Pengertian Agresivitas Dan Teori Aksi Berdasarkan Atkinson

Pengertian Agresivitas dan Teori Agresi Menurut Atkinson - Dari artikel sebelumnya kita membahas aksi dari teori Myers. Untuk artikel kali ini akan membahasa ibarat apa agresivitas dan teori aksi dari jago yang gres yaitu Atkinson. Dalam artikel perihal aksi ini semoga kita sanggup memahami aksi ataupun agresivitas dengan baik.
Pengertian Agresivitas dan Teori Agresi Menurut Atkinson Pengertian Agresivitas dan Teori Agresi Menurut Atkinson
Teori Agresi Atkinson
Baca juga: Teori Agresi Menurut Myers dan Hubungannya dengan Konsep Diri

Pengertian Agresivitas

Adapun pengertian Agresivitas dari beberapa jago yaitu:

Atkinson (1987) menjelaskan bernafsu ialah sikap yang secara sengaja bermaksud melukai orang lain (secara fisik atau verbal) atau menghancurkan harta benda.

Dafidoff (1991) aksi ialah setiap tindakan makhluk yang ditujukan untuk menyerang dan menyakiti makhluk lainnya.

Robert Baron (1995) bernafsu ialah bentuk sikap yang dimaksudkan untuk menyakiti atau melukai makhluk hidup lain yang sebetulnya tidak mau menerima perlakuan ibarat itu.

Myers (1996) perbuatan bernafsu ialah sikap fisik atau verbal yang disengaja dengan maksud untuk menyakiti atau merugikan orang lain.

David O. Sears (1999) mendefinisikan aksi sebagai tindakan yang dimaksudkan untuk melukai orang lain.

Kartini Kartono (2002) sikap aksi ialah reaksi primitif dalam bentuk kemarahan hebat dan ledakan emosi tanpa kendali, serangan, kekerasan, tingkah laris kegila-gilaan dan sadistis.

Berdasarkan pengertian diatas sanggup disimpulkan bahwa agresivitas ialah kecenderungan untuk berprilaku melukai orang lain (baik secara fisik atau verbal) atau menghancurkan harta benda secara sengaja, dalam wujud sikap melawan dengan sangat kuat, berkelahi, melukai, menyerang, merusak fasilitas, menikam, membunuh atau menghukum orang lain, berkata kasar, menggertak, mengancam, dan lain-lain.

Sarlito Wirawan (2002) menyatakan bahwa jenis kelamin mempengaruhi jenis agresivitas yang ditampilkan. Pria cenderung menampilkan aksi instrumental sedangkan perempuan menampilkan aksi emosional. Dapat disimpulkan tingkah laris aksi insan ditentukan oleh situasi, jenis kelamin dan tingkah pendidikan.

Teori Agresi dari Atkinson

Atkinson (1987) menjelaskan bernafsu ialah sikap yang secara sengaja bermaksud melukai orang lain (secara fisik atau verbal) atau menghancurkan harta benda. Kaprikornus agresivitas yang ditampilkan ialah kecenderungan untuk berperilaku melukai orang lain secara fisik atau verbal atau menghancurkan harta benda secara sengaja dalam wujud sikap melawan dengan sangat kuat, berkelahi, melukai, menyerang, mencaci, menghina, membunuh, menikam, berkata kasar, dan melempar serta merusak fasilitas-fasilitas dan merusak harta benda milik orang lain.

Dimana sikap aksi yang ditampilkan pada sebagian besar individu, frekuensi ekspresi sikap bernafsu bentuk dilakukannya ditentukan oleh pengalaman dan efek sosial. Agresi sanggup dipelajari melalui pengamatan atau peniruan dan semakin sering ia diperkuat, semakin sering akan terjadi. Seseorang yang mengalami putus asa lantaran tidak mencapai tujuan atau terganggu oleh kejadian stress mungkin mengalami emosi yang tidak menyenangkan. Respon yang ditimbulkan oleh emosi ini akan berbeda, tergantung pada jenis respon yang telah dipelajari oleh individu itu dalam menghadapi situasi stres. Individu yang mengalami putus asa itu mungkin mencari sumbangan dari orang lain, menyerang, menarik diri, mencoba lebih keras untuk mengatasi penghalang atau mengenestesi dirinya sendiri dengan obat atau alkohol, dan balas dendam merupakan penyaluran putus asa melalui proses internal yakni merencanakan pembalasan terhadap objek yang menghambat dan merugikannya. Biasanya balas dendam bisa dalam bentuk yang paling ringan ibarat menjahili atau meliciki, dan bisa pula dengan perusakan atau penganiayaan terhadap orang lain.

