa dilakukan guru eksklusif kepada siswa atau justru memancing siswa untuk bertanya kepada guru, kepada siswa lain, atau kepada orang lain secara khusus. Kegiatan ini sangatlah menunjang setiap kegiatan belajar. Bukankah pengetahuan yang dimiliki seseorang biasanya dimulai dari “bertanya”.

d. Masyarakat Belajar (Learning Community)

Konsep masyarakat berguru menyarankan biar hasil pembelajaran diperoleh dari kolaborasi dengan orang lain (antara teman sejawat, antar kelompok, dan antara yang tahu ke yang belum tahu). Seseorang yang terlibat dalam kegiatan masyarakat berguru memberi gosip yang diharapkan oleh teman bicaranya dan sekaligus juga meminta gosip yang diharapkan dari teman belajarnya. Prakteknya dalam pembelajaran sanggup terwujud dalam pembentukan kelompok kecil, kelompok besar, mendatangkan mahir ke kelas dan lain-lain.

e. Pemodelan (Modelling)

Suatu pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang bisa ditiru. Model tersebut sanggup berupa, cara mengoperasikan sesuatu, melafalkan bunyi, cara menemukan kunci dalam bacaan, dan lain-lain. Jika seorang siswa pernah memenangkan lomba baca puisi siswa itu ditunjuk untuk mendemonstrasikan keahliannya di depan teman sekelasnya maka siswa itu dikatakan sebagai model.

f. Refleksi (Reflection)

Refleksi ialah cara berfikir wacana apa yang gres dipelajari atau berfikir ke belakang wacana hal-hal yang telah dilakukan pada masa lalu. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang gres diterima atau ditemukan, contohnya sehabis berguru perkembangbiakan secara vegetatif seorang siswa merenung “berarti menanam biji pohon jambu teman saya itu ialah cara yang kurang tepat, mestinya saya cangkok saja biar rasanya sama”. Pembelajaran guru hendaknya menyisakan waktu untuk refleksi, contohnya pernyataan eksklusif wacana hal-hal yang gres diperoleh, kesan dan saran, diskusi, catatan atau jurnal di buku siswa.

g. Penilaian yang bekerjsama (Authentic Assessment)

Assessment ialah proses pengumpulan banyak sekali data yang bisa memberikan citra perkembangan siswa. Gambaran wacana kemajuan berguru itu diharapkan di sepanjang proses pembelajaran, oleh alasannya ialah itu assessment dilakukan sepanjang proses dan kegiatan kasatmata yang dilakukan siswa dikala melaksanakan pembelajaran. Kemajuan berguru tidak hanya dinilai dari hasil ujian tertulis, tapi dari proses yang dinilai dari banyak sekali cara.

Menurut Johnson (2008) ada beberapa komponen dalam metode pembelajaran kontekstual, diantaranya:

a. Siswa sanggup mengatur diri dan aktif sehingga sanggup mengembangkan minat individu, bisa bekerja sendiri atau bekerja lewat kelompok.

b. Membangun keterkaitan antara sekolah dan konteks kehidupan kasatmata menyerupai bisnis dan forum masyarakat.

c. Melakukan pekerjaan yang berarti, di mana pekerjaan tersebut mempunyai tujuan, berkhasiat bagi orang lain, yang melibatkan proses memilih pilihan, dan menghasilkan produk kasatmata atau tidak nyata.

d. Menggunakan pemikiran tingkat tinggi yang kreatif, kritis, menganalisis, melaksanakan sintesis, memecahkan masalah, menciptakan keputusan, memakai logika dan bukti.

e. Bekerja sama dalam kelompok dengan efektif, membantu siswa untuk berkomunikasi dengan orang lain.

f. Mengembangkan diri setiap individu, memberi perhatian, mendorong dan memotivasi siswa.

g. Mengenali dan mencapai standar tinggi, mengidentifikasi tujuan yang terperinci dan memotivasi siswa memperlihatkan kepada siswa untuk mencapai keberhasilan.

Menurut Nurhadi (2003) bahwa karakteristik pembelajaran kontekstual diantaranya:

a. Melakukan relasi yang bermakna.

b. Melakukan kegiatan yang signifikan.

c. Belajar yang diatur sendiri.

d. Bekerja sama.

e. Berfikir kritis

Tugas guru dalam pembelajaran kontekstual ialah memberikan kemudahan berguru kepada siswa, dengan menyediakan banyak sekali sarana dan sumber berguru yang memadai. Guru bukan hanya memberikan metode pembelajaran yang berupa hafalan tetapi mengatur langkah dan taktik pembelajaran yang memungkinkan bagi siswa dalam belajar.

