Perilaku Bolos: Faktor Penyebabnya Dan Aspek-Aspek Yang Mempengaruhinya

Perilaku Bolos: Faktor Penyebabnya dan Aspek-aspek yang Mempengaruhinya - Prilaku yang satu ini sering terjadi pada orang yang bekerja dan bersekolah. Banyak alasan yang mempengaruhi prilaku mangkir ini, contohnya dalam bersekolah yaitu lantaran malas, pelajaran, guru, dan sebagainya. Prilaku ini akan diulas pada artikel psikologi dibawah ini dari sudut pandang psikologi. Kenapa prilaku mangkir sanggup terjadi? silahkan disimak goresan pena berikut ini.
 Prilaku yang satu ini sering terjadi pada orang yang bekerja dan bersekolah Perilaku Bolos: Faktor Penyebabnya dan Aspek-aspek yang Mempengaruhinya
Prilaku Bolos
Baca juga: Penjelasan Lengkap Tentang Regulasi Diri

Pengertian Perilaku Bolos

Perilaku insan merupakan acara yang timbul Karena adanya stimulus dan respon serta sanggup diamati secara pribadi maupun tidak langsung. Perilaku dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 1997) didefenisikan sebagai reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan. Menurut Atkinson (2006) sikap yakni kegiatan organisme yang sanggup diamati. Lewin (dalam Azwar, 1998) mendefenisikan sikap sebagai fungsi karakteristik individu dan lingkungan.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2005) mangkir diartikan sebagai tidak masuk sekolah. Menurut Stou (dalam Reid, 2004) sikap mangkir yang digambarkan sebagai tindakan tidak hadir dari sekolah untuk alasan yang tidak sah. Atkinson (dalam Reid, 2004) mendefinisikan mangkir dari aspek perbedaan waktu dalam tingkat ketidakhadiran, yaitu penghindaran dari pelajaran dalam suatu hari, dalam ahad bahkan dalam waktu berbulan-bulan. Sedangkan Hurlock (2003) menyampaikan bahwa sikap mangkir yakni adalah sikap mangkir sekolah yang tergolong dalam bentuk sikap yang tidak terkendali.

Kinder (2007) menyatakan sikap mangkir yakni siswa yang berusia sekolah yang telah tiga kali berturut-turut tidak masuk atau telah lima kali tidak masuk tanpa adanya izin dari sekolah. Hartenstein (dalam Zhang, 2007) mengkategorikan sikap mangkir yakni anak yang tidak hadir ke sekolah tanpa alasan yang terang selama lima hari atau lebih secara berurutan, tujuh hari atau lebih pada jam sekolah selama satu bulan, dua belas hari atau lebih pada jam sekolah pada satu tahun ajaran. Anak yang dikategorikan berperilaku mangkir kronis yakni anak usia sekolah yang tidak hadir tanpa alasan yang terang selama tujuh hari atau lebih secara berurutan, sepuluh hari atau lebih pada hari sekolah dalam satu bulan dan lima belas hari atau lebih pada jam sekolah pada satu tahun ajaran.

Dari pendapat diatas sanggup disimpulkan bahwa sikap mangkir yakni tindakan tidak hadir di sekolah tanpa alasan yang terang dalam jangka waktu yang singkat ataupun dalam waktu yang usang yang diukur dari satu tahun ajaran. Perilaku mangkir dikategorikan dalam sikap mangkir kategori jarang atau rendah dengan rentang sikap mangkir satu hingga sebelas hari dalam satu tahun pelajaran, sikap mangkir kategori adakala atau sedang dengan rentang sikap mangkir dua belas hingga dua puluh satu hari dalam satu tahun pelajaran, sikap mangkir kategori sering atau tinggi dengan rentang sikap mangkir dua puluh dua hingga tiga puluh satu hari dalam satu tahun pelajaran.

Faktor Penyebab Bolos Sekolah

Menurut Syah (2000) kesulitan berguru siswa sanggup dibuktikan dengan munculnya kelainan sikap (misbehavior) siswa diantaranya sering tidak masuk sekolah dan sering minggat dari sekolah. Secara garis besar disebabkan oleh faktor internal siswa, yaitu hal-hal atau keadaan-keadaan yang muncul dari dalam diri siswa sendiri. Faktor eksternal, yaitu hal-hal atau keadaan-keadaan yang tiba dari luar diri siswa.

