Pengertian Kompetensi Interpersonal, Aspek-Aspek Dan Faktor-Faktor Kompetensi Interpersonal

Pengertian Kompetensi Interpersonal, Aspek-aspek dan Faktor-faktor Kompetensi Interpersonal - Setiap insan ialah makhluk sosial yang saling berinteraksi satu sama lainnya. Dalam interaksi tersebut insan bekerjasama dan membutuhkan sebuah kecakapan atau kemampuan yang mendukung hubungan tersebut. Kompetensi interpersonal merupakan kemampuan yang mendukung insan dalam bekerjasama atau berinteraksi. Kecakapan interpersonal wajib dimiliki oleh setiap insan yang membantunya dalam urusan sosial, pekerjaan dan lainnya. Artikel di bawah ini akan membahas hal yang berkaitan dengan kompetensi interpersonal (lengkap) dan semoga gampang dipahami.
 Setiap insan ialah makhluk sosial yang saling berinteraksi satu sama lainnya Pengertian Kompetensi Interpersonal, Aspek-aspek dan Faktor-faktor Kompetensi Interpersonal
Kecakapan dan Kemampuan Interpersonal
Baca juga: Penjelasan Mengenai Berfikir Positif (Positive Thinking) Lengkap

Pengertian Kompetensi Interpersonal

Sears dkk (1994) beropini bahwa kompetensi interpersonal ialah kemampuan atau kecakapan yang mendukung kekerabatan antara individu dengan individu lainnya. Menurut De Vito (1997) kompetensi interpersonal yaitu kemampuan melaksanakan komunikasi secara efektif dan Rakhmat (2007) mengemukakan bahwa komunikasi yang efektif minimal menimbulkan lima hal yaitu pengertian, kesenangan, imbas pada sikap, kekerabatan yang semakin baik, dan tindakan.

Kompetensi interpersonal sendiri, berdasarkan Spitzberg dan Cupach (dalam De Vito, 1997), sanggup diartikan sebagai suatu kemampuan melaksanakan kekerabatan interpersonal secara efektif. De Vito (1997) beropini bahwa kompetensi interpersonal banyak didapatkan individu melalui proses belajar, mengobservasi orang lain, melalui petunjuk atau aba-aba yang jelas, melalui trial dan error, dan lain-lain. Kompetensi interpersonal yang lebih baik akan didapatkan bila individu tersebut menambah dan memperbaiki pengetahuannya perihal komunikasi interpersonal. Kompetensi interpersonal yang lebih baik ini akan mengakibatkan individu tersebut mendapat lebih banyak pilihan dalam melaksanakan interaksi, sehingga kemungkinan besar akan menghasilkan kekerabatan interpersonal yang efektif.

Komunikasi interpersonal berdasarkan De Vito (1997) tidak hanya terjadi melalui kekerabatan eksklusif antar individu. Komunikasi interpersonal tidak harus melalui oral, tetapi sanggup melalui gerak isyarat, sentuhan, atau melalui telepon. Selama proses komunikasi interpersonal terjadi pertukaran umpan balik. Umpan balik (feedback) menceritakan pada komunikan dampak yang dirasakan oleh pendengar. Umpan balik akan mengakibatkan komunikan atau pembicara menyesuaikan, memodifikasi, memperkuat pesan, atau merubah isi atau bentuk dari pesan. Umpan balik sanggup diperoleh dari diri sendiri maupun orang lain. Umpan balik dari diri sendiri sanggup diperoleh ketika individu memberikan pesan, individu mendengarkan apa yang individu katakan dan melihat apa yang individu tulis. Umpan balik dari orang lain sanggup berupa kerutan dahi, senyuman, tepukan, atau dengan memotong pembicaraan.

Kompetensi interpersonal penting dalam membuat dan mengembangkan suatu kekerabatan yang memuaskan dan membahagiakan. Kekurangmampuan seseorang dalam kekerabatan interpersonal sanggup mengakibatkan terganggunya kehidupan sosial seseorang, misalnya: menjadi pemalu, menarik diri, memisahkan diri dari orang lain atau putus hubungan. Buhrmester dkk (dalam Sitanggang, 2004) mengemukakan:

“competence deficits are thought to bring about unsatisfying relationship, which in turn foster lonliness”

Buhrmester dkk (dalam Sitanggang, 2004) memakai dua pendekatan untuk membedakan komponen kompetensi interpersonal, yaitu:

a. Pendekatan yang melibatkan sebagian dari kompetensi berdasarkan jenis dimensi kiprah interpersonal (interpersonal task domains). Contohnya ialah berinisiatif dalam percakapan dan menolak ajakan yang tidak masuk akal.

b. Pendekatan yang mencoba mengidentifikasikan keahlian-keahlian yang dimanifetasikan dalam keterampilan sikap (behavioral skill) yang sanggup membantu terciptanya interaksi yang efektif. Contohnya ialah kemampuan untuk memahami komunikasi non-verbal dan ekspresi emosional.

