Kenakalan Remaja: Definisi/Pengertian, Faktor-Faktor, Wujud, Dan Bentuk

Kenakalan Remaja: Definisi/Pengertian, Faktor-faktor, Wujud, dan Bentuk - Remaja ialah masa yang mana banyak terjadi suatu keadaan psikologis yang tidak stabil. Sehingga banyak memicu terjadinya bentuk prilaku-prilaku yang sudah di luar norma. Hal tersebut bisa dikatakan ialah kenakalan remaja. Pada artikel sebelumnya pembahasan yang kita telaah ialah mengenai masa remaja, dan ketika ini kita akan fokus membahas menyerupai apa kenakalan remaja dan klarifikasi lainnya terkait kenakalan remaja ini.
 Remaja ialah masa yang mana banyak terjadi suatu keadaan psikologis yang tidak stabil Kenakalan Remaja: Definisi/Pengertian, Faktor-faktor, Wujud, dan Bentuk
Perilaku Kenakalan Remaja
Baca juga: Kondisi yang Mempengaruhi Konsep Diri Remaja

Kenakalan Remaja

Menurut Kartono (2006) juvenile delinquency atau kenakalan remaja ialah sikap jahat atau kenakalan bawah umur muda, yang merupakan tanda-tanda sakit (patologis) secara sosial pada bawah umur dan remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka berbagi bentuk sikap yang menyimpang.

Menurut Santrock (2003) kenakalan remaja mengacu pada suatu rentang sikap yang luas, mulai dari sikap yang tidak sanggup diterima secara sosial (seperti bertindak berlebihan disekolah), pelanggaran (seperti melarikan diri dari rumah), hingga tindakan-tindakan kriminal (seperti mencuri). Demi tujuan-tujuan aturan dibentuk suatu perbedaan antara pelanggaran-pelanggaran indeks (index offense) dan pelanggaran-pelanggaran status (status offense). Index offense ialah tindakan kriminal baik yang dilakukan oleh remaja maupun orang dewasa. Tindakan-tindakan itu mencakup perampokan, penyerangan dengan kekerasan, pelecehan seksual dan pembunuhan. Status offense menyerupai lari dari rumah, absen dari sekolah, minum-minuman keras yang melanggar ketentuan usia, pelacuran dan ketidakmampuan mengendalikan diri ialah tindakan-tindakan yang tidak terlalu serius. Tindakan-tindakan itu dilakukan oleh anak muda dibawah usia tertentu sehingga pelanggaran-pelanggaran itu disebut sebagai pelanggaran-pelanggaran remaja.

Hurlock (2004) juga menyatakan kenakalan remaja ialah tindakan pelanggaran aturan yang dilakukan oleh remaja, dimana tindakan tersebut sanggup menciptakan seseorang individu yang melakukannya masuk penjara. Sarwono (2002) mengungkapkan kenakalan remaja sebagai tingkah laris yang menyimpang dari norma-norma aturan pidana.

Dalam kondisi statis, tanda-tanda juvenile delinquency atau kejahatan remaja merupakan tanda-tanda sosial yang sebagian sanggup diamati serta diukur kuantitas dan kualitas kedurjanaannya, namun sebagian lagi tidak bisa diamati dan tetap bersembunyi, hanya bisa dirasakan ekses-eksesnya. Sedang dalam kondisi dinamis, tanda-tanda kenakalan remaja tersebut merupakan tanda-tanda yang terus-menerus berkembang, berlangsung secara progresif sejajar dengan perkembangan teknologi, industrialisasi dan urbanisasi (dalam Sarwono, 2007).

Berdasarkan uraian di atas, maka kenakalan remaja sanggup diartikan sebagai sikap menyimpang remaja yang melanggar aturan dan norma sosial yang sanggup menjadikan kerugian baik terhadap dirinya sendiri maupun orang lain.

