Kisah Hidup Dan Struktur Kepribadian Berdasarkan Carl Gustav Jung

Kisah Hidup dan Struktur Kepribadian Menurut Carl Gustav Jung - Sejarah penuh dengan dongeng pangeran atau pemegang tahta yang beradu pendapat dengan raja atau penguasa lainnya. Contoh: dongeng putri salju, dimana anda mencoba menebak bahwa putri salju yaitu orang yang baik dan selalu saja ada yang berusaha mencelakakannya. Mengapa tema-tema menyerupai teladan di atas sangat gampang diingat? Mengapa scenario-skenario menyerupai itu sangat gampang dibayangkan? Carl Jung percaya bahwa kita semua dirancang untuk sanggup melihat dan mendapatkan kebenaran-kebenaran tertentu bukan hanya lantaran apa yang telah dialami secara kolektif oleh nenek moyang dan pendahulu kita. Kepercayaan ini memperlihatkan landasan yang penting bagi teori kepribadian yang dikemukakan oleh Jung.
Kisah Hidup dan Struktur Kepribadian Menurut Carl Gustav Jung Kisah Hidup dan Struktur Kepribadian Menurut Carl Gustav Jung
image source: eden-saga(dot)com
Baca juga: Pengertian dari Teori Objek Relasi

Kisah Carl Gustav Jung (1875 – 1961)

Pada usia 38 tahun, saya berpikir bahwa saya menjadi gila. Kemudian, pada usia 41 tahun, saya merasa kehilangan arah, dalam keadaan batin yang terus menerus tertekan, kesepian, dan dibebani oleh siksaan-siksaan yang tidak sanggup saya ceritakan kepada siapapun, lantaran saya takut orang lain salah dalam memahami saya.

Selama ini, hidup saya baik-baik saja. Saya yaitu seorang psikiater yang terkenal, mapan, dan dihormati. Selama menjadi psikiater tersebut, saya membuka praktik eksklusif yang cukup banyak kliennya. Selain membuka praktik, saya juga mengajar di Universitas Zurich, Swiss. Dalam kehidupan keluarga, saya juga mempunyai istri dan keluarga yang baik. Sehingga, sanggup dikatakan, saya ini mempunyai kehidupan eksklusif dan profesional yang baik dan menguntungkan.

Namun, ada satu peristiwa yang terjadi sebelumnya. Saya tetapkan ikatan emosional dan profesional dengan Sigmund Freud. Peristiwa ini menjadi hal yang sulit, bagi saya dan Freud. Namun, sebenarnya, perpisahan dengan Freud itu bukan penyebab utama dari duduk kasus yang saya hadapi. Penyebab lainnya yaitu saya merasa hidup saya kurang berarti dan bersemangat.

Dampak dari duduk kasus ini yaitu kegiatan intelektual saya terhenti. Saya tidak bisa membaca buku-buku ilmiah, membuat goresan pena atau membuat jurnal. Saya melepaskan karir dan jabatan saya sebagai dosen dari universitas. Hal ini saya lakukan lantaran saya berpikir bahwa saya tidak layak mengajar jikalau kondisi intelektual dan emosional saya begitu kacau dan mencemaskan.

Saya kehilangan kontak dengan dunia nyata, dan merasa sangat berbahaya bagi orang lain. Namun, untungnya, masih ada pasien dan keluarga, yang sangat membutuhkan saya. Kebutuhan mereka ini bisa membuat saya sadar bahwa mereka memerlukan santunan saya sebagai seorang ahli. Kebutuhan mereka membuat saya bisa meneruskan kehidupan secara normal. Hal ini sangat sulit, namun saya sadar siapa saya ini. Saya spesialis kedokteran jiwa, itu sebabnya saya harus membantu para pasien. Saya yaitu kepala keluarga, dengan satu istri dan lima orang anak. Saya tinggal di Seestrasse 228 Kusnacht. Inilah semua kondisi yang menuntut dan pertanda kepada saya berkali-kali bahwa saya benar-benar ada sebagai seorang manusia. Saya mempunyai peranan yang baik sebagai manusia. Saya bukan halaman kosong yang selalu berputar keliling dalam lingkaran roh-roh yang tidak saya ketahui.