Lebih jauh Nashori (2000) mengemukakan bahwa kompetensi interpersonal ialah kemampuan untuk melaksanakan kekerabatan antar pribadi secara efektif. Kemampuan ini ditandai oleh adanya karakteristik-karakteristik psikologis yang mendukung dalam membuat dan membina kekerabatan antar pribadi yang baik dan memuaskan. Salah satu kunci keberhasilan hidup insan ialah kemampuan melaksanakan dan membina kekerabatan antar pribadi dengan orang lain.

Hal ini menandakan bahwa kekerabatan antar pribadi melibatkan dua individu atau lebih. Artinya, seorang individu akan mensugesti individu lain dalam suatu interaksi yang berlangsung. Sebagai makhluk sosial, seorang individu membutuhkan kehadiran individu lain dalam hidupnya. Hal ini menandakan bahwa dalam diri individu terdapat kebutuhan akan kekerabatan antar pribadi. Kebutuhan individu akan orang lain dalam hidupnya disebut dengan kebutuhan sosial. Kebutuhan ini akan terpuaskan bila individu yang bersangkutan sanggup mengadakan kekerabatan yang memuaskan dengan orang lain (dalam hal ini kekerabatan persahabatan).

Mulyati (1997) mengemukakan bahwa perkembangan yang paling menonjol pada remaja ialah perkembangan sosial lantaran pada masa ini anak mulai mengembangkan lingkup pergaulannya ke luar rumah, yaitu ke lingkungan sosial yang lebih luas. Remaja mulai mempunyai sahabat dan kekerabatan yang sukses dengan sobat sebaya sanggup membantu menumbuhkan perasaan berarti pada anak dan meningkatkan rasa percaya diri. Hubungan interpersonal yang efektif (seperti persahabatan), sanggup terbina bila mereka mempunyai kemampuan-kemampuan dalam membina kekerabatan interpersonal. Menurut Sitanggang (2004) banyak sekali penelitian menandakan bahwa kompetensi interpersonal dipengaruhi oleh lingkungan keluarga serta proses hidup yang dijalani seseorang dengan masyarakat. Kebiasaan untuk hidup bersama dan mengembangkan pergaulan yang intens menjadikan kompetensi interpersonal seseorang tumbuh dan berkembang.

Sekolah tidak hanya dipakai untuk mendapat keterampilan, pendidikan dan mengembangkan potensi intelektual bagi siswa tetapi juga daerah untuk bersosialisasi di mana seseorang mengembangkan keterampilan dalam kekerabatan interpersonalnya yaitu dengan menambah teman, memperluas pergaulan serta untuk memantapkan identitas diri.

Berdasarkan definisi-definisi di atas, maka sanggup disimpulkan bahwa kompetensi interpersonal merupakan kemampuan atau kecakapan yang mendukung kekerabatan antar individu dalam melaksanakan komunikasi yang efektif.

Aspek-aspek Kompetensi Interpersonal

Adapun aspek-aspek dari kompetensi interpersonal, berdasarkan Buhrmester dkk (dalam Lukman, 2000) meliputi:

a. Kemampuan berinisiatif

Kemampuan untuk memulai interaksi dengan orang lain atau dengan lingkungan sosial yang lebih luas. Hal ini menandakan bahwa kemampuan berinisiatif membuka kekerabatan (berinteraksi) dengan orang lain ialah kemampuan yang dipengaruhi oleh bagaimana individu yang bersangkutan bisa membuka kekerabatan dengan individu yang lain. Dengan kemampuan berinisiatif, individu akan melaksanakan eksplorasi, memulai suatu kekerabatan dan bergerak secara aktif dan mandiri.

Buhrmester dkk (dalam Sitanggang, 2004) menyatakan bahwa kemampuan berinisiatif ditunjukan dengan adanya sikap sebagai berikut:

1) Meminta atau mengusulkan pada kenalan gres untuk melaksanakan aktivitas bersama-sama, misalnya: pergi bersama, mencar ilmu bersama

2) Menawarkan kenalan gres suatu hal yang menarik dan atraktif

3) Melanjutkan percakapan dengan kenalan baru

4) Menjadi individu yang menarik dan menyenangkan ketika berkenalan dengan orang lain

5) Memperkenalkan diri pada seseorang yang ingin dikenal

b. Kemampuan membuka diri (self disclosure)

Kemampuan individu untuk mengungkapkan informasi yang bersifat pribadi mengenai dirinya dan memperlihatkan perhatian kepada orang lain. Dengan adanya keterbukaan, kebutuhan kedua belah pihak sanggup terpenuhi, yaitu dari pihak pertama kebutuhan untuk bercerita dan membuatkan rasa sanggup terpenuhi, dan di pihak kedua sanggup muncul perasaan berharga dan istimewa lantaran dipercaya untuk mendengarkan kisah yang bersifat pribadi.