Menurut Reid (2004) faktor utama sikap mangkir yakni kurangnya pengendalian diri (regulasi diri) sehingga membentuk sikap tidak menyukai sekolah, faktor lainnya yakni di luar diri ibarat pengawasan orang renta lemah, kedua faktor itu menjelaskan mengapa individu melaksanakan tindakan mangkir atau memutuskan keluar dari sekolah. Terbentuknya sikap tidak menyukai sekolah lantaran dalam mengobservasi dirinya individu melihat performa yang sudah dilakukannya tidak sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dan standar dirinya dan perbandingan standar dirinya dengan orang lain, sehingga akan timbul rasa tidak puas dan kritik dalam diri individu sehingga balasannya melaksanakan sikap bolos.

Ciri-ciri siswa yang suka mangkir dan tidak hadir di sekolah yang dikemukakan Reid (2004) yakni sebagai berikut:

a. Suka pelajaran lebih sedikit dan berbeda dari siswa yang mempunyai kemampuan diatas rata-rata.

b. Lebih suka suatu kurikulum yang pelajaran pokok ibarat bahasa inggris, matematika dan IT.

c. Tidak suka mempelajari bahasa, ilmu pengetahuan alam maupun ilmu pengetahuan sosial dan pelajaran agama

d. Kemampuan yang rendah pada sejumlah mata pelajaran di sekolah.

e. Memiliki pandangan yang sangat berbeda dengan siswa lain berkaitan dengan peraturan sekolah, keteraturan dan proses dalam internal sekolah (terutama dalam peraturan kedatangan ke sekolah, wacana pakaian sekolah, dll)

f. Senang kehidupan sekolah yang tidak banyak aturan

g. Suka membuat persoalan ketika sekolah dan melanggar peraturan yang ada

h. Tidak mengerjakan pekerjaan rumah hingga tuntas

i. Lebih suka bila jumlah guru yang ada di sekolah sedikit.

j. Memiliki lebih sedikit sahabat di sekolah

k. Cenderung sedikit sahabat dan membentuk kelompok atau geng

l. Memiliki orang renta yang mempunyai perhatian yang rendah pada perkembangan akademik mereka di sekolah

m. Memiliki kecemasan yang tinggi ketika berada di sekolah dan pada ketika mengerjakan pekerjaan yang di tugaskan sekolah

n. Menderita gangguan psikomatik

o. Cenderung mengambil libur dekolah dengan alasan kesehatan atau sakit


Menurut Kinder (dalam Reid, 2004) penyebab utama siswa melaksanakan mangkir adalah:

1. Aspek individu. Tidak adanya penghargaan diri, dan kurang mempunyai keterampilan sosial, tidak mempunyai tumpuan panutan, ketidak mampuan dalam akademis, kurang konsentrasi dan tidak mempunyai regulasi diri yang baik dan siswa mengalami kesulitan belajar.

2. Aspek lain di luar individu yang menjadikan sikap mangkir antara lain:

a. Keluarga

Aspek keluarga antara lain: orang renta kurang memperhatikan anak dalam hal pendidikan (sikap orang renta kurang mendukung terhadap pendidikan) permasalahan dalam keuangan keluarga dan perampasan ekonomi (anak bertanggung jawab membantu ekonomi keluarga), orangtua tidak konsisten dalam mendidik anak.

b. Faktor masyarakat

Faktor masyarakat yang mempengaruhi antara lain: faktor sosial-ekonomi masyarakat dilingkungan daerah tinggal, imbas dari kelompok sahabat sebaya, kurangnya penghargaan diri dari masyarakat.

c. Faktor sekolah

Faktor sekolah yang memilih adalah: administrasi institusi pendidikan yang rendah, kurangnya kontrol dan kedekatan dengan guru sehingga siswa tidak mempunyai panutan, kurikulum yang kurang tepat, Bullying (tindak kekerasan yang dialami siswa baik fisik maupun psikis yang dilakukan sesama siswa atau oleh tenaga pengajar).