Faktor Penyebab Terjadinya Kenakalan Remaja

Menurut Kartono (2006) kenakalan remaja sanggup di pengaruhi oleh dua faktor yaitu :

Faktor internal

a. Reaksi putus asa negatif
Beberapa reaksi putus asa negatif yang bisa menimbulkan anak remaja salah ulah ialah:

1) Agresi, yaitu reaksi primitif dalam bentuk kemarahan hebat dan ledakan emosi tanpa kendali, serangan, kekerasan, tingkah laris kegila-gilaan dan sadistis. Kemarahan hebat tersebut sering menganggu intelegensi dan kepribadian anak, sehingga kalut batinnya, kemudian melaksanakan perkelahian, kekerasan, kekejaman, teror terhadap lingkungan dan tindak aksi lainnya.

2) Regresi, yaitu reaksi primitif, kekanak-kanakan, infantil, tidak sesuai dengan tingkat usia anak, yang semuanya akan menganggu kemampuan penyesuaian anak terhadap kondisi lingkungannya.

3) Fiksasi, yaitu pelekatan pada satu pola tingkah laris yang kaku, stereotipis dan tidak wajar. Misalnya mau hidup santai, berlaku kerasa dan kasar, suka mendendam, suka adu dan lain-lain.

4) Rasionalisasi, cara menolong diri yang tidak wajar, dengan menciptakan sesuatu yang tidak rasional menjadi rasional. Sedang penyebab kegagalan dan kelemahan sendiri selalu di cari pada orang lain, guna menghibur diri sendiri dan membela harga diri.

5) Pembenaran diri, yaitu cara pembenaran diri sendiri dengan dalih yang tidak terkendali.

6) Proyeksi, yaitu melemparkan atau memproyeksikan isi pikiran, perasaan, impian yang negatif, kekerdilan dan kesalahan sendiri kepada orang lain.

7) Teknik anggur masam (sour grape technique), yaitu perjuangan memperlihatkan sifat jelek kepada objek-objek yang tidak bis adicapai, sungguhpun objek ini sangat di inginkannya.

8) Teknik jeruk elok (sweet orange technique), yaitu memnerikan atribut unggul dan baik, pada semua kegagalan, kesalahan dan kelemahan sendiri, lewat alasan-alasan yang bisa mengelus-elus serta menyenangkan hati sendiri.

9) Identifikasi, yaitu menyamakan diri sendiri yang selalu gagal dan tidak bisa mereaksi dengan sempurna terhadap lingkungan.

10) Narsisme, yaitu menganggap diri sendiri superior, paling penting, maha bisa, paling kuasa dan lain sebagainya, sehingga remaja di penuhi cinta diri, menjadi sulit mendengarkan argumentasi orang lain, bahagia meledak-ledak dan berkelahi, dan bertingkah laris semau sendiri.

11) Autisme, kecendrungan menutupi diri secara total terhadap dunia luar, hanya diri sendirilah yang di anggap baik dan benar, sedang segala sesuatu diluar dirinya perlu dihindari dan dicurigai.

b. Gangguan pengamatan dan tanggapan

Gangguan tanggapan dan pengamatan antara lain berupa ilusi, halusinasi, dan citra semu (waanvoorstelling). Tanggapan anak tidak merupakan pencerminan realitas lingkungan yang nyata, tetapi berupa pengolahan batin yang kelir, sehingga timbul interpretasi dan pengertian yang salah sama sekali. Sebabnya ialah semua itu diwarnai impian yang terlalu muluk dan kecemasan yang berlebihan, dunia dan masyarakat tampak mengerikan dan mengandung ancaman laten bagi anak.sebagai jawaban jauhnya anak remaja ada yang bermetamorfosis bernafsu dan eksplosif menghadapi segala macam tekanan dan ancaman dari luar. Karena itu reaksinya cepat naik darah, cepat bertindak menyerang, dan berkelahi.