Dalam kondisi kalut ini, saya mulai meneliti kehidupan saya, secara khusus masa kanak-kanak, dengan cita-cita bahwa saya sanggup mengetahui satu peristiwa di masa kanak-kanak yang membuat saya menjadi kalut menyerupai dikala ini. Saya menelusuri kehidupan sebanyak dua kali, namun tidak menemukan apa-apa. Akhirnya saya berhenti berusaha memahami duduk kasus saya secara teori, dan tetapkan untuk melaksanakan apa saja yang terkait dengan saya, walau hal itu tidak masuk akal. Saya menyerahkan diri saya kepada dorongan-dorongan ketidaksadaran, suatu proses yang kelak akan saya rumuskan sebagai konfrontasi dengan ketidaksadaran.

Rumusan konfrontasi dengan ketidaksadaran itu saya mulai dengan permainan blok bangunan, yaitu membangun sebuah desa dari blok bangunan. Permainan ini saya mainkan semenjak kanak-kanak sebagai waktu rekreasi di masa itu. Ketika melihat blok bangunan, saya berpikir bahwa masih ada kehidupan dalam benda-benda ini dan masih ada anak kecil disana. Saya melaksanakan hal ini dengan menghabiskan banyak waktu. Mula-mula saya merasa aib melaksanakan hal tersebut, namun kemudian saya sadar bahwa hal itu merupakan titik balik dari nasib saya. Bangunan desa dari mainan yang saya buat itu hanya merupakan permulaan konfrontasi saya dengan ketidaksadaran. Saya melepaskan fantasi dan mimpi saya melalui kegiatan tersebut. Saya juga berusaha mengikuti kegiatan tersebut secara aktif selama beberapa tahun berikutnya.

Akhirnya konfrontasi itu berjalan. Perjalanan saya yang panjang ke dalam ketidaksadaran, membantu saya membuat sebuah makna baru, pusat bagi kehidupan saya sendiri, dan pemahaman mengenai kepribadian insan secara luas. Hal ini membentuk kembali kehidupan saya. Tahun-tahun dimana saya mengejar citra batin dan ketidaksadaran, yaitu hal yang sangat penting dalam hidup saya. Oleh lantaran itu, konsepsi saya mengenai kesehatan psikologis memang muncul dari pengalaman eksklusif saya ini.

Saya sadar pentingnya dunia batin dari mimpi-mimpi dan fantasi-fantasi. Sebagai orang yang sudah tua, saya sanggup melukiskan mimpi itu dengan klarifikasi yang gamblang dan rinci, yang saya alami semenjak usia 3 tahun. Saya menelusuri masa kanak-kanak saya. Dari hasil penelusuran itu, ternyata saya yaitu anak yang kesepian, terisolasi, dan mempunyai orangtua yang neurotis. Bertahun-tahun, teman saya satu-satunya yaitu patung kayu yang saya ukir sendiri. Jika saya ingin melarikan diri dari duduk kasus perkawinan, maka saya pergi ke loteng rumah selama beberapa jam lamanya dan bermain bersama patung kayu itu. Hal ini menimbulkan kondisi diri saya yang terputus dari dunia luar, berfokus pada mitos, mimpi, penglihatan, atau fantasi saya sendiri.

Saya beropini bahwa pada dikala yang menentukan dalam masa muda saya, pemecahan duduk kasus yang saya lakukan yaitu melalui manifestasi ketidaksadaran, menyerupai mimpi atau penglihatan. Misalnya, ketika akan masuk perguruan tinggi tinggi, saya dilanda kebingungan mengenai bidang yang akan saya pilih. Nah, dalam suatu mimpi, saya melihat diri saya menggali tulang-tulang prasejarah dalam sebuah tumpukan tanah di kuburan kuno. Mimpi inilah yang menjadi dasar saya dalam menentukan jurusan kuliah, yaitu menentukan untuk mempelajari alam dan ilmu pengetahuan, sesuai dengan interpretasi saya terhadap mimpi tersebut.

Mimpi yang saya gali di bawah permukaan ditambah mimpi yang telah saya alami pada usia 3 tahun, dimana saya berada dalam lubang yang sangat besar di bawah tanah sanggup memperlihatkan arah studi saya mengenai kepribadian manusia. Di bawah tanah yaitu di bawah permukaan. Di bawah permukaan kepribadian yaitu ketidaksadaran.