Menurut Sommer (1985) sikap mangkir disebabkan oleh empat kategori diantaranya adalah:

1) Keluarga: variabel jumlah orang renta dirumah (lengkap kedua orang tua, single parent, salah satu orang renta tiri), waktu yang dihabiskan bantu-membantu sebagai anggota keluarga, jumlah saudara kandung, dan derajat tingkat keakraban dengan sesama anggota keluarga.

2) Variabel kepribadian: pola pertemanan, minat dan persepsi terhadap diri. Orang-orang yang melaksanakan sikap mangkir mempunyai iman yang rendah akan kemampuan dirinya baik dalam hal pertemanan dan kemampuan dalam memilih minatnya.

3) Faktor tindakan sekolah dan sikap terhadap sekolah. Individu yang melaksanakan sikap mangkir mempunyai iman yang rendah wacana kemampuannya dalam melaksanakan tindakan juga sikap yang negatif terhadap sekolah.

4) Variabel kemampuan dan prestasi akademis. Individu yang mempunyai prestasi akademis yang rendah dibandingkan dengan sahabat lain di kelasnya membuat individu mempunyai self efficacy yang rendah sehingga individu tidak meyakini tujuan dari masa yang akan tiba akan lebih baik dengan mengikuti pelajaran disekolah.

Menurut Mogulescu (2002) ada banyak alasan bahwa siswa membolos atau tidak hadir sekolah diantaranya:

a). Kebosanan dalam kelas lantaran kiprah yang diberikan terlalu gampang atau terlalu sulit dan materi pelajaran dianggap tidak mempunyai relasi dengan kehidupan nyata. Individu yang melaksanakan tindakan mangkir lantaran bosan yakni individu yang tidak mempunyai self efficacy yang baik dan individu yang tidak bisa menunda kepuasannya demi tujuan dan nilai dimasa mendatang yang lebih baik.

b). Frustasi dalam kelas lantaran kurangnya keterampilan dasar, kurang menyadari emosi negatif yang muncul dalam diri sehingga tidak bisa mengendalikan perhatian dan mengendalikan perilaku. Penyebab rasa putus asa yang dirasakan individu lantaran individu tidak mempunyai kemampuan self efficacy yang baik dan kurangnya menyadari emosi-emosi negatif dan mengendalikan perhatian dan perilakunya lantaran individu tidak sanggup memilih sikap dan pikiran yang benar dan salah.

c). Ikut-ikutan teman. Individu yang bisa meregulasi dirinya tidak akan melaksanakan tindakan yang tidak sesuai dengan keinginannya lantaran individu yang mempunyai regulasi diri yang baik mempunyai self efficacy yang baik, tindakan moral yang sesuai dan bisa menunda pemuasan kepuasan demi tujuan yang lebih baik dimasa mendatang.

d). Tidak mempunyai relasi yang baik dengan seorang guru atau tidak mempunyai panutan.

e). Kurangnya rasa kondusif disekolah, yang bullying.

f). Bekerja dan memperlihatkan konstribusi finansial untuk keluarga.

Aspek-aspek (yang Mempengaruhi) Perilaku Bolos Sekolah

Aspek yang mempengaruhi individu melaksanakan sikap mangkir sekolah adalah:

a. Aspek Individu

Aspek individu antara lain: tidak adanya penghargaan diri, dan kurang mempunyai keterampilan sosial, tidak mempunyai tumpuan panutan, ketidakmampuan dalam akademis, kebutuhan-kebutuhan khusus, kurang konsentrasi dan tidak mempunyai self-management yang baik, siswa mengalami kesulitan belajar. Perilaku mangkir sekolah lantaran individu kurang menyadari emosi-emosi negatif dalam dirinya sehingga kurang bisa mengendalikan tingkah lakunya dan individu tidak bisa membuat umpan balik yang membangun sehingga membentuk individu yang mempunyai self efficacy rendah, hingga pada balasannya mempunyai regulasi diri kurang baik. Menurut Bandura (dalam Papalia, 2008) siswa dengan kecakapan diri yang tinggi, yang yakin bahwa mereka sanggup menguasai materi akademis dan mengatur pembelajaran mereka sendiri mempunyai kecenderungan lebih besar mencoba berprestasi dan lebih cenderung sukses ketimbang siswa yang tidak yakin dengan kemampuannya. Sebaliknya siswa yang kurang mempunyai kecakapan diri akan cenderung untuk meninggalkan kelas atau mangkir sekolah.