c. Gangguan berpikir dan intelegensi

Berpikir mutlak perlu bagi kemampuan orientasi yang sehat dan penyesuaian masuk akal terhadap tuntutan lingkungan. Orang yang sehat bisa membetulkan kekeliruan sendiri dengan jalan berpikir logis, dan bisa membedakan fantasi dan kenyataan. Sebaliknya orang yang terganggu jiwanya akan memperalat pikiran sendiri untuk membela dan membenarkan gambaran-gambaran semu dan tanggapan yang salah. Akibatnya reaksi dan tingkah laris anak menjadi salah kaprah, bisa menjadi liar tidak terkendali, selalu menggunakan cara-cara yang keras dan perkelahian dalam menanggapi segala kejadian.

Orang bau tanah dan pendidik bisa menghambat atau menstimulasi baik daya pikir dan intelegensi anak. Bisa menghambat antara lain dengan jalan menekan dan menghukum bawah umur secara tak adil, mengadakan macam-macam larangan yang tidak masuk akal dan lain sebagainya. Sebaliknya juga bisa menstimulasi dengan jalan memperlihatkan kesempatan untuk berpartisipasi dalam penentuan keputusan, berguru memecahkan masalah, memperlihatkan kesempatan untuk beremansipasi dan memainkan peranan yang lebih penting lainnya.

d. Gangguan perasaan/emosinal

Perasaan bergandengan dengan pemuasan terhadap harapan, keinginan dan kebutuhan manusiawi. Pada proses penghayatan makna hidup, perasaan, memegang peranan penting, bahkan primer. Karena itu memperhatikan perasaan anak remaja yang tengah berkembang juga perasaan orang lain ialah sama dengan memperhatikan kebutuhan serta keinginan manusiawi mereka.

Gangguan-gangguan fungsi perasaan ini antara lain:

a. Inkontinensi emosionil
b. Labilitas emosionil
c. Ketidakpekaan dan menumpulnya perasaan
d. Ketakutan dan kecemasan
e. Perasaan rendah diri

Faktor eksternal

a. Faktor keluarga
Keluarga ialah forum pertama dan utama dalam melaksanakan proses sosialisasi dan sivilitas pribadi anak. Di tengah keluarga anak berguru mengenal makna cinta kasih, simpati, loyalitas, ideologi, bimbingan dan pendidikan. Keluarga memperlihatkan imbas memilih pada pembentukan tabiat dan kepribadian anak dan menjadi unit sosial terkecil yang memperlihatkan fondasi primer bagi perkembangan anak. Baik buruknya struktur keluarga memperlihatkan dampak baik atau buruknya perkembangan jiwa dan jasmani anak.

a) Rumah tangga berantakan
b) Perlindungan lebih dari orang tua
c) Penolakan orang tua
d) Pengaruh jelek dari orang bau tanah

b. Faktor sekolah
Lingkungan sekolah yang tidak menguntungkan antara lain berupa bangunan sekolah yang tidak memenuhi persyaratan, kegiatan yang berlama-lama disekolah, kurikulum yang berubah dan tidak menentu, guru yang kurang simpatik, dan peraturan yang ketat menciptakan anak remaja menjadi jemu, jengkel dan apatis. Sebagai balasannya anak jadi ikut-ikutan tidak mematuhi semua aturan, ingin jadi bebas liar, mau berbuat semau sendiri, menjadi bernafsu juga suka melaksanakan perkelahian untuk melampiaskan kedongkolan dan frustasinya.

c. Faktor milieu
Milieu atau lingkungan sekitar tidak selalu baik dan menguntungkan bagi pendidikan dan perkembangan anak. Lingkungan adakalanya dihuni leh orang remaja serta bawah umur muda kriminal dan anti sosial yang bisa merangsang timbulnya reaksi emosional jelek pada bawah umur puber yang masih labil jiwanya. Dengan begitu bawah umur remaja ini gampang terserang oleh pola kriminal, a-susila dan anti sosial tadi. Jiwa para remaja itu amat labil. Jika mereka mendapat imbas jelek dari film biru, buku porno, bacaan immoral dan sadistis, banyak melihat perbuatan anti sosial yang dilakukan oleh orang dewasa, maka mereka dengan gampang akan terserang sikap jelek tersebut.