Jalan keluar akhir putus asa kemungkinan adalah:

1. Menjadi bernafsu ibarat marah, menyerang, memukul bahkan mungkin membunuh.
2. Mengurangi impian yang mustahil dijangkau (sadar akan kemampuan diri), hal ini lantaran kesadaran diri didasari agama dan budaya yang membimbing .

Tetapi kebanyakan akhir putus asa ialah tindakan-tindakan kekerasan. Namun pernyataan dorongan bernafsu sering ditentukan oleh pemenuhan harapan dan hukuman. Artinya bahwa meredanya agresivitas bergantung pada kondisi luar. Apakah bisa menurunkannya dengan “reward” atau “punishment” lantaran “hadiah” bukan semata-mata materi, akan tetapi berisi juga dorongan, penghargaan psikologis, dan penerimaan. Sedangkan “hukuman” mungkin juga bisa mengurangi agresivitas untuk sesaat, lantaran sering respon terhadap eksekusi tidak sama dipahami anak dan remaja.

Namun kebanyakan ahli-ahli psikologi sependapat bahwa berguru ialah determinan utama dalam sikap agresif. Dengan kata lain, semua tindakan bernafsu ialah dipelajari. Hanya sedikit sekali yang disebabkan oleh dasar naluri. Anak kecil yang selalu menerima tekanan, lingkungan yang bertengkar, akan menjadi anak pemarah dan agresif. Dasar sikap pemarah sanggup diperluas dan diperkuat melalui contoh-contoh dari orang berakal balig cukup akal dan tayangan film di televisi. Orang renta yang bernafsu akan ditiru oleh anak-anaknya, demikian pula masyarakat yang agresif. Sebaliknya orang renta yang permisif (masa bodoh) cenderung menciptakan sikap anak bernafsu lantaran banyak sikap negatif yang dibentuk anak selalu dibiarkan saja tanpa ada norma penilaian dan pembatasan.

Penyebab umum dari kamarahan dan aksi ialah hilangnya harga diri atau persepsi bahwa orang lain telah bertindak secara tidak adil. Tindakan bernafsu pada anak dan remaja sangat banyak faktor penyebab yang bersumber dari keluarga, sekolah dan masyarakat. Kehidupan keluarga terutama orang renta yang sibuk mendorong terjadinya pengabaian terhadap anak dan remaja. Demikian pula guru-guru yang sibuk untuk menambah penghasilan lebih tidak sanggup lagi untuk memperhatikan siswanya. Sedangkan masyarakat kita cenderung individualistik, tidak lagi memperhatikan sikap negatif anak dan remaja lantaran sebagian besar mereka beranggapan hal itu bukan urusan mereka.

Dasar biologis aksi pada insan satu, faktor biologis yang mungkin bekerjasama dengan aksi pada laki-laki ialah kadar testosterone. Testosterone ialah hormone secara laki-laki yang bertanggung jawab untuk banyak karakteristik badan laki-laki dan yang telah dikaitkan dengan aksi pada kera. Penelitian terakhir menyatakan bahwa pada insan pula, kadar testosterone yang lebih tinggi dikaitkan dengan tingkat aksi yang lebih tinggi.

Pada insan dan mamalia, sikap bernafsu banyak yang berada dibawah pengendalian konteks dan dengan demikian lebih banyak dipengaruhi oleh pengalaman masa kemudian dan efek sosial. Tetapi, bahkan pada manusia, terdapat suatu dasar biologis dari aksi (seperti kadar testosterone pada pria).

Sekian artikel tentang Pengertian Agresivitas dan Teori Agresi Menurut Atkinson. Semoga bermanfaat.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Pengertian Agresivitas Dan Teori Aksi Berdasarkan Atkinson"

Post a Comment