Pengalaman eksklusif membantu saya membentuk pemahaman wacana kepribadian. Saya membuat teori kepribadian yang rinci dan berbeda dengan teori lain. Teori lain berfokus pada keharusan setiap individu untuk menghadapi dan memperhatikan pengalaman tak sadar. Namun, saya justru menggabungkan psikologi, ilmu tasawuf (mistis), dan ilmu klenik, dalam memahami kepribadian. Karya-karya saya ini banyak menerima saingan dari banyak pihak, sehingga karya saya terasing dan terpencil, sama menyerupai diri saya sendiri, yang terasing dan terpencil dalam kehidupan nyata.


Struktur Kepribadian Jung

Jung mendefinisikan kepribadian sebagai keseluruhan pikiran, perasaan, dan tingkah laku, baik sadar maupun tidak sadar. Kepribadian ini berfungsi untuk membimbing orang beradaptasi dengan lingkungannya. Kepribadian tersusun oleh tiga sistem yang beroperasi dalam tiga tingkat kesadaran, yaitu:

1. Ego yang beroperasi pada tingkat kesadaran

Ego merupakan alam sadar, yang sanggup muncul pada insan setiap saat, semenjak awal kehidupan. Ego mempunyai kiprah penting, yaitu menyaring dan menentukan persepsi, ingatan, pikiran, dan perasaan yang sanggup masuk ke dalam kesadaran. Tanpa saringan atau seleksi dari ego, maka jiwa insan akan menjadi kacau, lantaran dipenuhi oleh semua pengalaman atau stimulus yang sanggup masuk dengan bebas ke kesadaran. Sehingga sanggup dikatakan bahwa ego berperan untuk memelihara keutuhan dalam kepribadian manusia.

Banyak dari kesadaran kita (bagaimana cara kita memandang, mengamati, dan berekasi terhadap dunia) ditentukan oleh SIKAP EKSTROVERSI (keterbukaan) dan INTROVERSI (ketertutupan). Dalam hidup seseorang, salah satu sikap ini sanggup mendominasi tingkah laris dan kesadaran, sedangkan sikap yang lain menjadi kepingan dari ketidaksadaran, yang tentu saja sanggup juga mempengaruhi tingkah laku.

Selain sikap, ada FUNGSI PSIKOLOGIS, yaitu cara untuk mengamati dan bereaksi terhadap dunia luar dan dunia dalam. Fungsi psikologis terbagi menjadi dua, yaitu fungsi rasional dan tidak rasional. Fungsi rasional meliputi PIKIRAN dan PERASAAN, dimana keduanya terlibat dalam membuat keputusan dan penilaian. Fungsi tidak rasional meliputi PENGINDERAAN dan INTUISI, dimana keduanya tidak memakai pikiran. Dalam keempat fungsi ini, hanya salah satu fungsi yang lebih banyak didominasi dalam kesadaran, sedangkan ketiga fungsi menjadi kepingan dari ketidaksadaran.

Dalam pembagian terstruktur mengenai kepribadian, kedua sikap dan keempat fungsi psikologis akan berinteraksi untuk membentuk DELAPAN TIPE KEPRIBADIAN. Walaupun kesadaran merupakan hal yang penting, namun Jung menyatakan bahwa ketidaksadaran merupakan hal yang jauh lebih penting daripada kesadaran.

2. Kompleks yang beroperasi pada tingkat ketidaksadaran pribadi

Seperti sudah dijelaskan, ego berfungsi menyaring pengalaman yang sanggup masuk ke kesadaran. Semua pengalaman yang tidak diijinkan masuk ke kesadaran oleh ego, akan dimasukkan dalam ketidaksadaran eksklusif (sama dengan prasadar dalam teori Freud). Sehingga ketidaksadaran berisi semua pengalaman yang ditekan, dilupakan, dan gagal menjadikan kesan sadar. Semua pengalaman yang masuk dalam ketidaksadaran eksklusif ini sanggup dimunculkan kembali ke dalam kesadaran.