Keterbukaan dalam suatu kekerabatan akan tampil dalam bentuk perilaku. Buhrmester dkk (dalam Sitanggang, 2004) mengemukakan perilaku-perilaku yang menandakan adanya keterbukaan, yaitu:

1) Mengemukakan hal-hal yang bersifat pribadi ketika berbincang-bincang dengan orang yang gres dikenal

2) Mempercayai seorang kenalan gres dan membiarkannya mengetahui cuilan dari diri yang lebih peka/sensitif

3) Mengatakan kepada sahabat perihal hal-hal yang sanggup membuat diri menjadi merasa malu

4) Memberi kesempatan pada sobat gres untuk mengenal diri yang sebenarnya

5) Melepaskan pertahanan diri dan mempercayai seorang sahabat

6) Mengungkapkan secara terbuka kepada seorang sahabat bahwa ia dihargai dan disayangi

Keterbukaan dalam suatu kekerabatan akan menguntungkan masing-masing pihak, tetapi keterbukaan itu harus proporsional, artinya diadaptasi dengan tingkat kedekatan dan tahap hubungan. Hal itu dijelaskan oleh Sears dkk (dalam Mulyati, 1997) bahwa kebutuhan individu akan keterbukaan berbeda untuk setiap tahap hubungan. Pada tahap awal hubungan, biasanya kekerabatan bersifat terbuka, namun tidak intim (non-intimate disclosure), sedangkan pada tahap selanjutnya keterbukaan yang bersifat intim dan detail sangat dibutuhkan untuk mendukung terjalinnya sebuah kekerabatan yang lebih erat.

Mulyati beropini bahwa keterbukaan yang tidak proporsional sanggup mengakibatkan evaluasi yang negatif, contohnya keterbukaan (self disclosure) yang berlebihan di awal suatu kekerabatan akan dianggap kurang dewasa, tidak kondusif dan tidak sanggup dipercaya. Selain itu, keterbukaan yang bermetamorfosis suatu kebiasaan dan dilakukan terus menerus akan menimbulkan kebosanan dalam suatu hubungan. Kurangnya keterbukaan dalam suatu kekerabatan sanggup juga meninbulkan kecurigaan dan rasa tidak nyaman pada orang-orang di sekelilingnya.

c. Kemampuan bersikap asertif

Kemampuan individu untuk mengungkapkan perasaan-perasaannya secara terang dan sanggup mempertahankan hak-haknya dengan tegas. Perilaku asertif yang paling sederhana yaitu bisa menyampaikan “tidak” bila diminta untuk melaksanakan sesuatu yang tidak disukai. Dengan mempunyai sikap asertif, individu akan diperlakukan dengan baik dan pantas oleh lingkungan sosialnya dan dianggap sebagai individu yang mempunyai harga diri.

Buhrmester (dalam Sitanggang, 2004) beropini bahwa asertivitas sanggup diekspresikan dalam bentuk sikap seperti:

1) Mengatakan pada seorang sobat bahwa kita tidak menyukai cara ia memperlakukan kita

2) Mengatakan “tidak” atau menolak ketika seorang sobat meminta kita melaksanakan suatu hal yang tidak kita sukai

3) Menolak ajakan sobat yang tidak masuk akal

4) Menegur sahabat ketika ia tidak menepati janjinya

5) Mengatakan pada sobat bahwa ia telah melukai perasaan, mempermalukan, dan telah membuat kita marah

d. Kemampuan memperlihatkan pinjaman emosional

Salah satu bentuk kemampuan memperlihatkan pinjaman emosional ialah empati. Dengan mempunyai empati, individu lebih bisa memahami orang lain dan lebih gampang melaksanakan penyesuaian diri ketika berinteraksi dengan orang lain. Selain empati, sikap hangat juga merupakan bentuk pinjaman emosional. Sikap hangat sanggup memperlihatkan perasaan nyaman kepada orang lain dan akan sangat berarti ketika individu tersebut sedang dalam kondisi tertekan dan bermasalah.