Berdasarkan pemaparan di atas sanggup disimpulkan bahwa komponen-komponen dari metode pembelajaran kontekstual ialah kontruktivisme, menemukan, bertanya, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi dan penilaian yang sebenarnya.

Strategi Pembelajaran Kontekstual

Beberapa taktik pembelajaran kontekstual (Nurhadi, 2003) diantaranya sebagai berikut:

a. Pemecahan masalah, penyajian masalah yang kasatmata kepada siswa bertujuan biar siswa berfikir secara kritis dalam rangka mencari dan menemukan pemecahannya melalui banyak sekali sumber belajar.

b. Kebutuhan pembelajaran terjadi diberbagai konteks, contohnya rumah, masyarakat, dan kawasan kerja. Bagaimana dan dimana siswa memperolah dan memunculkan pengetahuannya menjadi sangat berarti dan pengalaman belajarnya ini akan diperkaya jikalau mereka mempelajari banyak sekali macam keterampilan di dalam konteks lain yang bervariasi (rumah, keluarga, masyarakat, kawasan kerja dan sebagainya).

c. Mengontrol dan mengarahkan pembelajaran siswa, sehingga menjadi pembelajar yang berdikari (self regulated learner) untuk selanjutnya menjadi pembelajar sepanjang hayat (life long education) yang bisa mencari, menganalisa dan memakai membuatkan macam informasi.

d. Kondisi siswa sangat heterogen dalam hal nilai, budbahasa istiadat, sosial, dan perspektif. Perbedaan tersebut dimanfaatkan sebagai pendorong dalam berguru sekaligus akan menambah dalam kompleksitas pembelajaran kontekstual. Oleh alasannya ialah itu siswa bisa menghargai perbedaan dan memperluas perspektifnya serta membangun keterampilan interpersonal (berfikir melalui berkomunikasi dengan orang lain) berdasarkan istilahnya Gardner (dalam Nurhadi, 2003).

e. Mendorong siswa untuk berguru dari sesamanya dan tolong-menolong dengan saling ketergantungan (interdependent learning group). Kenyataan setiap orang selalu hidup dalam kebersamaan yang saling mempengaruhi dan berkontribusi terhadap pengetahuan dan kepercayaan orang lain.

f. Menggunakan penilaian autentik (authentic assessment), artinya penilaian sejalan dengan proses pembelajarannya bahwa pembelajaran telah terjadi secara menyatu dan memberikan kesempatan dan instruksi kepada siswa untuk maju dan sebagai alat kontrol untuk melihat kemajuan siswa dan umpan balik bagi pembelajaran.

Center for Occupational Research and Development (CORD) memberikan taktik dengan istilah REACT:

a. Relating, yaitu berguru dikaitkan dengan konteks pengalaman kehidupan nyata.

b. Experiencing, yaitu berguru ditekankan pada penggalian (exploration), Penemuan (discovery), dan penciptaan (invention).

c. Applying, yaitu berguru bilamana pengetahuan dipresentasikan didalam konteks pemanfaatannya.

d. Cooperating, yaitu berguru melalui konteks komunikasi interpersonal, pemakaian dan pemaknaan bersama.

e. Transfering, yaitu berguru melalui pemanfaatan pengetahuan di dalam situasi atau konteks baru.

Zahorik (dalam Muslich, 2008) mengemukakan lima elemen yang harus diperhatikan dalam pembelajaran kontekstual:

a. Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating knowledge)..

b. Pemerolehan pengetahuan gres (acquiring knowledge) dengan cara mempelajari keseluruhan dulu, kemudian memperhatikan detailnya.

c. Pemahaman pengetahuan gres (understanding knowledge) yaitu dengan cara:

1) Menyusun konsep sementara (hipotesis)

2) Melakukan sharing untuk memperoleh masukan dan balasan (validasi) dari orang lain.

3) Melakukan revisi dan mengembangkan konsep.

d. Mempraktekkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (appliying knowledge).

e. Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap taktik pengembangan pengetahuan tersebut.

Berdasarkan pemaparan diatas sanggup disimpulkan taktik dari metode pembelajaran kontekstual ialah relating, experiencing, transfering, cooperating, applying.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Pembelajaran Kontekstual: Pengertian, Metode, Komponen, Dan Strategi"

Post a Comment