Dalam ketidaksadaran pribadi, semua pikiran, perasaan, ingatan, persepsi, akan bergabung menjadi satu, yang disebut COMPLEX. Jung menemukan kompleks ini dalam penelitian mengenai asosiasi kata. Maksudnya adalah, orang sering kesulitan membuat asosiasi kata tertentu, lantaran kata itu ada dalam pikiran, perasaan, ingatan, persepsi, yang mempunyai muatan emosi yang kuat. Misalnya, kata peristiwa semanggi. Orangtua yang anaknya menjadi korban peristiwa semanggi, akan terjadi kemungkinan dimana orangtua ini memunculkan respon yang usang untuk mengucapkan kata “semanggi”.

Kompleks ini mempunyai inti kompleks, dimana inti ini bertindak sebagai magnet yang menarik atau mengkonsentrasikan banyak sekali pengalaman ke arahnya. Ciri kompleks yaitu mengutamakan sesuatu. Misalnya, jikalau kita menyampaikan bahwa A mempunyai kompleks perasaan rendah diri, maka A akan terobsesi menilai dirinya kurang mampu, kurang berbakat, kurang menarik dibanding teman yang lain. Dengan adanya kompleks rendah diri ini, maka inti dari perasaan rendah diri ini akan menimbulkan A bertingkah laris hal-hal yang terkait dengan rendah diri.

Orang dengan kompleks tertentu tidak menyadari berapa banyak dirinya dikendalikan oleh kompleks, lantaran kompleks berada dalam ketidaksadaran, bukan kepingan dalam alam sadar. Awalnya Jung percaya bahwa kompleks disebabkan lantaran pengalaman traumatis masa kanak-kanak. Namun, jadinya Jung menyadari bahwa kompleks berasal dari pengalaman yang jauh lebih dalam. Jung menyatakan bahwa kompleks dipengaruhi oleh pengalaman tertentu dalam sejarah manusia, yaitu pengalaman yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Pengalaman-pengalaman ini yang merupakan tingkat kepribadian paling dalam dan tidak sanggup dicapai, yaitu ketidaksadaran kolektif, yang akan kita bahas di poin selanjutnya.

3. Archetip yang beroperasi pada tingkat ketidaksadaran kolektif.

Ketidaksadaran kolektif merupakan dasar dari kepribadian individu. Ketidaksadaran kolektif mengatur semua tingkah laris dikala ini dan merupakan kekuatan yang paling besar lengan berkuasa dalam kepribadian. Dalam masalah patologis, ketidaksadaran kolektif ini mengalahkan ego dan ketidaksadaran pribadi. Ketidaksadaran sanggup membelokkan sikap menjadi sikap yang menyimpang, menyerupai phobia, delusi, dan simtom gangguan psikologis lainnya.

Jung meyakini bahwa dalam evolusi manusia, hal yang diturunkan bukan hanya aspek fisik saja, melainkan juga kepribadian. Kepribadian diturunkan dari para leluhur terdahulu. Misalnya, ingatan yang diwariskan yaitu pengalaman umum yang terus menerus berulang dalam tiap generasi. Namun, sebetulnya yang diwariskan bukanlah ingatannya, melainkan predisposisi atau kecenderungan untuk bertindak atau berpikir mengenai sesuatu.

Adanya predisposisi membuat orang menjadi peka dan gampang membentuk kecenderungan tertentu. Sebagai contoh, para leluhur kita takut akan gelap. Hal ini menimbulkan kita mempunyai predisposisi untuk takut pada gelap juga, namun, tidak semata-mata kita juga takut pada gelap. Kita hanya akan takut pada gelap jikalau dibarengi dengan adanya pemicu yang tepat, menyerupai mengalami perampokan pada malam hari.