Secara khusus, Buhrmester dkk (dalam Sitanggang, 2004) memperlihatkan beberapa pola yang mengindikasikan adanya pinjaman emosional, yaitu:

1) Mendengarkan dengan sabar ketika seorang sahabat menceritakan masalahnya atau dengan kata lain menjadi pendengar yang baik dikala sobat sedang sedih

2) Membantu sobat dalam mengatasi problem yang berkaitan dengan keluarga dan teman-temannya yang lain

3) Dapat memperlihatkan sikap yang penuh empati

4) Dapat memperlihatkan nasehat yang dibutuhkan dan sanggup diterima teman

Berdasarkan paparan di atas, kemampuan memperlihatkan pinjaman emosional merupakan kemampuan untuk menenangkan dan memperlihatkan rasa nyaman kepada oran lain, dan kemampuan itu diberikan seseorang kepada orang lain dalam suatu bentuk kekerabatan interpersonal.

e. Kemampuan mengelola dan mengatasi konflik

Kemampuan individu dalam menuntaskan konflik atau problem yang timbul dalam kekerabatan antar individu. Konflik akan selalu ada dan sanggup meningkat dalam suatu kekerabatan antar insan yang disebabkan oleh adanya cita-cita yan saling bertentangan antara satu dengan yang lain.

Upaya untuk mengatasi konflik semoga tidak semakin memanas oleh Buhrmester dkk (dalam Sitanggang, 2004), dinyatakan sebagai berikut:

1) Ketika seseorang sedang mempunyai problem dengan temannya, maka ia harus berusaha untuk mendengarkan keluhan temannya dan tidak menafsirkan sendiri apa yang ada dalam pikiran temannya

2) Pada dikala terjadi konflik, seseorang harus bisa memandang permasalahannya dari sudut pandang yang lain

3) Agar tidak terjadi konflik yang lebih parah, hindarkan sikap mengejek teman

4) Tidak mengulang-ulang perkataan atau perbuatan yang sanggup mengakibatkan konflik yang semakin memburuk

Faktor-faktor yang mensugesti perkembangan kompetensi interpersonal

Keluarga merupakan cuilan terpenting dari jaringan sosial remaja sekaligus sebagai lingkungan pertama remaja selama tahun-tahun formatif awal untuk memperoleh pengalaman sosial dini, yang berperan penting dalam memilih kekerabatan sosial di masa depan dan perilakunya terhadap orang lain (Kartono dalam Sitanggang, 2004). Kepuasan psikis yang diperoleh remaja dalam keluarga sangat memilih bagaimana ia akan bereaksi terhadap lingkungan. Para remaja yang dibesarkan dalam keluarga yang tidak serasi dimana ia tidak mendapat kepuasan psikis yang cukup, mengakibatkan remaja akan sulit mengembangkan keterampilan sosialnya. Oleh lantaran itu sangat penting bagi orang renta untuk menjaga semoga keluarga tetap harmonis, dengan membuat suasanan yang demokratis di dalam keluarga sehingga remaja sanggup menjalin komunikasi yang baik dengan orang renta maupun saudara-saudaranya. Dengan adanya komunikasi timbal balik antara remaja dan orang tua, maka segala konflik yang muncul akan gampang diatasi. Interaksi yang hangat, terbuka, tidak kaku, dan tidak sering menghukum sanggup menumbuhkan kemampuan interpersonal yang baik pada remaja. Sebaliknya komunikasi yang kaku, dingin, terbatas, menekan, penuh otoritas sanggup menghambat berkembangnya kemampuan remaja dalam membina kekerabatan interpersonal (dalam Sitanggang, 2004). Menurut Kohn (dalam Mulyati, 1997) kompetensi interpersonal pada masa anak dalam perkembangannya sangat dipengaruhi oleh pola interaksi anak dengan ibu. Pola interaksi ini meliputi cara pandang pengasuh terhadap anak, cara berkomunikasi, penerapan disiplin dan kontrol serta cara pemenuhan kebutuhan anak sehari-hari.

Faktor lain yang mensugesti perkembangan kompetensi interpersonal remaja ialah sekolah. Peran sekolah dibutuhkan tidak hanya pada problem pengetahuan dan informasi saja, tapi juga meliputi tanggung jawab pendidikan yang lebih luas, termasuk mengembangkan dan membentuk pola interaksi yang sehat dengan para sobat dan guru di sekolah. Pada dikala remaja berada di sekolah, mereka mulai membentuk persahabatan dengan teman-temannya (Baron dan Bryne, dalam Crosnoe, 2000). Wulff (dalam Nashori dan Sugiyanto, 2000) juga mengemukakan bahwa faktor lainnya yang dinilai mempunyai peranan terhadap kompetensi interpersonal ialah faktor-faktor internal individu, diantaranya ialah kematangan beragama.

Subscribe to receive free email updates:

1 Response to "Pengertian Kompetensi Interpersonal, Aspek-Aspek Dan Faktor-Faktor Kompetensi Interpersonal"

  1. Judul daru buku (lukman:200) itu apa ya? Yg ada aspek2 kompetensi interpersonal

    ReplyDelete