Siswa yang bisa mengatur pembelajarannya sendiri, memilih sasaran yang menantang dan memakai taktik yang sempurna untuk mencapainya. Mereka berusaha keras, bertahan untuk memecahkan masalah, dan mencari derma kalau memang diperlukan. Siswa yang tidak yakin akan kemampuannya untuk sukses cenderung menjadi putus asa dan tertekan, dan iman untuk meraih sukses semakin sulit dicapai. Rasa putus asa akan membuat siswa untuk melaksanakan tindakan mangkir sekolah.

Manusia sanggup mengatur tindakan-tindakan mereka melalui standar-standar moral hingga individu bisa memilih sikap dan pikirannya yang baik dan salah. Setelah individu menyadari bahwa sikap mangkir merupakan tindakan yang salah individu bisa menjaga perilakunya di masa yang akan datang.

Kecakapan diri yang dirasakan oleh siswa memprediksikan tingkat studi sosial yang diharapkan, diperkirakan, dan balasannya dicapai oleh siswa itu sendiri. Target dari siswa dipengaruhi oleh sasaran orang tua, tetapi iman siswa akan kemampuan dirinya sendiri yang lebih penting. Prestasi yang didapatkan siswa dipengaruhi oleh pengalaman berguru di sekolah yang membangun iman siswa pada kemampuannya untuk meraih sukses. Individu sanggup bukan hanya sadar diri secara reflektif namun juga menilai berharga tidaknya tindakan-tindakan menurut tujuan yang ditentukan bagi diri sendiri. Jika pengalaman yang didapatkan siswa disekolah dinilai kurang baik maka siswa akan mempunyai iman yang negatif dalam meraih sukses. Salah satu bentuk manifestasi dari iman siswa itu dalam bentuk sikap mangkir sekolah atau drop out dari sekolah.

b. Aspek diluar diri individu

1) Keluarga
Aspek keluarga antara lain: orang renta kurang memperhatikan anak dalam hal pendidikan (sikap orang renta kurang mendukung terhadap pendidikannya) permasalahan dalam keuangan keluarga dan perampasan ekonomi (anak bertanggung jawab membantu ekonomi keluarga), orang renta tidak cukup konsisten dalam mendidik (Papalia, 2008). Keluarga merupakan kontrol lingkungan yang paling dekat dengan individu semoga individu bisa mengontrol dirinya. Menurut Felner (dalam Papalia, 2008). Anak-anak yang dibesarkan dalam keadaan keluarga miskin dengan orang renta yang tidak berpendidikan mempunyai kecenderungan yang besar mencicipi atmosfer negatif keluarga dan sekolah serta insiden yang menekan. Lingkungan yang diberikan oleh keluarga secara umum memilih kualitas pendidikan dan peluang pendidikan yang lebih tinggi.

Menurut Singgih (2006) kehidupan keluarga yang baik ditandai dengan relasi yang harmonis, selaras dan seimbang diantara anggota keluarga. Anak bisa mengikuti keadaan dengan lingkungan sosial, tanpa terpengaruh oleh pergaulan buruk, termasuk salah satunya yakni melaksanakan tindakan merugikan diri sendiri ibarat sikap mangkir dari sekolah. Sebaliknya kehidupan keluarga yang tidak stabil cenderung membuat seorang individu merasa tidak betah untuk tinggal di rumah, kibatnya individu mencari cara untuk melarikan diri, contohnya tidak masuk sekolah bersama teman-teman. Kemampuan individu yang lebih baik yakni kemampuan untuk menahan dorongan-dorongan dan mengendalikan tingkah lakunya pada ketika tidak adanya kontrol dari lingkungan.

Individu yang mempunyai regulasi diri yang baik tidak dipengaruhi kontrol dari lingkungan, sehingga bila tidak ada kontrol dari lingkungan individu bisa mengendalikan diri tingkah lakunya.