Isi utama ketidaksadaran kolektif ini yaitu ARCHETYPE. Archetype yaitu model atau prototipe atau pola orisinil untuk membuat atau membentuk citra kemudian. Keberadaan archetype ini tidak sanggup kita sadari. Dari semua kemungkinan archetype, Jung percaya bahwa beberapa archetype mempunyai arti khusus dalam kehidupan, lantaran berkembang secara penuh dan kuat. Archetype muncul dalam beberapa bentuk, yaitu :

a. Persona. Persona yaitu topeng yang kita pakai untuk menampilkan diri sebagai sesuatu yang berbeda dari yang sebenarnya, supaya sesuai dengan cita-cita masyarakat. Persona diharapkan untuk mempertahankan diri, mengendalikan perasaan, pikiran, dan tingkah laku. Tujuan utamanya yaitu membuat kesan tertentu kepada orang lain dan menyembunyikan diri yang sebenarnya.

b. Anima-Animus. Secara psikologis, setiap orang sanggup bertingkah laris menyerupai pria atau wanita. Anima yaitu kepribadian pria mengandung komponen kepribadian wanita. Animus yaitu kepribadian perempuan mengandung komponen kepribadian laki-laki. Melalui anima dan animus ini, insan sanggup memahami orang dari jenis kelamin lain, sehingga sanggup beradaptasi dengannya.

Jika seseorang ingin sehat secara psikologis, maka kedua archetype tersebut harus dinyatakan dalam diri kita masing-masing. Artinya, di satu sisi pria harus memperlihatkan sifat kewanitaan (lembut) dan perempuan memperlihatkan sifat kejantanannya (agresif). Sedangkan di sisi lain, tetap harus memperlihatkan sifat-sifat dari jenis kelaminnya sendiri.

c. Shadow. Shadow yaitu archetype yang sangat kuat dan kemungkinan berbahaya, lantaran mengandung insting binatang. Shadow ini mengandung segi paling baik dan paling jelek dari manusia. Keduanya harus diungkapkan dan diwujudkan. Pada segi paling buruk, shadow mengandung dorongan yang jahat, penuh dosa atau tidak bermoral dalam pandangan masyarakat. Pada segi paling baik, shadow mengandung dorongan yang spontan, kreatif, penuh wawasan dan emosi yang mendalam. Konsep ini sama menyerupai konsep id dalam teori Freud.

d. Self. Self merupakan archetype yang paling penting, yang menjadi tujuan tamat kehidupan. Self yaitu usaha ke arah kesatuan, integrasi, dan kebulatan dari semua segi kepribadian. Kesatuan merupakan ciri orang berkembang, yang pada jadinya menjadi sehat secara psikologis. Self menjadi pusat kepribadian, sehingga fungsi self yaitu menyeimbangkan antara kepribadian yang sadar dan tidak sadar, sehingga kepribadian memilki pondasi yang kokoh. Pada umumnya, archetype self ini berkembang pada usia setengah baya, lantaran pada usia tersebut, seseorang mulai berusaha dengan sungguh-sungguh dan disiplin dalam mengubah pusat kepribadiannya, dari ego sadar ke ego yang berada di antara kesadaran dan ketidaksadaran.

Dinamika Kepribadian Jung

Adanya delapan variasi struktur kepribadian yang kompleks, membuat dinamika kepribadian menjadi sulit dibentuk formulanya. Namun, Jung mencoba membuat dinamika kepribadian dari prinsip interaksi dan fungsi penggunaan energi psikis. Sistem, sikap, dan fungsi psikologis saling berinteraksi dengan tiga prinsip, yaitu:
1. Oppose (saling bertentangan). Prinsip ini sering terjadi, lantaran kepribadian berisi banyak sekali kecenderungan konflik. Namun, Jung meyakini bahwa ketegangan jawaban konflik itu merupakan esensi dari hidup. Tanpa konflik, maka dalam diri insan tidak akan ada energi dan kepribadian. Contoh oposisi yaitu : ego vs shadow, introversi vs ekstroversi, pikiran vs perasaan, dan penginderaan vs intuisi.

2. Compensate (saling mendukung). Prinsip ini dipakai untuk menjaga biar seseorang tidak menjadi neurotik. Prinsip ini biasanya terjadi antara sadar dan tidak sadar. Misalnya, jikalau Rendra tidak berhasil mencapai nilai A pada matakuliah ini, maka akan muncul dalam mimpi (kondisi tidak sadar).

3. Synthesize (bergabung menjadi kesatuan). Prinsip ini meyakini bahwa kepribadian akan terus menyatukan pertentangan, untuk mencapai kepribadian yang seimbang dan integral. Namun, fungsi ini hanya sukses dicapai melalui fungsi transenden.