Adapun motif yang mendorong mereka melaksanakan tindak kejahatan dan kedursusilaan itu antara lain:

1. Untuk memuaskan kecendrungan keserakahan.
2. Meningkatnya agresivitas.
3. Salah asuh dan salah didik orang tua, sehingga anak menjadi manja dan lemah mentalnya.
4. Hasrat untuk berkumpul dengan mitra senasib dan sebaya, dan kesukaan untuk meniru-niru.
5. Kecendrungan pembawaan yang patologis dan abnormal.
6. Konflik batin sendiri, dan kemudian menggunakan prosedur pelarian diri serta pembelaan diri yang irraional.

Faktor-faktor kenakalan remaja berdasarkan Santrock (2003), lebih rinci dijelaskan sebagai berikut:

1. Identitas

Menurut teori perkembangan yang dikemukakan oleh Erikson (dalam Santrock, 2003) masa remaja ada pada tahap di mana krisis identitas versus difusi identitas harus di atasi. Perubahan biologis dan sosial memungkinkan terjadinya dua bentuk integrasi terjadi pada kepribadian remaja: (1) terbentuknya perasaan akan konsistensi dalam kehidupannya dan (2) tercapainya identitas peran, kurang lebih dengan cara menggabungkan motivasi, nilai-nilai, kemampuan dan gaya yang dimiliki remaja dengan tugas yang dituntut dari remaja.

Erikson percaya bahwa delinkuensi pada remaja terutama ditandai dengan kegagalan remaja untuk mencapai integrasi yang kedua, yang melibatkan aspek-aspek tugas identitas. Ia menyampaikan bahwa remaja yang mempunyai masa balita, masa kanak-kanak atau masa remaja yang membatasi mereka dari banyak sekali peranan sosial yang sanggup diterima atau yang menciptakan mereka merasa tidak bisa memenuhi tuntutan yang dibebankan pada mereka, mungkin akan mempunyai perkembangan identitas yang negatif. Beberapa dari remaja ini mungkin akan mengambil potongan dalam tindak kenakalan, oleh lantaran itu bagi Erikson, kenakalan ialah suatu upaya untuk membentuk suatu identitas, walaupun identitas tersebut negatif.

2. Kontrol diri

Kenakalan remaja juga sanggup digambarkan sebagai kegagalan untuk berbagi kontrol diri yang cukup dalam hal tingkah laku. Beberapa anak gagal dalam berbagi kontrol diri yang esensial yang sudah dimiliki orang lain selama proses pertumbuhan. Kebanyakan remaja telah mempelajari perbedaan antara tingkah laris yang sanggup diterima dan tingkah laris yang tidak sanggup diterima, namun remaja yang melaksanakan kenakalan tidak mengenali hal ini. Mereka mungkin gagal membedakan tingkah laris yang sanggup diterima dan yang tidak sanggup diterima, atau mungkin mereka bahwasanya sudah mengetahui perbedaan antara keduanya namun gagal berbagi kontrol yang memadai dalam menggunakan perbedaan itu untuk membimbing tingkah laris mereka. Hasil penelitian yang dilakukan Santrock memperlihatkan bahwa ternyata kontrol diri mempunyai peranan penting dalam kenakalan remaja. Pola asuh orangtua yang efektif di masa kanak-kanak (penerapan taktik yang konsisten, berpusat pada anak dan tidak aversif) bekerjasama dengan dicapainya pengaturan diri oleh anak. Selanjutnya, dengan mempunyai keterampilan ini sebagai atribut internal akan besar lengan berkuasa pada menurunnya tingkat kenakalan remaja.