2) Faktor masyarakat
Faktor masyarakat yang mempengaruhi antara lain: faktor sosial-ekonomi masyarakat dilingkungan daerah tinggal, terpengaruh dari lingkungan daerah tinggal, imbas dari kelompok-kelompok bermain sahabat sebaya, kurangnya penghargaan diri dari masyarakat. Menurut Papalia (2008) status sosial ekonomi bisa menjadi faktor besar lengan berkuasa yang mempengaruhi prestasi akademis.

Menurut Singgih (2006) pada usia dewasa relasi individu dengan orang renta mulai berpindah ke sahabat sebaya. Hubungan interpesonal dengan peer groupnya menjadi intensif lantaran penerimaan oleh sahabat sebaya menjadi sangat penting bagi individu. Menurut Felner (dalam Papalia, 2008) sikap kelompok sahabat sebaya lingkungan sekitar sanggup mempengaruhi motivasi individu untuk menetukan sikapnya terhadap pendidikan. Menurut Rian (dalam Papalia, 2008) dalam studi longitudinal yang sudah dilakukan menyatakan imbas sahabat sebaya mempengaruhi menurunnya motivasi dan prestasi akademis bagi banyak siswa di sekolah menengah, siswa yang diterima dalam kelompok sahabat sebaya memperlihatkan sedikit penurunan prestasi disekolah dan lebih menikmati sekolah, sedangkan mereka yang diasosiakan dengan low achiver memperlihatkan penurunan prestasi yang besar dan tidak menikmati sekolah. Siswa yang low achiver akan cenderung untuk melaksanakan sikap bolos.

Individu harus mempunyai aba-aba diri untuk mengadakan perubahan pada perilakunya. Regulasi diri yakni kiprah seseorang untuk mengubah respon-respon ibarat pengendalian impuls sikap (dorongan perilaku) menahan hasrat, mengontrol pikiran dan mengubah emosi. Individu yang mempunyai regulasi diri yang baik akan bisa menahan hasrat dan mengontrol pikirannya sehingga tidak terpengaruh orang-orang dilingkungannya dan teman-teman sebaya. Emosi negatif akhir kurangnya penghargaan diri masyarakat juga bisa diubah bila individu bisa mempertahankan komitmennya terhadap suatu tujuan untuk tetap berada disekolah pada jam-jam sekolah yang telah ditentukan.

3) Faktor Sekolah
Faktor sekolah yang memilih diantaranya: administrasi institusi pendidikan yang rendah, kurangnya kontrol dan kedekatan dengan guru sehingga siswa tidak mempunyai panutan, kurikulum yang kurang tepat, bullying. Menurut Inney dan Seidman (dalam Papalia, 2008) kualitas sekolah sangat mempengaruhi prestasi sekolah siswa. Sekolah menengah atas yang anggun mempunyai atmosfer yang teratur dan tidak oppresive, kepala sekolah yang aktif dan energik, dan guru yang berpatisipasi dalam pengambilan keputusan. Kepala sekolah dan guru mempunyai impian yang tinggi terhadap siswa, lebih menekankan kegiatan akademis dibandingkan ekstrakurikuler, dan memonitor dengan seksama performa siswa.

Siswa yang menyukai sekolah mempunyai prestasi akademis lebih baik dan juga lebih sehat. Ada sebagian siswa yang kurang menyukai sekolah ketimbang anak yang lain. Mereka akan lebih puas terhadap sekolah apabila mereka diizinkan berpartisipasi dalam membuat hukum dan merasa mendapat dukungan dari guru dan siswa lainnya(Samdal dan Dur dalam Papalia, 2008).

Sekolah yang memberikan pengajaran kepada kemampuan siswa mendapat hasil yang lebih baik ketimbang yang mencoba mengajar seluruh siswa dengan cara yang sama.

Sekian artikel tentang Perilaku Bolos: Faktor Penyebabnya dan Aspek-aspek yang Mempengaruhinya. Semoga bermanfaat.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Perilaku Bolos: Faktor Penyebabnya Dan Aspek-Aspek Yang Mempengaruhinya"

Post a Comment