Interaksi antar struktur kepribadian membutuhkan energi psikis, yang didukung oleh energi fisik. Energi psikis itu tampak pada kekuatan semangat, kemauan, keinginan, proses mengamati, berpikir, memperhatikan, dan pengalaman.

Cara bekerja energi psikis mengikuti aturan termodinamika, yaitu : (1) prinsip ekuivalen, yang menyatakan bahwa jumlah energi psikis selalu tetap, hanya penyebarannya saja yang berubah. Misalnya, jikalau perhatian anak kepada orangtua menurun, maka perhatian kepada teman akan naik ; (2) prinsip entropi, yang menyatakan bahwa kecenderungan energi yaitu menuju ke keseimbangan, dari yang kuat ke yang lemah.

Dua tujuan energi psikis dipakai yaitu : preservation of life, yaitu untuk memelihara kehidupan dan development of cultural and spiritual activity, yaitu membuatkan kegiatan kultural dan spiritual. Kedua tujuan ini dicapai melalui : (1) Progression, yaitu gerak maju, dimana ego sadar berhasil beradaptasi dengan lingkungan dan kebutuhan tidak sadar, sehingga kekuatan sadar dan tidak sadar menjadi serasi ; (2) Regression, yaitu gerak mundur dari energi psikis lantaran adanya frustrasi, sehingga energi psikis dikuasai dalam proses tidak sadar ; (3) Sublimation, yaitu mengubah tujuan instingtif yang tidak sanggup diterima dengan tujuan yang sanggup diterima lingkungan ; (4) Repression, yaitu menekan insting yang tidak menerima penyaluran rasional di lingkungan, tanpa menganggu ego.

Ukuran banyaknya energi psikis yang ada dalam salah satu unsur kepribadian disebut nilai psikis dari unsur itu. Misalnya, suatu perasaan mempunyai nilai psikis tinggi, jikalau perasaan itu mempunyai kiprah penting dalam mengarahkan tingkah laku. Atau wangsit wacana keindahan mempunyai nilai psikis tinggi jikalau orang mencurahkan energi fisik dan psikis biar dirinya dikelilingi oleh objek yang indah.

Perkembangan Kepribadian Jung

Jung meyakini bahwa bentuk dan kodrat kepribadian ditentukan oleh apa yang dialami oleh orang pada masa bayi dan kanak-kanak, namun sanggup diubah sehabis waktu itu. Beberapa jago baiklah bahwa kepribadian sanggup terus berkembang hingga tamat masa remaja. Namun, satu hal yang niscaya bahwa masa remaja, dewasa, dan masa bau tanah merupakan ekspansi dan penguatan dari kepribadian yang sudah terbentuk.

Jung yakin bahwa kepribadian akan terus berkembang sepanjang kehidupan seseorang, dan akan mengalami perubahan yang menentukan antara usia 35 hingga 50 tahun. Keyakinan Jung ini member cita-cita bagi setiap orang yang berada dalam masa transisi dan dalam pergolakan lantaran krisis setengah baya. Dengan keyakinannya itu, Jung ingin menyampaikan bahwa kita bukanlah tawanan dari pengalaman masa kanak-kanak.

Ada empat fase perkembangan kepribadian berdasarkan Jung, yaitu:

1. Masa bayi dan kanak-kanak. Jung tidak percaya fase perkembangan bayi dan kanak-kanak sangat penting dalam pembentukan kepribadian. Hal ini disebabkan lantaran masa bayi dikuasai oleh insting dan tidak mempunyai duduk kasus psikologis selama masa awal ini. Menurut Jung, duduk kasus psikologis memerlukan ego yang sadar, sedangkan pada masa ini, ego yang sadar belumlah terbentuk. Ego mulai berkembang selama masa kanak-kanak, namun kepribadian anak yang unik belum ada. Kepribadian anak hanyalah pantulan kepribadian orangtuanya. Sehingga pada masa ini lah orangtua sanggup memainkan peranan dalam pembentukkan kepribadian anak.

2. Masa remaja - sampaumur awal. Pada masa ini, mulai terjadi pubertas sebagai munculnya psikis remaja, yang meliputi banyak masalah, konflik, adaptasi, dan tuntutan dari lingkungannya. Kemudian, menginjak masa sampaumur awal dimana kiprah utama di masa ini yaitu pendidikan, karir, dan membina keluarga. Tugas-tugas tersebut menuntut kesadaran penuh, dimana individu pada masa ini umumnya yaitu seorang pribasi yang antusias dan penuh gairah.