3. Usia

Munculnya tingkah laris anti sosial di usia dini bekerjasama dengan penyerangan serius nantinya di masa remaja, namun demikian tidak semua anak yang bertingkah laris menyerupai ini nantinya akan menjadi pelaku kenakalan, menyerupai hasil penelitian dari McCord (dalam Kartono, 2003) yang memperlihatkan bahwa pada usia dewasa, secara umum dikuasai remaja pembangkang tipe terisolir meninggalkan tingkah laris kriminalnya. Paling sedikit 60 % dari mereka menghentikan perbuatannya pada usia 21 hingga 23 tahun.

4. Jenis kelamin

Remaja laki- laki lebih banyak melaksanakan tingkah laris anti sosial daripada perempuan. Menurut catatan kepolisian Kartono (2003) pada umumnya jumlah remaja laki- laki yang melaksanakan kejahatan dalam kelompok gang diperkirakan 50 kali lipat daripada gang remaja perempuan.

5. Harapan terhadap pendidikan dan nilai-nilai di sekolah

Remaja yang menjadi pelaku kenakalan seringkali mempunyai impian yang rendah terhadap pendidikan di sekolah. Mereka merasa bahwa sekolah tidak begitu bermanfaat untuk kehidupannya sehingga biasanya nilai-nilai mereka terhadap sekolah cenderung rendah. Mereka tidak mempunyai motivasi untuk sekolah. Riset yang dilakukan oleh Janet Chang dan Thao N. Lee (2005) mengenai imbas orangtua, kenakalan sahabat sebaya, dan sikap sekolah terhadap prestasi akademik siswa di Cina, Kamboja, Laos, dan remaja Vietnam memperlihatkan bahwa faktor yang berkenaan dengan orangtua secara umum tidak mendukung banyak, sedangkan sikap sekolah ternyata sanggup menjembatani hubungan antara kenakalan sahabat sebaya dan prestasi akademik.

6. Proses keluarga

Faktor keluarga sangat besar lengan berkuasa terhadap timbulnya kenakalan remaja. Kurangnya derma keluarga menyerupai kurangnya perhatian orangtua terhadap kegiatan anak, kurangnya penerapan disiplin yang efektif, kurangnya kasih sayang orangtua sanggup menjadi pemicu timbulnya kenakalan remaja. Penelitian yang dilakukan oleh Gerald Patterson dkk (dalam Santrock, 2003) memperlihatkan bahwa pengawasan orangtua yang tidak memadai terhadap keberadaan remaja dan penerapan disiplin yang tidak efektif dan tidak sesua i merupakan faktor keluarga yang penting dalam memilih munculnya kenakalan remaja. Perselisihan dalam keluarga atau stress yang dialami keluarga juga bekerjasama dengan kenakalan. Faktor genetik juga termasuk pemicu timbulnya kenakalan remaja, meskipun persentasenya tidak begitu besar.

7. Pengaruh sahabat sebaya

Memiliki teman-teman sebaya yang melaksanakan kenakalan meningkatkan risiko remaja untuk menjadi nakal. Pada sebuah penelitian Santrock (2003) terhadap 500 pelaku kenakalan dan 500 remaja yang tidak melaksanakan kenakalan di Boston, ditemukan persentase kenakalan yang lebih tinggi pada remaja yang mempunyai hubungan reguler dengan sahabat sebaya yang melaksanakan kenakalan.

8. Kelas sosial ekonomi

Ada kecenderungan bahwa pelaku kenakalan lebih banyak berasal dari kelas sosial ekonomi yang lebih rendah dengan perbandingan jumlah remaja pembangkang di antara kawasan perkampungan miskin yang rawan dengan kawasan yang mempunyai banyak privilege diperkirakan 50 : 1 (Kartono, 2003). Hal ini disebabkan kurangnya kesempatan remaja dari kelas sosial rendah untuk berbagi ketrampilan yang diterima oleh masyarakat. Mereka mungkin saja merasa bahwa mereka akan mendapat perhatian dan status dengan cara melaksanakan tindakan anti sosial. Menjadi “tangguh” dan “maskulin” ialah referensi status yang tinggi bagi remaja dari kelas sosial yang lebih rendah, dan status menyerupai ini sering ditentukan oleh keberhasilan remaja dalam melaksanakan kenakalan dan berhasil meloloskan diri sehabis melaksanakan kenakalan.

9. Kualitas lingkungan sekitar tempat tinggal

Komunitas juga sanggup berperan serta dalam memunculkan kenakalan remaja. Masyarakat dengan tingkat kriminalitas tinggi memungkinkan remaja mengamati banyak sekali model yang melaksanakan kegiatan kriminal dan memperoleh hasil atau penghargaan atas kegiatan kriminal mereka. Masyarakat menyerupai ini sering ditandai dengan kemiskinan, pengangguran, dan perasaan tersisih dari kaum kelas menengah. Kualitas sekolah, pendanaan pendidikan, dan kegiatan lingkungan yang terorganisir ialah faktor- faktor lain dalam masyarakat yang juga bekerjasama dengan kenakalan remaja.

Menurut Ediati (2004) ada banyak kemungkinan yang menimbulkan remaja cenderung berperilaku delinkuen sehingga sanggup dikatakan bahwa faktor penyebab yang sesungguhnya hingga kini belum diketahui dengan pasti. Menurut Alit (dalam Ediati, 2004) kecenderungan remaja berperilaku delinkuen sanggup dikelompokkan menjadi 3 yaitu predisposisi, kondisi yang memantapkan atau mendorong kecenderungan tersebut serta penyulut terjadinya sikap delinkuen.

Berdasarkan uraian di atas faktor-faktor yang menimbulkan kenakalan remaja ialah faktor internal dan eksternal. Faktor internal terdiri dari identitas, kontrol diri, usia, jenis kelamin, dan impian terhadap pendidikan dan nilai-nilai di sekolah. Faktor eksternal terdiri dari proses keluarga, imbas sahabat sebaya, kelas sosial ekonomi dan kualitas lingkungan sekitar tempat tinggal sekolah.

Wujud dan Bentuk Kenakalan Remaja

Menurut Kartono (2006) wujud sikap delinkuen ini adalah:

a. Kebut-kebutan dijalanan yang mengganggu keamanan kemudian lintas, dan membahayakan jiwa sendiri serta orang lain.
b. Perilaku ugal-ugalan, brandalan, urakan yang mengacaukan ketentraman sekitar. Tingkah laris ini bersumber pada kelebihan energi dan dorongan primitif yang tidak terkendali serta kesukaan menteror lingkungan.

c. Perkelahian antargang, antarkelompok, antarsekolah, antarsuku (tawuran), sehingga kadang-kadang membawa korban jiwa.

d. Membolos sekolah kemudian bergelandangan sepanjang jalan, atau bersembunyi di tempat-tempat terpencil sambil melaksanakan eksperimen majemuk kedurjanaan dan tindak a-susila.

e. Kriminalitas remaja berupa perbuatan mengancam, intimidasi, memeras, maling, mencuri , mencopet, merampas, menjambret, menyerang, merampok, menggarong: melaksanakan pembunuhan dengan jalan menyemblih korbannya; mencekik, meracun, tindak kekerasan, dan pelanggaran lainnya.

f. Berpesta pora sambilmabuk-mabukkan, melaksanakan hubungan seks bebas, atau orgi (mabuk-mabukkan irit dan menjadikan keadaan yang kacau balau) yang mengganggu lingkungan.