3. Masa sampaumur tengah. Pada masa ini, individu telah mantap dalam karir, keuangan, keluarga, dan masyarakat. Masa ini merupakan masa berhasil dalam hidup, dimana individu mulai menikmati kehidupannya. Namun, berdasarkan penelitian pada diri sendiri dan para pasiennya, Jung menemukan bahwa pada masa ini terjadi perubahan kepribadian. Perubahan ini terjadi lantaran pada masa ini, seseorang sudah memenuhi tuntutan dalam hidup. Artinya, energi telah dikeluarkan pada masa sebelumnya. Sehingga pada masa ini, dimana tantangan hidup telah berkurang, energi yang dimiliki tidak sanggup disalurkan untuk memenuhi tantangan selanjutnya.

Jung yakin bahwa sebelum usia 40 tahun, fokus hidup seseorang berpusat pada dunia luar, namun pada masa sampaumur ini (di atas 40 tahun), fokus hidup seseorang harus berpusat dalam diri. Oleh lantaran itu, kepribadian seseorang biasanya menjadi introversi, perhatian beralih ke hal yang religius, filosofis, intuitif, dan upaya mencapai realisasi diri.

4. Masa tua. Dalam masa ini, Jung yakin bahwa masa tamat kehidupan tidak jauh berbeda dengan masa awal kehidupan. Persamaannya yaitu pada ketidaksadaran yang dominan, sehingga kepribadian cenderung tidak terlihat.

Tipe Pribadi yang Sehat berdasarkan Jung (Individuasi)

Individuasi yaitu kondisi sehat secara psikologis, dimana seseorang berhasil mengintegrasikan kesadaran dan ketidaksadaran secara harmonis. Sehingga dalam pandangan Jung, seseorang yang mempunyai eksklusif yang sehat yaitu seseorang yang terindividuasi. Ada beberapa syarat menjadi eksklusif yang terindividuasi, yaitu:

1. Menjadi diri sendiri. Seseorang yang sehat haruslah orang yang bisa menjadi dirinya sendiri atau merealisasikan dirinya sendiri. Menjadi diri sendiri artinya bukan hanya mengenali kesadaran, namun mengenali ketidaksadaran diri sendiri juga. Mengenali ketidaksadaran bukan berarti diri kita dikendalikan oleh ketidaksadaran itu, namun justru mendapatkan ketidaksadaran dengan sadar. Sehingga, kesadaran dan ketidaksadaran merupakan kekuatan yang sama besarnya (seimbang).

2. Menyeimbangkan sikap dan fungsi psikologis yang ada dalam diri. Dalam usia tertentu, akan terjadi dominasi yang kuat dalam sikap dan fungsi psikologis. Namun eksklusif yang sehat bisa menyeimbangkan sikap yang ada dalam diri. Misalnya, jikalau pada usia 20 tahun, A yaitu seorang yang ekstrovert, maka pada usia sampaumur harus menyadari sisi introvertnya untuk diungkapkan. Pribadi yang sehat juga bisa menyeimbangkan fungsi psikologis yang ada dalam diri. Misalnya, jikalau tingkah laris B banyak dikendalikan oleh pikiran selama ini, maka B harus juga menyadari fungsi perasaan, intuisi, atau penginderaan.

3. Merubah Archetype. Selain itu, eksklusif yang sehat juga bisa merubah archetype. Artinya, kita tidak perlu menampilkan topeng, supaya orang hanya melihat sisi baik kita saja (persona). Kita juga perlu mendapatkan biseksualitas psikologis, yaitu bisa mengungkapkan sifat pria dan perempuan dalam diri kita, baik secara terpisah maupun bersamaan (anima-animus). Orang-orang yang bisa melaksanakan hal ini yaitu orang yang paham dan toleran terhadap kodrat insan pada umumnya.

Sekian artikel tentang Kisah Hidup dan Struktur Kepribadian Menurut Carl Gustav Jung. Semoga bermanfaat.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Kisah Hidup Dan Struktur Kepribadian Berdasarkan Carl Gustav Jung"

Post a Comment