g. Perkosan, agresivitas seksuksual,menuntut akreditasi diri, depresi hebat, rasa kesunyian, emosi balas dendam, kekecewaan ditolak cintanya oleh seorang perempuan dan lain sebagainya.

h. Kecanduan dan ketagihan materi narkotika (obat bius;drugs) yang bersahabat bergandengan dengan tindak kejahatan.

i. Tindak-tindak immoral seksual secara terang-terangan tanpa, tanpa tending aling-aling, tanpa rasa aib dengan cara yang kasar. Ada seks dan cinta bebas tanpa kendali (promiscuity) yang didorong oleh hiperseksualitas, geltungsrieb (dorongan menuntut hak) dan usaha-usaha kompensasi lainnya yang criminal sifatnya.

j. Homoseksualitas, erotisme anal dan oral, gangguan seksual lain pada remaja disertai tindak sadistis.

k. Perjudian dan bentuk permainan lain dengan taruhan sehingga menimbulkan ekses kriminalitas.

l. Komersial seks, aborsi janin oleh gadis-gadisdelinkuen, dan pembunuhan bayi oleh ibu-ibu yang tidak kawin.

m. Tindak radikal dan ekstrim, dengan cara kekerasan, penculikan dan pembunuhan yang dilakukan oleh bawah umur remaja.

n. Perbuatan a-sosial dan anti-sosial lain yang disebabkan oleh gangguan kejiwaan pada anak remaja dan psikopatik, psikotik, neurotic dan menderita gangguan jiwa lainnya

o. Tindak kejahatan yang disebabkan oleh penyakit tidur (encephalitis lethargical), dan ledakan meningitis serta post-encephalitics; juga luka di kepala dengan keruakan otak sehingga menjadikan kerusakan mental, sehingga orang yang bersangkutan tidak bisa melaksanakan kontrol diri.

p. Penyimpangan tingkah laris disebabkan oleh kerusakan pada huruf anak yang menuntut kompensasi disebabkan adanya organ-organ yang inferior.

Hurlock (2004) beropini bahwa kenakalan yang dilakukan remaja terbagi dalam empat bentuk, yaitu:
a. Perilaku yang menyakiti diri sendiri dan orang lain.
b. Perilaku yang membahayakan hak milik orang lain, menyerupai merampas, mencuri, dan mencopet.

c. Perilaku yang tidak terkendali, yaitu sikap yang tidak mematuhi orangtua dan guru menyerupai membolos, mengendarai kendaran dengan tanpa surat izin, dan kabur dari rumah.

d. Perilaku yang membahayakan diri sendiri dan orang lain, menyerupai mengendarai motor dengan kecepatan tinggi, memperkosa dan menggunakan senjata tajam.

Jensen (dalam Sarwono, 2007) membagi kenakalan remaja kedalam 4 bentuk:
a. Kenakalan yang menjadikan korban fisik pada orang lain, menyerupai perkelahian, perkosaan, perampokan, pembunuhan dan lain-lain.

b. Kenakalan yang menjadikan korban materi, menyerupai perusakan, pencurian, pencopetan, pemerasan dan lain-lain.

c. Kenakalan sosial yang tidak menjadikan korban dipihak orang lain, menyerupai pelacuran, penyalahgunaan obat, minum-minuman keras dan sebagainya.

d. Kenakalan yang melawan status, contohnya mengingkari status anak sebagai pelajar dengan cara membolos, mengingkari status orang bau tanah dengan cara minggat dari rumah atau membantah perintah mereka dan sebagainya.

Dari uraian diatas sanggup disimpulkan bahwa kenakalan remaja sanggup di diwujudkan dalam bentuk kenakalan yang menjadikan korban fisik, kenakalan yang menjadikan korban materi, kenakalan sosial yang tidak menjadikan korban dipihak orang lain, dan kenakalan yang melawan status.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Kenakalan Remaja: Definisi/Pengertian, Faktor-Faktor, Wujud, Dan Bentuk"

Post a Comment